
Rupiah Bergerak Liar, IHSG Masih Bertahan
Anthony Kevin, CNBC Indonesia
03 March 2018 14:25

Jakarta, CNBC Indonesia - Nilai tukar rupiah menjadi perhatian pelaku pasar dalam beberapa hari terakhir.
Bagaimana tidak, terhitung sejak 15 Februari 2018, rupiah sudah terdepresiasi sebesar 1,46% terhadap dolar AS. Pada perdagangan kemarin, nilai tukar ditutup di level Rp 13.755/dolar AS yang merupakan level penutupan tertinggi sejak Januari 2016 silam.
Bahkan, pada perdagangan 1 Maret 2018 rupiah sempat dipojokkan ke level Rp 13.800/dolar AS.
Pelemahan rupiah pun lantas ditakutkan akan menyeret IHSG anjlok. Namun ternyata, IHSG justru menunjukkan performa yang relatif baik kala rupiah berada dalam tekanan yang begitu besar.
Sejak indeks dolar AS mulai merangkak naik pada 16 Februari 2018 sampai dengan perdagangan terakhir di minggu ini, IHSG hanya terkoreksi 0,14%, sementara bursa saham negara tetangga seperti Filipina dan India terkoreksi jauh lebih dalam yakni masing-masing sebesar 1,79% dan 0,83%.
Lantas, apa yang menyebabkan bursa saham domestik bisa tahan terhadap tekanan nilai tukar yang begitu besar?
Simak faktor-faktor berikut yang membuat IHSG berhasil tidak terseret terlalu dalam seiring dengan melemahnya rupiah terhadap dolar AS.
Positifnya laporan keuangan perusahaan
Sejumlah perusahaan telah merilis laporan keuangan dan rata-rata melaporkan hasil yang memuaskan, utamanya dari bank di daftar BUKU IV yang memiliki kapitalisasi pasar besar dalam IHSG.
Dari 5 bank yang termasuk dalam kategori BUKU IV di Indonesia, 3 diantaranya sudah merilis laporan keuangan tahun 2017. Ketiga bank itu adalah PT Bank Mandiri Tbk (BMRI), PT Bank Rakyat Indonesia Tbk (BBRI), dan PT Bank Negara Indonesia Tbk (BBNI).
Pertumbuhan laba bersih BMRI tahun lalu adalah sebesar 49,5%, membaik dibandingkan capaian tahun 2016 yang sebesar -32,1%.
Sementara itu, laba bersih BBRI tumbuh 10,7%, lebih tinggi dari tahun 2016 yang sebesar 3,1%. Lalu, laba bersih BBNI tumbuh 20,1%, sedikit turun dibandingkan capaian yang sama tahun 2016 sebesar 25,1%.
Positifnya kinerja keuangan bank-bank tersebut telah membantu menopang pergerakan harga sahamnya dan menjaga IHSG dari kejatuhan yang lebih dalam.
Selain perbankan, laporan keuangan PT Astra International Tbk (ASII) juga dapat dikatakan memuaskan. Perusahaan konglomerasi itu berhasil mencatatkan kenaikan laba bersih hingga 25% pada tahun 2017 menjadi Rp 18,88 triliun.
Positifnya kinerja keuangan perusahaan terdongkrak oleh kuatnya kinerja dua anak usaha yaitu PT Bank Permata Tbk (BNLI) dan PT United Tractors Tbk (UNTR).
Pada tahun 2017, PT Bank Permata Tbk (BNLI) diketahui membukukan laba bersih sebesar Rp 748 miliar. Padahal pada tahun sebelumnya, kerugian yang dicatatkan mencapai Rp 6,5 triliun.
PT United Tractors Tbk (UNTR) membukukan kenaikan laba bersih sebesar 48% menjadi Rp7,4 triliun pada tahun 2017. Peningkatan tersebut disebabkan oleh harga batu bara yang menguat secara signifikan sepanjang tahun.
Proyek infrastruktur layang kembali dilanjutkan
Sentimen positif bagi IHSG juga datang dari dilanjutkannya proyek-proyek infrastruktur layang yang sempat dihentikan pasca insiden jatuhnya bekisting pier head proyek tol Becakayu (Bekasi-Cawang-Kampung Melayu) pada 20 Januari silam.
Pada hari Selasa (27/2), sebanyak 23 dari total 40 proyek jalan layang yang terkena moratorium telah kembali diizinkan berjalan, menyusul evaluasi yang dilakukan pemerintah. Proyek yang diizinkan berjalan kembali antara lain jalan tol Trans Sumatera, jalan tol Solo - Ngawi, light rail transit (LRT) Palembang, LRT Jabodebek, dan LRT Jakarta.
Kemudian, pada hari Rabu (28/2) pemerintah mengumumkan bahwa proyek tol Becakayu dan LRT Velodrome sudah bisa kembali dilanjutkan. Saham PT Waskita Karya Tbk (WSKT) selaku kontraktor proyek tol Becakayu dan LRT Palembang pun berangsur-angsur naik.
Inflasi lebih rendah dari ekspektasi
Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat inflasi Indonesia sepanjang bulan lalu adalah sebesar 0,17% MoM (3,18% YoY), lebih rendah dibandingkan dengan konsensus yang dihimpun CNBC Indonesia sebesar 0,2% MoM (3,23% YoY).
Rendahnya inflasi lantas memberikan angin segar bagi pasar saham dan perekonomian Indonesia secara keseluruhan, mengingat pelemahan rupiah yang terjadi saat ini sangat mungkin menekan daya beli masyarakat Indonesia kedepannya.
Kepastian dari Bank Indonesia
Terakhir, pelaku pasar nampak lega setelah Bank Indonesia menyatakan kesiapannya dalam melakukan intervensi kala diperlukan, utamanya saat nilai tukar mencapai level Rp 13.800/dolar AS seperti yang terjadi belum lama ini.
"Kami siap stabilisasi dan intervensi. Setiap tekanan yang terjadi, sampai sekarang, hari ini masih ada tekanan pada pagi ini, BI ada di pasar," kata Direktur Eksekutif Kepala Departemen Pengelolaan Moneter BI, Doddy Zulverdi, dalam konferensi persnya di Gedung BI, Kamis (1/3/2018).
(ray/ray) Next Article BI: 2019, Rupiah Lebih Stabil!
Bagaimana tidak, terhitung sejak 15 Februari 2018, rupiah sudah terdepresiasi sebesar 1,46% terhadap dolar AS. Pada perdagangan kemarin, nilai tukar ditutup di level Rp 13.755/dolar AS yang merupakan level penutupan tertinggi sejak Januari 2016 silam.
Bahkan, pada perdagangan 1 Maret 2018 rupiah sempat dipojokkan ke level Rp 13.800/dolar AS.
Sejak indeks dolar AS mulai merangkak naik pada 16 Februari 2018 sampai dengan perdagangan terakhir di minggu ini, IHSG hanya terkoreksi 0,14%, sementara bursa saham negara tetangga seperti Filipina dan India terkoreksi jauh lebih dalam yakni masing-masing sebesar 1,79% dan 0,83%.
Lantas, apa yang menyebabkan bursa saham domestik bisa tahan terhadap tekanan nilai tukar yang begitu besar?
Simak faktor-faktor berikut yang membuat IHSG berhasil tidak terseret terlalu dalam seiring dengan melemahnya rupiah terhadap dolar AS.
Positifnya laporan keuangan perusahaan
Sejumlah perusahaan telah merilis laporan keuangan dan rata-rata melaporkan hasil yang memuaskan, utamanya dari bank di daftar BUKU IV yang memiliki kapitalisasi pasar besar dalam IHSG.
Dari 5 bank yang termasuk dalam kategori BUKU IV di Indonesia, 3 diantaranya sudah merilis laporan keuangan tahun 2017. Ketiga bank itu adalah PT Bank Mandiri Tbk (BMRI), PT Bank Rakyat Indonesia Tbk (BBRI), dan PT Bank Negara Indonesia Tbk (BBNI).
Pertumbuhan laba bersih BMRI tahun lalu adalah sebesar 49,5%, membaik dibandingkan capaian tahun 2016 yang sebesar -32,1%.
Sementara itu, laba bersih BBRI tumbuh 10,7%, lebih tinggi dari tahun 2016 yang sebesar 3,1%. Lalu, laba bersih BBNI tumbuh 20,1%, sedikit turun dibandingkan capaian yang sama tahun 2016 sebesar 25,1%.
Positifnya kinerja keuangan bank-bank tersebut telah membantu menopang pergerakan harga sahamnya dan menjaga IHSG dari kejatuhan yang lebih dalam.
Selain perbankan, laporan keuangan PT Astra International Tbk (ASII) juga dapat dikatakan memuaskan. Perusahaan konglomerasi itu berhasil mencatatkan kenaikan laba bersih hingga 25% pada tahun 2017 menjadi Rp 18,88 triliun.
Positifnya kinerja keuangan perusahaan terdongkrak oleh kuatnya kinerja dua anak usaha yaitu PT Bank Permata Tbk (BNLI) dan PT United Tractors Tbk (UNTR).
Pada tahun 2017, PT Bank Permata Tbk (BNLI) diketahui membukukan laba bersih sebesar Rp 748 miliar. Padahal pada tahun sebelumnya, kerugian yang dicatatkan mencapai Rp 6,5 triliun.
PT United Tractors Tbk (UNTR) membukukan kenaikan laba bersih sebesar 48% menjadi Rp7,4 triliun pada tahun 2017. Peningkatan tersebut disebabkan oleh harga batu bara yang menguat secara signifikan sepanjang tahun.
Proyek infrastruktur layang kembali dilanjutkan
Sentimen positif bagi IHSG juga datang dari dilanjutkannya proyek-proyek infrastruktur layang yang sempat dihentikan pasca insiden jatuhnya bekisting pier head proyek tol Becakayu (Bekasi-Cawang-Kampung Melayu) pada 20 Januari silam.
Pada hari Selasa (27/2), sebanyak 23 dari total 40 proyek jalan layang yang terkena moratorium telah kembali diizinkan berjalan, menyusul evaluasi yang dilakukan pemerintah. Proyek yang diizinkan berjalan kembali antara lain jalan tol Trans Sumatera, jalan tol Solo - Ngawi, light rail transit (LRT) Palembang, LRT Jabodebek, dan LRT Jakarta.
Kemudian, pada hari Rabu (28/2) pemerintah mengumumkan bahwa proyek tol Becakayu dan LRT Velodrome sudah bisa kembali dilanjutkan. Saham PT Waskita Karya Tbk (WSKT) selaku kontraktor proyek tol Becakayu dan LRT Palembang pun berangsur-angsur naik.
Inflasi lebih rendah dari ekspektasi
Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat inflasi Indonesia sepanjang bulan lalu adalah sebesar 0,17% MoM (3,18% YoY), lebih rendah dibandingkan dengan konsensus yang dihimpun CNBC Indonesia sebesar 0,2% MoM (3,23% YoY).
Rendahnya inflasi lantas memberikan angin segar bagi pasar saham dan perekonomian Indonesia secara keseluruhan, mengingat pelemahan rupiah yang terjadi saat ini sangat mungkin menekan daya beli masyarakat Indonesia kedepannya.
Kepastian dari Bank Indonesia
Terakhir, pelaku pasar nampak lega setelah Bank Indonesia menyatakan kesiapannya dalam melakukan intervensi kala diperlukan, utamanya saat nilai tukar mencapai level Rp 13.800/dolar AS seperti yang terjadi belum lama ini.
"Kami siap stabilisasi dan intervensi. Setiap tekanan yang terjadi, sampai sekarang, hari ini masih ada tekanan pada pagi ini, BI ada di pasar," kata Direktur Eksekutif Kepala Departemen Pengelolaan Moneter BI, Doddy Zulverdi, dalam konferensi persnya di Gedung BI, Kamis (1/3/2018).
(ray/ray) Next Article BI: 2019, Rupiah Lebih Stabil!
Most Popular