
Saham-Saham yang Dihindari Saat IHSG Tertekan
Anthony Kevin, CNBC Indonesia
01 March 2018 17:12

Jakarta, CNBC Indonesia - Indeks Harga Saham gabungan (IHSG) masih bertahan di zona hijau sampai dengan akhir perdagangan sesi II, naik 0,13% ke level 6.606,05 poin. Investor tetap perlu waspada terhadap penguatan yang sedang terjadi, sebagian bursa saham di kawasan regional mengakhiri hari di zona merah.
Di tengah kondisi yang masih penuh ketidakpastian seperti saat ini, ada beberapa saham yang patut dihindari oleh pelaku pasar. Saham-saham yang dimaksud adalah yang memiliki beta tinggi.
Sebagai informasi, beta merupakan indikator yang menggambarkan sensitivitas suatu saham terhadap pergerakan pasar secara keseluruhan alias IHSG. Suatu saham dengan beta yang tinggi menunjukkan bahwa saham tersebut akan naik kencang saat IHSG sedang naik. Sebaliknya, ketika IHSG sedang anjlok, harga saham tersebut akan ikut terseret turun dalam.
Mengutip Reuters, berikut 10 saham dengan beta paling tinggi dalam indeks LQ45.
Saham Properti
Menariknya, saham-saham dengan beta tertinggi dalam indeks LQ45 di dominasi oleh saham-saham dari sektor Properti, Real Estate, dan Konstruksi Bangunan (SMRA, ADHI, WSKT, BSDE, PWON, WIKA, dan PTPP).
Dominasi sektor tersebut disebabkan oleh model bisnisnya yang cyclical. Artinya, bisnis properti dan konstruksi itu sangat sensitif terhadap laju ekonomi Indonesia. Ketika ekonomi sedang bagus (IHSG naik), sektor ini akan menikmati banjirnya proyek-proyek yang pada akhirnya akan mendongkrak pendapatan mereka. Sebaliknya, ketika ekonomi sedang lesu, proyek-proyek yang dikerjakan akan turun sehingga pendapatan pun turun.
Bagi perusahaan-perusahaan konstruksi, resiko yang ada dapat dikatakan relatif lebih tinggi. Pasalanya, pemerintah dalam beberapa tahun terakhir begitu gencar membangun infrastruktur di seluruh wilayah Indonesia.
Akibatnya, order book alias kontrak dari peursahaan-perusahaan konstruksi utamanya BUMN karya (WSKT, WIKA, dan ADHI) membengkak.
Permasalahannya adalah, pembayaran dari proyek-proyek tersebut dilakukan setelah konstruksi dimulai atau bahkan telah selesai dilakukan. Padahal, kontraktor telah menarik utang guna mendukung kebutuhan pembiayaan.
Ketika perekonomian melambat, pendapatan negara lantas ikut tertekan sehingga kemampuan pemerintah untuk melunasi kewajibannya menjadi dipertanyakan.
Itulah mengapa saham-saham sektor Properti, Real Estate, dan Konstruksi bangunan sangat responsif terhadap pergerakan IHSG.
(hps/hps) Next Article Bursa RI Merah Padam! Tenang...Asing Tetap Borong Saham
Di tengah kondisi yang masih penuh ketidakpastian seperti saat ini, ada beberapa saham yang patut dihindari oleh pelaku pasar. Saham-saham yang dimaksud adalah yang memiliki beta tinggi.
Sebagai informasi, beta merupakan indikator yang menggambarkan sensitivitas suatu saham terhadap pergerakan pasar secara keseluruhan alias IHSG. Suatu saham dengan beta yang tinggi menunjukkan bahwa saham tersebut akan naik kencang saat IHSG sedang naik. Sebaliknya, ketika IHSG sedang anjlok, harga saham tersebut akan ikut terseret turun dalam.
![]() |
Saham Properti
Menariknya, saham-saham dengan beta tertinggi dalam indeks LQ45 di dominasi oleh saham-saham dari sektor Properti, Real Estate, dan Konstruksi Bangunan (SMRA, ADHI, WSKT, BSDE, PWON, WIKA, dan PTPP).
Dominasi sektor tersebut disebabkan oleh model bisnisnya yang cyclical. Artinya, bisnis properti dan konstruksi itu sangat sensitif terhadap laju ekonomi Indonesia. Ketika ekonomi sedang bagus (IHSG naik), sektor ini akan menikmati banjirnya proyek-proyek yang pada akhirnya akan mendongkrak pendapatan mereka. Sebaliknya, ketika ekonomi sedang lesu, proyek-proyek yang dikerjakan akan turun sehingga pendapatan pun turun.
Bagi perusahaan-perusahaan konstruksi, resiko yang ada dapat dikatakan relatif lebih tinggi. Pasalanya, pemerintah dalam beberapa tahun terakhir begitu gencar membangun infrastruktur di seluruh wilayah Indonesia.
Akibatnya, order book alias kontrak dari peursahaan-perusahaan konstruksi utamanya BUMN karya (WSKT, WIKA, dan ADHI) membengkak.
Pilihan Redaksi |
Permasalahannya adalah, pembayaran dari proyek-proyek tersebut dilakukan setelah konstruksi dimulai atau bahkan telah selesai dilakukan. Padahal, kontraktor telah menarik utang guna mendukung kebutuhan pembiayaan.
Ketika perekonomian melambat, pendapatan negara lantas ikut tertekan sehingga kemampuan pemerintah untuk melunasi kewajibannya menjadi dipertanyakan.
Itulah mengapa saham-saham sektor Properti, Real Estate, dan Konstruksi bangunan sangat responsif terhadap pergerakan IHSG.
(hps/hps) Next Article Bursa RI Merah Padam! Tenang...Asing Tetap Borong Saham
Most Popular