
Sektor Saham yang Perlu Dicermati, Terkait Pernyataan The Fed
Anthony Kevin, CNBC Indonesia
28 February 2018 15:20

Jakarta, CNBC Indonesia - Tekanan jual kembali melanda bursa saham regional, termasuk Indonesia. Pernyataan dari Jerome Powell selaku Gubernur The Federal Reserve (The Fed) yang baru menjadi faktor utama kejatuhan bursa saham regional.
(hps/hps) Next Article Investor Saham Gelisah, The Fed Lebih Agresif
Dalam pidato perdananya, Powell menyatakan bahwa ekonomi AS telah membaik semenjak pertemuan bulan Desember lalu. Powell juga mengatakan bahwa beberapa data membuatnya semakin yakin bahwa inflasi sedang bergerak menuju target.
Menjelang pertemuan bulan Maret, Powell menambahkan bahwa semua perkembangan tersebut akan dipertimbangkan dalam membuat proyeksi tingkat suku bunga yang baru. Pernyataan Powell ini diartikan pelaku pasar bahwa bank sentral AS dapat menaikkan suku bunga acuan lebih agresif pada tahun ini dari target sebelumnya yang sebanyak 3 kali.
Hingga berita ini diturunkan, IHSG melemah sebesar 0,03%.
Dalam kondisi seperti ini, ada beberapa sektor saham yang perlu menjadi perhatian oleh pelaku pasar karena responnya bisa lebih reaktif dibandingkan sektor-sektor lainnya. Terlebih, koreksi bursa saham AS mungkin akan berlangsung dalam dan lama. Sektor-sektor tersebut adalah jasa keuangan, barang konsumsi, dan pertambangan.
Bobot Sektoral
Sektor jasa keuangan dan barang konsumsi merupakan dua sektor dengan kapitalisasi pasar terbesar dalam IHSG. Sampai dengan berita ini diturunkan, sektor jasa keuangan berkontribusi sebesar 30,64% terhadap kapitalisasi pasar IHSG, diikuti sektor barang konsumsi dengan kontribusi sebesar 21,96%. Untuk sektor jasa keuangan, nilainya bahkan naik dari posisi akhir 2017 yang sebesar 29,75%, seiring dengan kenaikan harga saham-saham bank BUKU IV.
Besarnya kapitalisasi pasar sektor jasa keuangan dan barang konsumsi menandakan satu hal: saham-saham sektor tersebut banyak dikoleksi oleh pelaku pasar. Jika kita lihat komposisi portfolio reksadana berbasis saham yang diterbitkan oleh perusahaan-perusahaan manajemen investasi, pastilah kita temukan saham-saham dari kedua sektor tersebut.
Dampaknya, ketika terdapat sentimen negatif yang tak secara spesifik menargetkan sektor-sektor tertentu dalam IHSG seperti saat ini. Pelaku pasar cenderung melepas kepemilikannya atas saham-saham dari sektor yang berkapitalisasi pasar besar seperti jasa keuangan dan barang konsumsi.
Benar saja, pelemahan IHSG pada hari ini disumbang oleh saham-saham dari kedua sektor tersebut: PT Bank Central Asia Tbk (BBCA) turun 1,49%, PT Bank Negara Indonesia Tbk (BBNI) turun 1,02%, PT Bank Mandiri Tbk (BMRI) turun 0,59%, PT Bank Mega Tbk (MEGA) turun 4,55%, dan PT Gudang Garam Tbk (GGRM) turun 0,53%.
Anomali Minyak
Pada kondisi normal, pergerakan bursa saham akan dipengaruhi oleh harga minyak. Kenaikan harga si emas hitam akan mendorong pasar saham naik, sementara penurunan harga minyak akan mendorong pasar saham turun.
Namun, yang terjadi belakangan ini adalah sebaliknya. Beberapa waktu lalu, harga minyak justru naik merespon rebound bursa saham Amerika Serikat (AS) dan bukan dipengaruhi oleh faktor fundamental. CNBC Indonesia pada saat itu melaporkan bahwa kenaikan harga minyak merupakan euforia sementara akibat penguatan bursa saham AS.
Saat ini, kejatuhan harga minyak juga lebih didorong oleh kembali jatuhnya bursa saham AS dan bukan oleh faktor fundamental. Apalagi, AS baru akan mengumumkan data cadangan minyaknya pada malam ini. Harga minyak WTI tercatat turun 0,28% ke level US$ 62,73/barel, sementara brent melemah 0,21% ke level US$ 66,42/barel.
Kejatuhan harga minyak tentu membawa sentimen negatif bagi emiten-emiten yang bergerak di bidang pertambangan minyak. Hingga berita ini diturunkan, saham PT Energi Mega Persada Tbk (ENRG) turun 1,42%, PT Elnusa Tbk (ELSA) turun 1,94%, dan PT Benakat Integra Tbk (BIPI) turun 1,02%.
Menjelang pertemuan bulan Maret, Powell menambahkan bahwa semua perkembangan tersebut akan dipertimbangkan dalam membuat proyeksi tingkat suku bunga yang baru. Pernyataan Powell ini diartikan pelaku pasar bahwa bank sentral AS dapat menaikkan suku bunga acuan lebih agresif pada tahun ini dari target sebelumnya yang sebanyak 3 kali.
Dalam kondisi seperti ini, ada beberapa sektor saham yang perlu menjadi perhatian oleh pelaku pasar karena responnya bisa lebih reaktif dibandingkan sektor-sektor lainnya. Terlebih, koreksi bursa saham AS mungkin akan berlangsung dalam dan lama. Sektor-sektor tersebut adalah jasa keuangan, barang konsumsi, dan pertambangan.
Bobot Sektoral
Sektor jasa keuangan dan barang konsumsi merupakan dua sektor dengan kapitalisasi pasar terbesar dalam IHSG. Sampai dengan berita ini diturunkan, sektor jasa keuangan berkontribusi sebesar 30,64% terhadap kapitalisasi pasar IHSG, diikuti sektor barang konsumsi dengan kontribusi sebesar 21,96%. Untuk sektor jasa keuangan, nilainya bahkan naik dari posisi akhir 2017 yang sebesar 29,75%, seiring dengan kenaikan harga saham-saham bank BUKU IV.
Besarnya kapitalisasi pasar sektor jasa keuangan dan barang konsumsi menandakan satu hal: saham-saham sektor tersebut banyak dikoleksi oleh pelaku pasar. Jika kita lihat komposisi portfolio reksadana berbasis saham yang diterbitkan oleh perusahaan-perusahaan manajemen investasi, pastilah kita temukan saham-saham dari kedua sektor tersebut.
Dampaknya, ketika terdapat sentimen negatif yang tak secara spesifik menargetkan sektor-sektor tertentu dalam IHSG seperti saat ini. Pelaku pasar cenderung melepas kepemilikannya atas saham-saham dari sektor yang berkapitalisasi pasar besar seperti jasa keuangan dan barang konsumsi.
Benar saja, pelemahan IHSG pada hari ini disumbang oleh saham-saham dari kedua sektor tersebut: PT Bank Central Asia Tbk (BBCA) turun 1,49%, PT Bank Negara Indonesia Tbk (BBNI) turun 1,02%, PT Bank Mandiri Tbk (BMRI) turun 0,59%, PT Bank Mega Tbk (MEGA) turun 4,55%, dan PT Gudang Garam Tbk (GGRM) turun 0,53%.
Anomali Minyak
Pada kondisi normal, pergerakan bursa saham akan dipengaruhi oleh harga minyak. Kenaikan harga si emas hitam akan mendorong pasar saham naik, sementara penurunan harga minyak akan mendorong pasar saham turun.
Namun, yang terjadi belakangan ini adalah sebaliknya. Beberapa waktu lalu, harga minyak justru naik merespon rebound bursa saham Amerika Serikat (AS) dan bukan dipengaruhi oleh faktor fundamental. CNBC Indonesia pada saat itu melaporkan bahwa kenaikan harga minyak merupakan euforia sementara akibat penguatan bursa saham AS.
Saat ini, kejatuhan harga minyak juga lebih didorong oleh kembali jatuhnya bursa saham AS dan bukan oleh faktor fundamental. Apalagi, AS baru akan mengumumkan data cadangan minyaknya pada malam ini. Harga minyak WTI tercatat turun 0,28% ke level US$ 62,73/barel, sementara brent melemah 0,21% ke level US$ 66,42/barel.
Kejatuhan harga minyak tentu membawa sentimen negatif bagi emiten-emiten yang bergerak di bidang pertambangan minyak. Hingga berita ini diturunkan, saham PT Energi Mega Persada Tbk (ENRG) turun 1,42%, PT Elnusa Tbk (ELSA) turun 1,94%, dan PT Benakat Integra Tbk (BIPI) turun 1,02%.
(hps/hps) Next Article Investor Saham Gelisah, The Fed Lebih Agresif
Most Popular