5 Emiten dengan Kenaikan Kapitalisasi Pasar di Atas Rp 15 T

Anthony Kevin, CNBC Indonesia
28 February 2018 11:55
Hal terssebut telah mendorong peningkatan nilai kapitalisasi saham hingga lebih dari Rp 15 triliun.
Foto: CNBC Indonesia/Muhammad Sabki
Jakarta, CNBC Indonesia - Kinerja positif Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) dari awal tahun hingga kemarin naik 3,8%, mendorong kenaikan harga saham beberapa emiten. Hal terssebut telah mendorong peningkatan nilai kapitalisasi saham hingga lebih dari Rp 15 triliun.

Berikut 5 saham yang mencatatkan kenaikan kapitalisasi pasar terbesar dari awal tahun hingga perdagangan kemarin, Selasa (27/02/2018), seperti dirangkum CNBC Indonesia :

Nilai Kapitalisasi 5 Emiten yang Naik Lebih dari Rp 15 Triliun5 Emiten dengan Kenaikan Market Kapitalisasi di Atas Rp 15 TFoto: CNBC Indonesia


Perbankan
Dari tabel di atas, dapat dilihat bahwa dari 5 saham dengan kenaikan kapitalisasi pasar terbesar sepanjang tahun ini, dua diantaranya merupakan saham yang termasuk dalam sektor jasa keuangan yaitu PT Bank Central Asia Tbk (BBCA) dan PT Bank Mandiri Tbk (BMRI).

Sepanjang tahun 2018, harga saham BBCA naik 7,53% dan BMRI naik 5,31%. Cerahnya prospek penyaluran kredit pada tahun ini membuat saham-saham bank BUKU IV banyak diincar oleh investor. Pada tahun ini, Bank Indonesia memproyeksikan penyaluran kredit tumbuh dua digit di angka 12%. Setahun sebelumnya, pertumbuhannya diketahui hanya sebesar 8,1%.

Khusus untuk BMRI, positifnya kinerja keuangan tahun 2017 ikut menopang pergerakan harga sahamnya sepanjang tahun ini. Laba bersih BMRI meroket 49,5% menjadi Rp 20,6 triliun pada tahun lalu, dari yang sebelumnya Rp 13,8 triliun. Padahal pada tahun 2016, laba bersih BMRI anjlok hingga 32% jika dibandingkan capaian 2015.

Positifnya kinerja keuangan BMRI tidak lepas dari kemampuan mereka untuk menekan rasio kredit bermasalah (NPL). Per akhir 2017, NPL BMRI tercatat sebesar 3,46%, turun dari akhir 2016 yang mencapai 4%. Seperti diketahui, Bank Mandiri merupakan salah satu bank yang terkena imbas paling parah dari kejatuhan harga komoditas, seiring naiknya porsi kredit bermasalah dari sektor tersebut.

Keberhasilan BMRI menekan rasio NPL pada akhirnya menurunkan alokasi pencadangan yang harus disisihkan perusahaan. Nilainya tercatat hanya sebesar Rp 15,6 triliun pada tahun 2017, turun hingga 59,6% dari tahun 2016 yang mencapai Rp 24,9 triliun.

Naik Tinggi
Kenaikan harga terbesar dialami oleh PT Indah Kiat Pulp & Paper Tbk (INKP) yang naik hingga 85,2%. Harga saham produsen produk-produk kertas milik grup Sinar Mas ini mulai menunjukkan kenaikan signifikan sejak awal 2017 lalu. Kenaikan ini didorong oleh positifnya kinerja keuangan perusahaan. Sepanjang 3 kuartal pertama 2017, pendapatan perusahaan melonjak 11,5% YoY menjadi US$ 2,3 miliar, dari US$ 2,03 miliar pada periode yang sama tahun 2016. Laba bersih perusahaan bahkan meroket hingga 196% YoY menjadi US$ 287,4 juta, dari yang sebelumnya hanya US$ 97 juta.

Harga Batu Bara
Saham ADRO mencatatkan kenaikan 29% sepanjang tahun ini. Sepanjang 9 bulan pertama tahun 2017, pendapatan perusahaan meroket 37,1% YoY menjadi US$ 2,4 miliar. Pada periode yang sama tahun 2016, nilainya hanya sebesar US$ 1,78 miliar. Laba bersih perusahaan terkerek 78% YoY menjadi US$ 372,5 juta, dari yang sebelumnya US$ 209,1 juta.

Positifnya kinerja keuangan ADRO tidak lepas dari kenaikan harga batu bara yang signifikan. Sepanjang tahun 2017, harga batu bara tercatat menguat 114% menjadi US$ 100,8/metrik ton. Kenaikan harga batu bara lantas berlanjut pada tahun ini. Sampai dengan penutupan perdagangan Senin (26/02/2018), harganya bertengger di angka US$ 104,6/metrik ton.

Holding Migas
Beralih ke PGAS, kenaikan harga saham emiten yang beroperasi di bidang transportasi gas ini didorong oleh rencana pembentukan holding BUMN migas, dimana saham pemerintah atas PGAS akan diambil alih oleh PT Pertamina selaku holding.

Sebagai bagian dari pembentukan holding tersebut, PT Pertamina Gas (Pertagas) selaku anak usaha dari PT Pertamina akan diambil alih oleh PGAS. Ketika hal ini terjadi nantinya, aset PGAS akan menggelembung menjadi sekitar US$ 8,19 miliar. Perhitungan ini didapat dari penjumlahan total aset PGAS per akhir kuartal 3 2017 yang sebesar US$ 6,31 miliar dengan aset Pertagas per akhir 2016 yang senilai US$ 1,88 miliar.

Adanya sinergi infrastruktur antar kedua perusahaan diharapkan dapat meningkatkan kinerja keuangan yang sudah terpuruk dalam beberapa tahun terakhir. Selama 4 tahun terakhir sampai dengan tahun 2016, PGAS terus menerus mencatatkan penurunan laba bersih. Bahkan, konsensus analis yang dikumpulkan oleh Reuters memproyeksikan laba bersih akan turun sebesar 33% pada tahun 2017.

Belum lama ini, Deutsche Bank merilis proyeksi mereka atas kinerja keuangan PGAS ketika digabungkan dengan Pertagas. Hasilnya, pendapatan perusahaan tahun lalu diproyeksikan melonjak hingga 26% dibandingkan posisi tahun 2016, sementara laba bersih diproyeksikan meroket hingga 44%.
(hps) Next Article Telkom Kehilangan Nilai Kapitalisasi Pasar Rp 42,34 T

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular