
Internasional
HSBC Masih Harus Terus Perkuat Bisnisnya
Ester Christine Natalia, CNBC Indonesia
21 February 2018 15:32

Jakarta, CNBC Indonesia – Setelah restrukturasi selama tujuh tahun termasuk memangkas ribuan pekerjaan dan kantor cabang, HSBC kembali ke kancah bisnis dengan laba yang naik lebih dari 140% sepanjang tahun lalu.
Namun, Chairman HSBC Mark Tucker mengatakan pada hari Rabu (21/2/2018) tugas memperkuat bank yang dipimpinnya belum usai karena kondisi global yang selalu berubah membutuhkan strategi bisnis yang lebih gesit.
“Menurut saya strategi [bisnis] berkembang di lingkungan yang dinamis, oleh karenanya [strategi] memang sudah seharusnya dinamis,” kata Tucker, 60 tahun, kepada CNBC International dalam sebuah wawancara khusus.
“Kami memiliki bisnis yang berjalan dengan baik, kami punya strategi yang berfungsi, tapi apakah ada peluang untuk kejelasan yang lebih baik dan melakukan semuanya dengan lebih baik? Jawabannya adalah ya.”
Hari Rabu menjadi penanda era baru untuk bank tersebut ketika veteran di HSBC John Flint, menduduki posisi direktur eksekutif. Flint bergabung dengan Tucker, yang menjadi chairman sejak Oktober tahun lalu, dalam deretan pimpinan baru untuk HSBC yang lebih ramping dan kuat.
Bank terbesar di Eropa ini melewati masa-masa sulit selama beberapa tahun pasca-krisis keuangan. HSBC rugi puluhan miliar dolar dari krisis kredit perumahan berisiko sangat tinggi (subprime mortgage) Amerika Serikat (AS) dan didenda beberapa miliar dolar karena membiayai kartel obat-obatan Meksiko dan menghindari pajak.
Namun, manajemen sebelumnya yang dipimpin oleh mantan chairman, Douglas Flint, dan mantan CEO Stuart Gulliver mengubah nasib bank tersebut dengan menancapkan bisnisnya lebih dalam di Asia dan keluar dari pasar baru, seperti Brasil.
Masa-masa sulit tersebut nampaknya telah usai saat HSBC mencatatkan laba sebelum pajak yang melonjak 141,4% di tahun 2017 dan peningkatan 10,9% pada laba yang disesuaikan.
Tucker menilai prospek bank itu baik untuk tahun-tahun mendatang. Ia mengatakan ada banyak faktor positif yang membantu mendorong bisnis, termasuk suku bunga yang naik dan sejarah pertumbuhan Asia.
Bahkan, aksi jual di bursa saham belakangan ini dan kekhawatiran geopolitik seperti keluarnya Inggris dari Uni Eropa tidak mempengaruhi HSBC, kata Tucker, “orang luar” pertama yang ditunjuk sebagai kepala HSBC.
“[Kami] tidak pernah khawatir dengan volatilitas pasar. Menurut saya hal tersebut lumrah terjadi di dunia bisnis,” kata Tucker yang sebelumnya menjabat sebagai CEO perusahaan asuransi AIA sebelum pindah ke HSBC.
“Mengenai kekhawatiran terbesar kami, menurut saya adalah faktor makro, faktor geopolitik makro dari semua bisnis kami,” katanya.
“Faktor tersebut adalah masalah di Timur Tengah, kekhawatiran tentang Eropa atau Brexit, semua itu adalah permasalahan yang kami hadapi tapi tidak ada satu pun, menurut hemat kami, yang tidak bisa dihadapi oleh grup kami.”
(prm) Next Article Laba Tak Sesuai Ekspektasi, HSBC Segera Kurangi Pegawai
Namun, Chairman HSBC Mark Tucker mengatakan pada hari Rabu (21/2/2018) tugas memperkuat bank yang dipimpinnya belum usai karena kondisi global yang selalu berubah membutuhkan strategi bisnis yang lebih gesit.
“Menurut saya strategi [bisnis] berkembang di lingkungan yang dinamis, oleh karenanya [strategi] memang sudah seharusnya dinamis,” kata Tucker, 60 tahun, kepada CNBC International dalam sebuah wawancara khusus.
Hari Rabu menjadi penanda era baru untuk bank tersebut ketika veteran di HSBC John Flint, menduduki posisi direktur eksekutif. Flint bergabung dengan Tucker, yang menjadi chairman sejak Oktober tahun lalu, dalam deretan pimpinan baru untuk HSBC yang lebih ramping dan kuat.
Bank terbesar di Eropa ini melewati masa-masa sulit selama beberapa tahun pasca-krisis keuangan. HSBC rugi puluhan miliar dolar dari krisis kredit perumahan berisiko sangat tinggi (subprime mortgage) Amerika Serikat (AS) dan didenda beberapa miliar dolar karena membiayai kartel obat-obatan Meksiko dan menghindari pajak.
Namun, manajemen sebelumnya yang dipimpin oleh mantan chairman, Douglas Flint, dan mantan CEO Stuart Gulliver mengubah nasib bank tersebut dengan menancapkan bisnisnya lebih dalam di Asia dan keluar dari pasar baru, seperti Brasil.
Masa-masa sulit tersebut nampaknya telah usai saat HSBC mencatatkan laba sebelum pajak yang melonjak 141,4% di tahun 2017 dan peningkatan 10,9% pada laba yang disesuaikan.
Tucker menilai prospek bank itu baik untuk tahun-tahun mendatang. Ia mengatakan ada banyak faktor positif yang membantu mendorong bisnis, termasuk suku bunga yang naik dan sejarah pertumbuhan Asia.
Bahkan, aksi jual di bursa saham belakangan ini dan kekhawatiran geopolitik seperti keluarnya Inggris dari Uni Eropa tidak mempengaruhi HSBC, kata Tucker, “orang luar” pertama yang ditunjuk sebagai kepala HSBC.
“[Kami] tidak pernah khawatir dengan volatilitas pasar. Menurut saya hal tersebut lumrah terjadi di dunia bisnis,” kata Tucker yang sebelumnya menjabat sebagai CEO perusahaan asuransi AIA sebelum pindah ke HSBC.
“Mengenai kekhawatiran terbesar kami, menurut saya adalah faktor makro, faktor geopolitik makro dari semua bisnis kami,” katanya.
“Faktor tersebut adalah masalah di Timur Tengah, kekhawatiran tentang Eropa atau Brexit, semua itu adalah permasalahan yang kami hadapi tapi tidak ada satu pun, menurut hemat kami, yang tidak bisa dihadapi oleh grup kami.”
(prm) Next Article Laba Tak Sesuai Ekspektasi, HSBC Segera Kurangi Pegawai
Most Popular