
Tekanan Pasar Saham Domestik Tidak akan Berlangsung Lama
Shuliya Ratanavara, CNBC Indonesia
06 February 2018 18:20

Jakarta, CNBC Indonesia - Kalangan pelaku pasar menilai koreksi Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) akibat dari tekanan eksternal bursa Amerika Serikat dibandingkan dengan kondisi fundamental. Data-data yang menjadi indikator fundamental ekonomi Indonesia menunjukan angka yang masih aman.
Berdasarkan rilis data Badan Pusat Statistik (BPS), angka pertumbuhan ekonomi 2017 berada di angka 5,07%. Dimana pada kuartal IV 2017 mencapai 5,19%, lebih tinggi dibandingkan pertumbuhan kuartal-kuartal sebelumnya.
"Jadi lebih mendekati ke 5,3% (target pertumbuhan ekonomi 2018), selisihnya sekitar 100 bps ya kemungkinan jadi make sense juga," kata Analis Koneksi Kapital Sekuritas Alfred Naigolan di Bursa Efek Indonesia, Selasa (06/02/2018).
Namun, menurut Alfred, hal itu belum bisa menjadi katalis yang cukup untuk menopang IHSG mengatasi tekanan dari Wall Street.
Di sisi lain, menurut Alfred, tekanan terbesar datang dari Amerika Serikat akibat wacana kenaikan suku bunga acuan The Fed. Ini memicu kenaikan yield obligasi Pemerintah AS, dan ini tidak akan berlangsung lama.
"Kita lihat ternyata (sekarang) yield-nya sudah lebih rendah seharusnya tekanannya juga lebih kecil ke penurunan. Kita lihat malam ini, kalau ternyata koreksinya kecil sekali atau berkurang ya pasti bursa kita, bursa asia juga kemungkinan bisa technical rebound," jelas Alfred.
Lebih lanjut, ia menjelaskan jika tidak ada faktor-faktor yang mempengaruhi kondisi fundamental, koreksi IHSG saat ini sudah cukup dalam dan diperkirakan akan tertahan di kisaran level 6.300 poin.
Naik Tinggi
Ia juga menekankan, koreksi yang dialami oleh Wall Street dan IHSG ini terjadi setelah indeks saham masing-masing mengalami kenaikan yang cukup signifikan. Sampai Januari 2018 rata-rata Bursa Amerika Serikat (DJIA) mengalami kenaikan hampir mencapai 30%. Sementara IHSG sendiri sudah mengalami kenaikan sebesar 19,19% sepanjang tahun 2017.
"Itu tidak bisa dilihat secara parsial hanya di bagian turunnya tapi juga perlu dilihat secara latar belakang sebelumnya dia sudah naik 30%. Indeks kita juga seperti itu," jelas Alfred.
Begitu pula dengan sektor-sektor yang mengalami penurunan cukup dalam seperti pertambangan dan industri dasar. Menurut Alfred kedua sektor tersebut sudah mengalami kenaikan yang cukup signifikan selama satu tahun terakhir.
"Kembali karena faktor tadi mining naiknya sudah relatif tinggi, maka yang akan saya lepas adalah yang sudah menguntungkan buat saya. Industri dasar juga sama, kita lihat yang paling tertekan itu sekarang industri dasar petrokimia kalau kita lihat historisnya ada TPIA dan BPTR itu juga kenaikannya sudah cukup signifikan," jelas Alfred.
Pada perdagangan hari ini saham-saham pertambangan dan industri dasar memang menagalami koreksi yang paling dalam yaitu masing-masing sebesar 2,4% dan 3,1%.
(hps) Next Article Bursa RI Merah Padam! Tenang...Asing Tetap Borong Saham
Berdasarkan rilis data Badan Pusat Statistik (BPS), angka pertumbuhan ekonomi 2017 berada di angka 5,07%. Dimana pada kuartal IV 2017 mencapai 5,19%, lebih tinggi dibandingkan pertumbuhan kuartal-kuartal sebelumnya.
"Jadi lebih mendekati ke 5,3% (target pertumbuhan ekonomi 2018), selisihnya sekitar 100 bps ya kemungkinan jadi make sense juga," kata Analis Koneksi Kapital Sekuritas Alfred Naigolan di Bursa Efek Indonesia, Selasa (06/02/2018).
Di sisi lain, menurut Alfred, tekanan terbesar datang dari Amerika Serikat akibat wacana kenaikan suku bunga acuan The Fed. Ini memicu kenaikan yield obligasi Pemerintah AS, dan ini tidak akan berlangsung lama.
"Kita lihat ternyata (sekarang) yield-nya sudah lebih rendah seharusnya tekanannya juga lebih kecil ke penurunan. Kita lihat malam ini, kalau ternyata koreksinya kecil sekali atau berkurang ya pasti bursa kita, bursa asia juga kemungkinan bisa technical rebound," jelas Alfred.
Lebih lanjut, ia menjelaskan jika tidak ada faktor-faktor yang mempengaruhi kondisi fundamental, koreksi IHSG saat ini sudah cukup dalam dan diperkirakan akan tertahan di kisaran level 6.300 poin.
Naik Tinggi
Ia juga menekankan, koreksi yang dialami oleh Wall Street dan IHSG ini terjadi setelah indeks saham masing-masing mengalami kenaikan yang cukup signifikan. Sampai Januari 2018 rata-rata Bursa Amerika Serikat (DJIA) mengalami kenaikan hampir mencapai 30%. Sementara IHSG sendiri sudah mengalami kenaikan sebesar 19,19% sepanjang tahun 2017.
"Itu tidak bisa dilihat secara parsial hanya di bagian turunnya tapi juga perlu dilihat secara latar belakang sebelumnya dia sudah naik 30%. Indeks kita juga seperti itu," jelas Alfred.
Begitu pula dengan sektor-sektor yang mengalami penurunan cukup dalam seperti pertambangan dan industri dasar. Menurut Alfred kedua sektor tersebut sudah mengalami kenaikan yang cukup signifikan selama satu tahun terakhir.
"Kembali karena faktor tadi mining naiknya sudah relatif tinggi, maka yang akan saya lepas adalah yang sudah menguntungkan buat saya. Industri dasar juga sama, kita lihat yang paling tertekan itu sekarang industri dasar petrokimia kalau kita lihat historisnya ada TPIA dan BPTR itu juga kenaikannya sudah cukup signifikan," jelas Alfred.
Pada perdagangan hari ini saham-saham pertambangan dan industri dasar memang menagalami koreksi yang paling dalam yaitu masing-masing sebesar 2,4% dan 3,1%.
(hps) Next Article Bursa RI Merah Padam! Tenang...Asing Tetap Borong Saham
Most Popular