Bursa Eropa Diramal Ikut Tertular Virus Koreksi

Hidayat Setiaji, CNBC Indonesia
06 February 2018 14:04
Bursa saham Eropa diperkirakan mengalami tekanan dalam pembukaan hari ini.
Foto: Reuters
Jakarta, CNBC Indonesia – Bursa saham Eropa diperkirakan mengalami tekanan dalam pembukaan hari ini. Bursa saham Benua Biru akan tertular virus merosotnya bursa global. 

Mengutip Reuters, Selasa (6/2/2018), bursa Inggris atau FTSE100 diperkirakan dibuka turun 3,7% ke 7.060 pada pembukaan sore hari waktu Indonesia. Sementara bursa DAX (Jerman) diproyesikan dibuka terkoreksi 5,3% menjadi 12.005 dan CAC40 (Prancis) akan melemah 4,9% ke 5.025. 

“Koreksi Wall Street berlanjut ke Asia, di mana Nikkei 225 mengalami pelemahan terdalam sejak 1990. Ini kemungkinan besar akan menular ke Eropa saat perdagangan dibuka,” tutur Michael Hawson, Chief Market Analyst CMC Markets yang berbasis di Inggris. 

Bursa Asia terimbas koreksi dalam yang dialami Wall Street. Dow Jones dicukur gundul sampai melemah 4,6%, S&P 500 terkoreksi 4,1%, dan Nasdaq anjlok 3,78%. 

Dengan pelemahan yang tajam dalam perdagangan dua hari terakhir, maka Dow Jones dan S&P 500 sudah menghabiskan “tabungan” penguatannya sejak awal 2018. Dow Jones secara year to date (YTD) kini minus 1,51%, S&P 500 melemah 0,93%. Hanya Nasdaq yang masih punya simpanan penguatan 1,56%. 

“Sepertinya kita akan melihat pelemahan kala bursa Eropa dibuka. Investor yang gugup akan cenderung keluar,” lanjut Hawson. 

Pemulihan ekonomi di Eropa maju semakin terlihat sehingga cepat atau lambat pasti akan direspons dengan pengetatan kebijakan moneter. Purchasing Manager Index (PMI) dari Markit periode Januari 2018 tercatat 58,8. Naik dari bulan sebelumnya yang sebesar 58,1. Angka PMI Januari 2018 merupakan yang tertinggi sejak Juni 2006. 

Dunia usaha di Benua Biru sepertinya sudah sangat optimistis menyambut 2018. Markit memperkirakan pertumbuhan ekonomi Eropa pada kuartal I-2018 bisa mencapai 1%, yang bila terjadi merupakan level tertinggi sejak 2010. 

Dengan perkembangan ini, stimulus moneter yang bergitu deras dikucurkan oleh bank sentral Uni Eropa (ECB) bisa berakhir kapan saja. Eropa akan menjadi kawasan negara maju kedua yang menerapkan kebijakan moneter ketat setelah Amerika Serikat (AS). 

Namun, pasar khawatir kalau kenaikan suku bunga global terjadi terlalu cepat. Kecemasan ini disalurkan dengan mengamankan diri masing-masing, memburu aset-aset yang aman. Obligasi pemerintah AS menjadi pilihan utama. 

Apalagi imbal hasil (yield) obligasi pemerintah AS sedang sangat menarik, mencapai 2,8%. Bursa saham pun anjlok karena ditinggalkan investor.
(aji/aji) Next Article Bursa RI Merah Padam! Tenang...Asing Tetap Borong Saham

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular