Intikeramik, Potret Buram Industri Keramik Nasional

Arif Gunawan, CNBC Indonesia
01 February 2018 13:02
Intikeramik, Potret Buram Industri Keramik Nasional
Foto: ist
JAKARTA, CNBC Indonesia—Tahun 2017 bukanlah tahun keberuntungan bagi produsen keramik dan porselen PT Intikeramik Alamasri Industri Tbk (IKAI), yang memikul kerugian Rp 52,91 miliar, setelah pada 2016 membukukan rugi bersih Rp 145,36 miliar.
 
Berdasarkan laporan keuangan belum teraudit (unaudited) yang dipublikasikan di situs resmi PT Bursa Efek Indonesia (BEI), penjualan perseroan masih tertekan, dengan pendapatan hanya Rp 13,33 miliar sepanjang 2017, anjlok 84,09 persen dari capaian tahun sebelumnya Rp 83,77 miliar.
 
Situasi ini menunjukkan buramnya industri keramik nasional, mengingat perseroan merupakan pemimpin pasar keramik di pasar domestik dan juga pemasok produk keramik di lima benua dengan merek andalannya Essenza.



Berikut ini beberapa problem yang menyelimuti industri keramik nasional, hingga memukul para pelaku usaha, termasuk raksasa keramik nasional ini.
 
1.      Lesunya Industri Properti
Dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) Komisi VI DPR pada 12 Oktober, Asosiasi Aneka Industri Keramik Indonesia (Asaki) mengadukan nasib bisnis mereka yang menghadapi penurunan drastis dalam dua tahun terakhir, menyusul lesunya pertumbuhan properti dalam negeri.
 
2.      Gempuran Produk Asing
Menurut data Sucofindo, perusahaan inspeksi nasional, Indonesia mencatatkan pertumbuhan impor keramik di atas 20 persen setiap tahunnya. Impor terbesar berasal dari China, disusul Vietnam, yang melibas produk dalam negeri karena menawarkan harga yang jauh lebih murah.
 
3.      Tingginya Harga Gas
Industri keramik Indonesia mengalami tantangan berat dalam beberapa tahun terakhir, terutama karena tingginya harga gas yang menyumbang 40 persen biaya produksi perusahaan keramik. Sejauh ini, delapan pabrik keramik gulung tikar karena persoalan harga gas, menyisakan 32 perusahaan lain yang kembang kempis.
 
4.      Ketimpangan Perjanjian Dagang
Sesuai perjanjian AFTA (Asean Free Trade Area), bea masuk impor keramik dari China akan turun dari 20 persen menjadi 5 persen. Namun, menurut Asaki, China masih mengenakan bea masuk sebesar 20 persen untuk produk yang sama. Berdasarkan analisis terhadap laporan keuangan perseroan, tim riset CNBC Indonesia mencatat setidaknya ada dua strategi yang sedang digencarkan Intikeramik untuk bertahan di tengah situasi sulit. 

1.      Meningkatkan Efisiensi
Manajemen Intikeramik sepanjang tahun lalu berhasil memangkas beban pokok pendapatannya hingga 59 persen. Menurut laporan keuangan per 31 Desember 2017, beban pokok pendapatan perseroan turun menjadi Rp 42,04 miliar, dari tahun sebelumnya yang mencapai Rp 102,61 miliar.  Beban administrasi juga turun drastis, sebesar 82,07 persen, dari Rp 130,61 miliar menjadi Rp 23,42 miliar.

Penurunan terbesar dari pos beban gaji. Perseroan terlihat melakukan pemangkasan besar-besaran sehingga beban gaji pada tahun lalu tersisa hanya Rp 9,79 miliar, dibandingkan dengan posisi setahun sebelumnya yang mencapai Rp 21,91 miliar. Bahkan, beban air, listrik, dan telepon dipangkas hingga seperempatnya, dari Rp 450 juta menjadi hanya Rp 103 juta. Sementara itu, beban penjualan turun 8,41 persen menjadi Rp 6,77 miliar. Beban keuangan turun dari Rp 6,96 miliar menjadi Rp 214,45 juta.  

2.      Loncat ke Bisnis Properti
Emiten yang 84,79 persen sahamnya dimiliki masyarakat ini pada paruh kedua tahun lalu terpantau meraih dana segar senilai Rp 355,65 miliar, lewat pelepasan saham baru (right issue) dengan hak memesan efek terlebih dahulu (HMETD). 

Dana tersebut digunakan untuk mendiversifikasi bisnisnya, masuk ke sektor properti dengan mengakuisisi PT Realindo Sapta Optima, melunasi pembelian saham PT Mahkota Artha Mas dan PT Mahkota Properti Indo Medan.  Dengan menggarap bisnis properti, Intikeramik berusaha menciptakan pasar baru untuk menyerap produknya sendiri.
(hps/hps) Next Article Berharap Saham Likuid, Intikeramik Stock Split 1:2

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular