IHSG Menguat Tipis Namun Rawan Koreksi

Hidayat Setiaji & Houtmand P Saragih, CNBC Indonesia
11 January 2018 09:14
Penguatan IHSG pagi ini dinilai sedikit rawan koreksi karena bursa-bursa global cenderung terkoreksi.
Foto: Muhammad Sabki
  • Harga minyak pagi ini terpantau berada pada kisaran US$ 63,48 per barel. Masih berada pada level tertingi sejak 2014, ini dipicu oleh Krisis Iran yang belum terselesaikan.
  • Ada sejumlah faktor dari dalam negeri yang akan diperhitungkan investor hari ini, yang mungkin akan jadi sentimen positif
Jakarta, CNBC Indonesia - Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) pada perdagangan pagi ini dibuka menguat tipis 0,06% ke level 6.375,03 poin. Penguatan IHSG pagi ini dinilai sedikit rawan koreksi karena bursa-bursa global cenderung terkoreksi.

Pasar saham utama Asia pagi ini mayoritas dibuka pada teritori merah, setelah merespons rencana Pemerintah China mengurangi pembelian obligasi Amerika Serikat (AS). Indeks Nikkei pada pada awal perdagangan pagi ini tercatat terkoreksi 0,25%. Lalu indeks Hang Seng saat pembukaan menguat 0,20%, indeks Shanghai naik 0,23%, indeks Kospi terkoreksi 0,19% dan indeks Straits Times turun 0,02%.

Sebelumny dari Wall Street, indeks Dow Jones ditutup turun 0,07% ke 25.369,13. S&P 500 terkoreksi 0,11% ke 2.748,23 dan Nasdaq melemah 0,14% ke 7.153,57.
  
China berencana mengikuti jejak Jepang untuk memangkas atau menghentikan pembelian obligasi pemerintah AS dengan alasan pasar obligasi AS yang kurang menarik dan meningkatnya tensi perdagangan antara AS dan China. Namun demikian, imbal hasil (yield) obligasi pemerintah AS pun dilaporkan naik hingga mencapai 2,56%, tertinggi dalam 10 bulan terakhir.
 
Sebagai informasi, saat ini China adalah negara asing pemegang obligasi pemerintah AS terbesar, dengan nilai US$ 1,9 triliun per Oktober 2017. Meskipun demikian, beberapa pengamat menyatakan bahwa manuver China ini cenderung terbatas seiring kebutuhan China untuk menjaga nilai tukar dan menjaga kestabilan likuiditas aset dolar.

Harga minyak pagi ini terpantau berada pada kisaran US$ 63,48 per barel. Masih berada pada level tertingi sejak 2014, ini dipicu oleh Krisis Iran yang belum terselesaikan.

Sentimen dalam negeri diantaranya, terkait penerimaan fiskal tahun lalu yang bertambah Rp 4,2 triliun totalnya menjadi Rp 1.659,9 triliun atau 95,6% dari target Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Perubahan (APBN-P). Tambahan penerimaan yang didukung oleh belanja yang tertahan, defisit anggaran ikut mengecil dari realisasi di akhir tahun 2017 sebesar 2,57% terhadap PDB menjadi menjadi 2,42% terhadap PDB.

Kabar lainnya, pemerintah manargetkan penerimaan pajak sebesar Rp 1.424 triliun, naik 24% dari realisasi penerimaan pajak 2017. Kenaikan 24% tersebut jauh di atas target pertumbuhan ekonomi yang di kisaran 5-6%. Target tersebut sudah disepakati pemerintah dan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dan dituangkan dalam Undang-Undang Anggaran Pendapatan Negara (APBN) 2018.

Hal lain dari dalam negeri, pemerintah berkomitmen menurunkan sejumlah aturan larangan dan pembatasan (lartas) impor, simplifikasi tata niaga perdagangan internasional, dan implementasi pengawasan post border hingga 20% dari 10.826 HS code yang diharapkan akan efektif per 1 Februari.

Faktor lainnya, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) akan menghapus 40 peraturan yang ada selama ini. Tujuannya agar aturan tersebut tidak memberatkan dunia usaha. Selain itu, sudah tidak relevan lagi dengan kondisi saat ini.

Berikut adalah peristiwa-peristiwa yang akan terjadi hari ini:
  • Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral mengadakan konferensi pers mengenai kinerja dan proyeksi sektor mineral dan batu bara (13.00 WIB).
  • Rilis data Indeks Harga Produsen AS (20.30).
  • Rilis data klaim pengangguran AS periode minggu pertama 2018 (20.30).
  •  

(hps) Next Article Profit Taking Dorong Pelemahan IHSG Sesi I

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular