Sosok Abdullah Al Qasemi, Tokoh Islam yang Kini Jadi Atheis
Jakarta, CNBC Indonesia - Tokoh intelektual sekaligus pemikir Islam, Abdullah Al Qasemi memilih keputusan yang menimbulkan kontroversial, dengan berbalik menolak ajaran Islam, meski pada masa sebelumnya agama tersebut pernah menjadi fokus utama dalam hidupnya.
Abdullah Al Qasemi lahir pada tahun 1907 di Buraidah, Arab Saudi. Sejak kecil, ia dibesarkan dalam lingkungan yang sangat kental dengan pendidikan agama Islam. Ayahnya kerap memberikan pengajaran keagamaan sejak Qasemi masih sangat muda. Dalam fase itu, ia hanya mengikuti arahan tanpa banyak pilihan.
Sejak beranjak remaja, Qasemi menunjukkan sifat religius dan kemampuan intelektual yang menonjol. Ia mendalami hadis, fikih, hingga bahasa dan sastra Arab. Kepintarannya kemudian mengantarkannya hingga ke Universitas Al-Azhar di Kairo, Mesir, salah satu institusi pendidikan Islam paling terkemuka.
Saat berkuliah, dia mulai dikenal sebagai tokoh intelektual yang menawarkan gagasan baru soal pola pikir bangsa Arab. Mengutip Al Arabiya, Qasemi sempat mendorong negara-negara Arab mengedepankan unsur rasional agar terbebas dari pemikiran mitologis.
Selain itu, dia juga membela gerakan Salafi. Pembelaan ini dituangkan dalam berbagai karya dan orasi ilmiah. Sebagai catatan, menurut situs Britannica, gerakan Salafi adalah gerakan Islam yang berusaha meniru praktik al-salaf al-salih atau para pendahulu yang saleh. Pendahulu yang dimaksud merujuk pada generasi awal umat Islam selama dan setelah masa hidup Nabi Muhammad.
Atas dasar ini, penganut Salafi, termasuk Qasemi, berpegang teguh pada Al-Qur'an, hadis, dan konsesus ulama. Mereka menolak bid'ah dan mendukung penerapan syariat Islam. Meski demikian, dukungan Qasemi terhadap Salafi membuat pihak kampus geram. Alhasil, pada 1931 dia dikeluarkan dari Al-Azhar.
Setelah tak lagi jadi mahasiswa, pemikiran Qasemi seketika berubah. Dari semula anak religius berkat orang tua, pendukung Salafi garis keras, kemudian beralih jadi orang yang meninggalkan kewajiban agama Islam. Puncaknya, dia memantapkan diri sebagai ateis atau tidak mengakui adanya Tuhan.
Keputusan menjadi ateis ini membuat heran banyak orang. Apalagi, dibarengi juga oleh terbitnya karya-karya baru. Salah satu yang kontroversial adalah The Lie to See God Beautiful.
Lewat buku itu, dia mempertanyakan rasionalitas dan dogma agama yang selama ini dianut masyarakat. Atas dasar ini, Qasemi jadi hujatan banyak orang dan musuh masyarakat. Perlahan, Buku-buku dan karya lainnya yang mengkritik agama dilarang banyak negara Timur Tengah.
Banyak juga pihak yang memintanya dihukum mati karena upayanya itu. Bahkan, masih mengutip Al Arabiya, pada 1954 pemerintah Mesir memberlakukan "persona non grata" atau pengusiran kepada Qasemi imbas pemikirannya meluas. Pemerintah tak ingin ada Qasemi lain bermunculan.
Selain itu, dirinya pun berulang kali jadi sasaran pembunuhan, baik itu saat berada di Mesir atau di tempat pengasingan, Lebanon. Hingga akhirnya, upaya penyebaran ajaran liberalisme dan tentangan agama berhenti pada 9 Januari 1996 karena kanker.
(hsy/hsy)