Labubu Hilang Popularitas, Pop Mart Malah Happy

linda hasibuan, CNBC Indonesia
Sabtu, 27/09/2025 07:00 WIB
Foto: Boneka Labubu. (Instagram/popmartid)

ta, CNBC Indonesia - Penjualan boneka Labubu yang fenomenal dikabarkan tengah mengalami penurunan. Satu edisi blind box atau kotak misteri dalam penjualan Labubu awalnya bisa terjual lebih dari 2.000% di atas harga eceran, menurut riset Nomura.

Terbaru, ada tanda-tanda bahwa pasar mulai kehilangan momentum Labubu. Hal ini membuat para penjual panik dan mereka menyaksikan harga turun hingga setengahnya atau lebih.

Pop Mart, perusahaan mainan China yang berada di balik fenomena ini, mengatakan bahwa penurunan harga jual dan popularitas justru yang mereka inginkan.


"Produk kami dibuat untuk orang-orang yang benar-benar terhubung dengan seni dan kegembiraan yang dihadirkannya dan kami senang melihat semangat itu. Membuat seni ini mudah diakses adalah kunci bagi kami," kata Pop Mart dalam pernyataan melalui email kepada CNBC Internasional.

"Jika pembelian semata-mata untuk 'mencari keuntungan', model ini pada akhirnya akan runtuh," paparnya.

Ashley Dudarenok, pendiri perusahaan riset China ChoZan, mengatakan Pop Mart sebelumnya membiarkan harga jual kembali naik untuk meningkatkan daya tarik, tetapi sekarang beralih ke model yang lebih stabil dan berkelanjutan.

"Pasar barang bekas Labubu secara signifikan meningkatkan popularitas mainan tersebut. Di saat yang sama, hal itu tidak terlalu sehat dalam jangka panjang, karena mengasingkan pelanggan sejati Anda, pelanggan jangka panjang. Dan Pop Mart tidak ingin menjadi keajaiban sesaat," kata Dudarenok.

Barometer Pasar Sekunder

Harga jual kembali boneka Labubu mulai menurun setelah Pop Mart meningkatkan produksi untuk memenuhi permintaan, ungkap perusahaan tersebut kepada CNBC, menyusul keluhan tentang calo.

Pop Mart kini memproduksi sekitar 30 juta mainan mewah setiap bulannya. Ini 10 kali lebih tinggi dari tingkat produksi tahun lalu, menurut perusahaan yang berbasis di Beijing tersebut.

Namun, para analis menyebutkan menurunnya permintaan, terutama di China daratan dan untuk versi lama, sebagai faktor lain.

"Saya pikir para calo melepas stok karena mereka takut jika menimbun terlalu banyak, mereka tidak bisa menjual," kata Hao Hong, kepala investasi Lotus Asset Management.

Jeff Zhang, analis ekuitas di Morningstar, memandang pasar sekunder sebagai barometer produk-produk terpopuler Pop Mart. Ketika permintaan melebihi pasokan, platform penjualan kembali menjadi tempat transaksi dan tolok ukur utama ke mana minat akan bergerak.

Menurut data LSEG, saham Pop Mart telah turun 16% selama sebulan terakhir, tetapi masih naik lebih dari 200% year-to-date.

Pop Mart tidak mendapatkan keuntungan dari pasar sekunder; pendapatan diperoleh ketika pembeli membeli langsung. Namun, sensasi dan persepsi kelangkaan yang ditimbulkan turut membantu.

Membawa Labubu kembali ke 'dunia nyata' dirasa perlu, karena mainan yang diproduksi massal pada dasarnya bukanlah barang mewah.

Untuk saat ini, para analis memperkirakan produk-produk terlaris Pop Mart seperti Labubu akan tetap kuat hingga tahun depan, dibantu oleh ekspansi ke luar negeri, terutama di Amerika Utara dan Asia-Pasifik.

Pop Mart telah mengoperasikan taman hiburan dan berkolaborasi dengan merek-merek internasional seperti Uniqlo, Disney, dan Coca-Cola. Perusahaan ini juga berinvestasi dalam animasi orisinal, untuk mengembangkan kepribadian dan latar belakang karakter.

Mengingat umur produk yang terbatas, perusahaan perlu memanfaatkan kepopulerannya selagi masih ada, kata Zhang dari Morningstar. Pop Mart juga berekspansi melampaui strategi blind box, yang memberi konsumen dorongan dopamin yang turut memicu tren tersebut tetapi memicu peringatan dari media pemerintah China tentang efek adiktifnya pada anak-anak.

Tren Masa Depan

Ujian sesungguhnya bagi Pop Mart bukanlah apakah Labubu tetap populer melainkan apakah ia bisa kembali populer.

Dudarenok membandingkan tim Pop Mart dengan "antropolog masa kini", yang meneliti harapan dan perjuangan kelompok konsumen niche untuk menciptakan karakter yang relevan.

"Pop Mart secara konsisten menggali, mengamati, dan mengkurasi. Dan lagi, Labubu juga membutuhkan waktu beberapa tahun. Bukan berarti ia diciptakan lalu tiga bulan kemudian menjadi sensasi internasional," kata Dudarenok.

"Saya yakin mereka akan tetap mengejutkan kita dengan sesuatu yang keren di tahun-tahun mendatang," ungkapnya.


(lih/haa)
Saksikan video di bawah ini:

Video: Kafe di Moskow Bikin Heboh, Labubu Kini Bisa Dimakan