
Survei: Mayoritas Muslim RI Ingin Hukum Syariah Diterapkan

Jakarta, CNBC Indonesia - Sebagian besar umat Islam di Indonesia dan Malaysia mendukung hukum syariat yang ketat dijadikan sebagai hukum resmi negara, menurut laporan jajak pendapat yang dilakukan oleh Pew Research Center baru-baru ini. Lembaga riset tersebut memandang temuan ini sebagai tanda meningkatnya pengaruh konservatisme agama.
Di Indonesia, hampir dua dari tiga orang (atau sekitar 64%) yang disurvei mendukung penerapan hukum syariat dibandingkan hukum sekuler yang ada saat ini. Sementara di Malaysia, ada 86% orang yang mendukung penerapan hukum Islam sebagai hukum negara.
Adapun hukum syariat yang dimaksud dalam jajak pendapat ini termasuk pelarangan alkohol dan hukuman bagi pelaku perzinahan.
Menariknya, di Indonesia, dukungan atas penerapan hukum Islam ini datang baik dari umat yang religius maupun mereka yang tidak menjalankan shalat sehari-hari. Sementara di Malaysia, responden yang shalat setiap hari memiliki kemungkinan lebih besar untuk mendukung penerapan syariat dibandingkan responden lainnya.
Pendapat mayoritas umat Islam tersebut, menurut Pew Research Center, mencerminkan dilema besar yang dihadapi pemerintahan di kedua negara mengingat Indonesia dan Malaysia juga memiliki pemeluk agama minoritas yang cukup besar. Hal ini pada gilirannya mempengaruhi pembuatan kebijakan di Malaysia dan Indonesia.
Pemimpin agama dan politik
Laporan berjudul 'Buddhism, Islam, and Religious Pluralism in South and Southeast Asia' itu juga mencoba menjawab apakah responden mendukung keterlibatan pemimpin agama dalam politik - khususnya, apakah pemimpin agama harus memberikan suara dalam pemilu, berbicara secara terbuka tentang politisi atau partai politik yang mereka dukung, atau menjadi politisi.
Responden di Kamboja, Indonesia dan Malaysia umumnya paling mendukung keterlibatan politik para pemimpin agama. Di sisi lain, sebagian besar orang dewasa di Sri Lanka, Singapura dan Thailand menentang partisipasi aktif para pemimpin agama dalam kehidupan politik.
Misalnya, kurang dari sepertiga warga Singapura (29%), Thailand (24%) dan Sri Lanka (21%) percaya bahwa pemimpin agama harus menjadi politisi. Angka ini jauh lebih kecil dibandingkan jumlah penduduk dewasa di Kamboja (45%), Indonesia (48%). %) dan Malaysia (54%) yang mengambil posisi yang sama.
Di negara-negara yang disurvei, umat Islam lebih cenderung menyatakan bahwa para pemimpin agama harus memberikan suara dalam pemilu dibandingkan umat Buddha.
Secara umum, orang dewasa yang berpendidikan lebih tinggi cenderung tidak setuju bahwa pemimpin agama harus menjadi politisi atau berbicara secara terbuka tentang politisi atau partai politik mana yang mereka dukung. Misalnya, 39% masyarakat Indonesia yang berpendidikan minimal sekolah menengah merasa bahwa pemimpin agama harus menjadi politisi, sementara 52% masyarakat Indonesia yang berpendidikan rendah berpendapat demikian.
Dan orang-orang yang lebih religius - yaitu mereka yang mengatakan bahwa agama sangat penting dalam kehidupan mereka - lebih cenderung percaya bahwa para pemimpin agama harus secara terbuka mendukung partai atau kandidat politik.
(hsy/hsy)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Ini Negara-Negara yang Memisahkan Diri dari Indonesia
