Blak-blakan Menkes Penyebab Lonjakan Kasus Gagal Ginjal Akut

Muhammad Iqbal & Muhammad Iqbal, CNBC Indonesia
02 November 2022 16:42
Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin memberi keterangan pers Nota Keuangan dan Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) 2023 di Aula Chakti Budhi Bhakti (CBB), Kantor Pusat Direktorat Jenderal Pajak, Jakarta, Selasa, (16/8/2022). (CNBC Indonesia/ Muhammad Sabki)
Foto: Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin (CNBC Indonesia/Muhammad Sabki)

Jakarta, CNBC Indonesia - Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin memberikan penjelasan secara perinci perihal lonjakan kasus gagal ginjal akut yang terjadi di tanah air beberapa waktu belakangan. Semua itu dipaparkan BGS, sapaan akrab Budi Gunadi Sadikin, dalam rapat dengan Komisi IX DPR RI, Rabu (2/11/2022).

Menurut dia, gagal ginjal akut disebabkan sejumlah penyebab. Mulai dari infeksi, kelainan genetik, dehidrasi berat, kehilangan darah, karena obat, dan keracunan.

"Jadi kasus AKI (acute kidney injury) ini penyebabnya lebih dari satu, lebih dari satu," ujar BGS.



Dia mengatakan kalau kasus gagal ginjal selalu terjadi. Setiap tahun selalu ada masyarakat yang terkena gagal ginjal.

"Tapi karena memang jumlahnya tidak besar, ini menjadi insiden-insiden yang memang sama seperti penyakit lain terjadi dan ada korban. Sehingga angka yang ada di Januari sampai dengan Juli itu adalah angka-angka yang memang terjadi setiap bulannya di seluruh Indonesia dari 24 juta bayi yang ada," kata BGS.

Mantan wakil menteri BUMN itu mulai melihat peningkatan kasus di akhir Agustus. Memasuki bulan September, Kemenkes pun bergerak.

"Sebenarnya mulainya dari teman-teman di RSCM yang memberi tahu bahwa mereka ada pertemuan dengan IDAI (Ikatan Dokter Anak Indonesia) untuk membicarakan karena RSCM sebagai rujukan nasional masuk (pasien gagal ginjal akut)," ujar BGS.

"Jadi sistem monitoring kita dengan rujukan kita ketangkapnya di RSCM. Dan RSCM bilang pak ini mulai tidak wajar. Biasanya normalnya sebulan satu, sebulan dua, bisa dengan segala macam penyebab tadi ya, tapi ini kok tidak wajar ada kenaikan yang tinggi," lanjutnya.



Untuk itu ketika September, BGS bilang kalau Kemenkes melakukan analisis patologi. Namun ternyata korelasi bahwa penyakit itu disebabkan virus dan bakteri kecil sekali.

"Jadi ada yang bilang leptospirosis, virus ini, virus itu, tetapi semuanya ya di bawah 7%, ada yang 0%," ujar BGS.

"Kita baru mendapatkan trigger begitu kejadian di Gambia 5 Oktober dan itu penyebabnya adalah penyebab kelima dari yang tadi saya sampaikan," lanjutnya.

Mantan direktur utama Inalum itu bilang kalau kemudian Kemenkes melakukan pengecekan terhadap 34 pasien anak. Dari jumlah itu, 70% pasien di dalam darahnya ada kandungan etilen glikol (EG).

"Kita cek obat-obatan di rumah lebih dari 50% anak-anak yang kena itu ada di cairan obat-obatannya. Kita cek biopsi meninggalnya karena EG, confirmed. Dan yang terakhir sudah kita kasih obat yang khusus untuk menawarkan antidotum EQ, confirmed," kata BGS.

"Jadi kalau ditanya penyebabnya apa? Kalau saya bilang sudah pasti. Maksud saya pasti, artinya apa? Faktor risiko paling besar yang menyebabkan anak ini meninggal itu keracunan obat. Faktor terbesar. Apakah ada yang meninggal bukan karena obat? Saya rasa pasti ada, karena tanpa obat sebulan-sebulannya ada," lanjutnya.

Mantan Direktur Utama Bank Mandiri itu menekankan kalau peran Kemenkes adalah memastikan korban meninggal tidak berjatuhan. Untuk itu, Kemenkes harus mengambil keputusan dengan informasi yang terbatas dan cepat.

"Kita bisa menunggu untuk mencari ini kepastiannya apa, tapi kalau yang meninggal 8-10 per bulan, setiap hari kita menunggu karena mencari kepastiannya apa, terlambat," ujar BGS.

"Sehingga waktu itu saya akui memang, sebelum kita 100% pasti karena saya rasa juga tidak akan dapat 100% penyebabnya apa. Tapi begitu kita tahu faktor risiko terbesar adalah obat dengan fakta-fata yang tadi kami sampaikan, kita ambil keputusan kita tadi," lanjutnya.

BGS pun mengatakan kalau hasil dari keputusan Kemenkes terlihat dari penurunan pasien yang masuk ke rumah sakit.

"Dengan demikian kalau ditanya, saya juga menyampaikan di sini juga ada media, ya memang AKI itu disebabkan banyak hal, tapi kita lihat lonjakan terjadi karena senyawa kimia di obat, faktor terbesarnya adalah itu. Apakah 100% karena itu? Tidak. Apakah masih dicari? Bisa kita cari. Tapi kita ambil langkah drastis untuk memastikan nyawa tidak terjadi lagi dan itu terbukti begitu kita ambil keputusan itu langsung menurun drastis," katanya.

"Mudah-mudahan itu bisa menjelaskan ke publik bahwa ada penyebab-penyebab AKI yang lain betul, tapi yang paling drastis menyebabkan kenaikan ini adalah adanya senyawa kimia berbahaya di obat dan kita sudah mengambil langkah-langkah untuk memitigasi itu dan sudah berkurang dengan drastis," lanjutnya.


(miq/hsy)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Menkes Budi: Kasus Gagal Ginjal Akut Capai 325, 178 Meninggal

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular