
China Suram! Muncul Lagi Varian Baru Covid, Lebih Mematikan?

Jakarta, CNBC Indonesia - China sedang menghadapi gelombang kenaikan kasus Covid-19 yang dipicu varian baru bernama NeoCov. Varian itu disebut-sebut sebagai varian baru dari Covid-19 usai era varian Omicron.
Varian tersebut dilaporkan berasal dari China. Kendati pamornya tidak sekuat Delta yang mematikan atau Omicron yang menyebar cepat, tapi varian itu tidak bisa disepelekan begitu saja.
Dalam sebuah laporan, disebutkan NeoCoV sebenarnya bukan varian baru dari virus Corona yang telah menyebabkan pandemi global. Sebaliknya, virus tersebut berasal dari jenis virus Corona yang berbeda, yang terkait dengan sindrom pernapasan Timur Tengah (Mers-CoV).
Mers-CoV adalah virus yang ditularkan ke manusia dari unta dromedari (Arab) yang terinfeksi. Virus itu bersifat zoonosis, artinya ditularkan antara hewan dan manusia dan dapat ditularkan melalui kontak langsung atau tidak langsung dengan hewan.
"Mers-CoV telah diidentifikasi pada dromedari di beberapa negara di Timur Tengah, Afrika dan Asia Selatan," kata Organisasi Kesehatan Dunia, dikutip dari Media Internasional berbasis di Inggris, Independent, dikutip Selasa (12/7/2022).
"Secara total, 27 negara telah melaporkan kasus sejak 2012, menyebabkan 858 kematian yang diketahui karena infeksi dan komplikasi terkait."
WHO mengatakan 35% pasien yang terinfeksi Mers-CoV telah meninggal, meskipun kemungkinan juga karena kasus-kasus bawaan yang mungkin terlewatkan oleh sistem pengawasan yang ada.
NeoCoV adalah kerabat Mers-CoV dan beredar di kelelawar. Dalam penelitian yang diterbitkan beberapa waktu lalu, para ilmuwan yang berbasis di Wuhan memperingatkan NeoCoV dapat menyebabkan masalah jika ditransfer dari kelelawar ke manusia.
Virus Corona khusus ini tampaknya tidak dinetralisir oleh antibodi manusia yang dilatih untuk menargetkan SARS-CoV-2, virus penyebab Covid-19, atau Mers-CoV. Meski virus ini menunjukkan ada potensi ancaman NeoCoV menginfeksi manusia, tetapi tidak ada bukti sejauh ini atau tidak ada indikasi seberapa menular atau fatalnya.
"Kita perlu melihat lebih banyak data yang mengkonfirmasi infeksi pada manusia dan tingkat keparahan yang terkait sebelum menjadi cemas. [Studi] pra-cetak menunjukkan bahwa infeksi sel manusia dengan NeoCoV sangat tidak efisien," ujar Profesor Lawrence Young, seorang ahli virus di Universitas Warwick, mengatakan kepada The Independent.
"Apa yang disoroti ini, bagaimanapun, adalah perlunya waspada tentang penyebaran infeksi virus corona dari hewan (terutama kelelawar) ke manusia. Ini adalah pelajaran penting yang perlu kita pelajari yang membutuhkan integrasi yang lebih baik dari penelitian penyakit menular pada manusia dan hewan," lanjutnya.
(miq/miq)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Maaf Tak Ada RI, Ini 10 Negara Impian Turis China