Cek! Ada Kabar Gak Enak Buat Anda yang 'Selamat' dari Covid
Jakarta, CNBC Indonesia - Saat ini wabah virus corona di beberapa negara semakin melandai. Meski demikian, ada kabar tidak enak bagi mereka yang selamat dari Covid-19.
Sebuah studi baru menunjukkan bahwa penyintas COVID-19 memiliki risiko dua kali lipat mengalami pembekuan darah berbahaya yang mengalir ke paru-paru mereka, dibandingkan orang yang tidak pernah terpapar virus tersebut.
Tidak hanya itu, para penyintas Covid juga disebut memiliki kemungkinan dua kali lebih tinggi mengalami gejala pernapasan.
Penelitian besar yang dilakukan Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit Amerika Serikat (CDC) menemukan satu dari lima orang dewasa berusia 18 hingga 64 tahun dan satu dari empat orang berusia di atas 65 tahun mengalami kondisi kesehatan terkait efek serangan COVID-19. Di antara semua kondisi kesehatan yang dianalisis, pasien paling berisiko mengalami emboli paru akut, gumpalan di arteri paru-paru meningkat paling tinggi. Dua gejala lain yakni batuk kronis hingga sesak napas.
Emboli paru biasanya berjalan ke paru-paru dari vena, dan dapat menyebabkan masalah serius, termasuk kerusakan paru-paru, kadar oksigen rendah, bahkan kematian.
Studi ini didasari pada lebih dari 350 ribu catatan penyintas COVID-19 dari Maret 2020 hingga November 2021. Tim menganalisis 26 kondisi klinis yang sebelumnya terkait dengan long COVID-19. Pasien diamati selama satu bulan terkait keluhan yang dialami, dari yang paling jarang hingga yang paling umum.
Kondisi yang paling umum adalah gejala pernapasan dan nyeri muskuloskeletal. Pada pasien di bawah 65 tahun, risiko kesehatan pada penyintas COVID-19 meningkat untuk sebagian besar jenis kondisi, tetapi tidak ada perbedaan signifikan yang diamati untuk penyakit serebrovaskular, kondisi kesehatan mental, atau gangguan zat tertentu.
"Keparahan dan durasi penyakit COVID-19 dapat memengaruhi kebutuhan perawatan kesehatan dan kesejahteraan ekonomi pasien," tulis para penulis.
"Terjadinya kondisi insiden setelah infeksi juga dapat memengaruhi kemampuan pasien untuk berkontribusi pada tenaga kerja dan mungkin memiliki konsekuensi ekonomi bagi penyintas dan tanggungan mereka," serta menambah beban pada sistem kesehatan.
(hsy/hsy)