Apakah Seseorang Bisa Secara Alami 'Kebal' Terhadap Covid-19?

Khoirul Anam, CNBC Indonesia
29 April 2022 16:20
Pengunjung melakukan pemeriksaan test Covid-19 di Laboratorium Uji test Swab Covid-19 di Kawasan Cilandak, Jakarta, Rabu (9/3/2022). Pemerintah telah memperbaharui kebijakan syarat untuk melakukan perjalanan lewat moda Transportasi publik. (CNBC Indonesia/ Muhammad Sabki)
Foto: Pemeriksaan test Covid-19 di Laboratorium Uji test Swab Covid-19 di Kawasan Cilandak, Jakarta, Rabu (9/3/2022). (CNBC Indonesia/ Muhammad Sabki)

Jakarta, CNBC Indonesia - Ada sejumlah kasus di mana seseorang terpapar virus, sementara yang lainnya tidak. Padahal keduanya mengalami kontak erat, bahkan tinggal dalam satu rumah.

Sejumlah peneliti mengungkap bahwa ternyata ada golongan orang-orang yang lebih kebal terhadap virus Covid-19. Mereka adalah orang yang bergolongan darah O.

Studi yang diterbitkan di Annals of Internal Medicine ini mengungkap bahwa kondisi tersebut terjadi karena golongan darah O atau Rh-negatif memiliki risiko lebih rendah terpapar virus corona baru SARS-CoV-2.

Dari 225.556 orang Kanada yang menjadi subyek penelitian tersebut, diketahui bahwa pada orang dengan golongan darah O mereka memiliki risiko diagnosis Covid yang 12% lebih rendah serta risiko sakit parah atau kematian akibat Covid-19 13% lebih rendah dibandingkan dengan orang bergolongan darah A, AB, atau B.

"Studi kami selanjutnya secara khusus akan melihat antibodi semacam itu, dan apakah mereka menjelaskan efek perlindungan," kata Dr. Joel Ray dari Rumah Sakit St. Michael di Toronto dikutip, Jumat (29/4/2022).

Penelitian serupa juga dilakukan oleh ahli imunologi dari Academy of Athens, Yunani, Evangelos Andreakos. Mereka mencari orang-orang yang mungkin saja kebal terhadap Covid-19.

Para ilmuwan tersebut mencatat, terkadang hanya ada satu yang terhindar dalam suatu keluarga yang terinfeksi Covid-19. Sementara itu, ada juga sejumlah laporan yang menyebutkan mereka tidak terinfeksi, meskipun sudah terpapar COVID-19 beberapa kali.

Meski demikian, para ahli masih harus melakukan penelitian lebih lanjut untuk mengetahui penyebab sejumlah orang lebih resisten terhadap paparan virus.

Adapun berikut beberapa rangkuman fakta soal ada orang yang tidak terinfeksi atau perbedaan gejala pada orang positif Covid-19 setelah terpapar corona.

Peranan Vaksin Covid-19

Vaksin terbukti mengurangi infeksi parah, rawat inap dan kematian. Sebagian besar masih efektif melawan varian yang timbul berikutnya.

Akademisi penyakit menular di Cardiff University Medical School Andrew Freedman mengatakan bahwa banyak orang masih tertular (kebanyakan ringan) infeksi omicron walaupun sudah dapat vaksinasi lengkap, termasuk booster.

"Namun vaksinasi masih mengurangi kemungkinan terkena omicron dan responnya bervariasi. Jadi beberapa orang menangkapnya dan lainnya tidak, meskipun paparannya sangat signifikan," papar dia.

Faktor Genetik

Faktor genetik bisa jadi jawaban dua orang dengan Covid-19 bisa punya gejala berbeda. Profesor imunologi di Imperial College London Danny Altman lewat penelitiannya, dia mengaku telah menemukan variasi antara sistem kekebalan manusia memang membuat perbedaan. Misalnya mengetahui apakah seseorang terkena penyakit simtomatik atau tidak.

Penelitian tersebut berfokus pada gen HLA atau Human Leukocyte Antigen yang berbeda, serta melihat bagaimana gen itu mempengaruhi respons orang pada Covid-19, dan beberapa HLA kemungkinan mengalami simtomatik atau asimtomatik.

"Gen kunci yang mengontrol respons imun disebut gen HLA. Mereka penting sebagai penentu respons saat bertemu SARS-CoV-2. Contohnya orang dengan gen HLA-DRB1*1302 secara signifikan mungkin mengalami infeksi simtomatik," jelas Altman.

Dia juga mengatakan hasil pertama pada uji coba di Inggris yang dilakukan Imperial College dan beberapa badan penelitian lain. Penelitian dengan 36 orang dewasa muda yang sehat dan sengaja terpapar Covid-19, namun hanya setengah dari mereka yang terinfeksi virus.

"Bagaimana Anda memberikan pipet virus dengan dosis yang sama ke dalam lubang hidung orang dan 50% terinfeksi, 50% lainnya tidak?" kata Altman.

Sukarelawan diberikan percobaan dengan virus dosis rendah melalui tetes hidung. Kemudian dilakukan pemantauan oleh staf klinik dalam lingkungan terkendali periode dua minggu.

Hasilnya dari 18 sukarelawan yang terinfeksi, 16 orang mengalami gejala pilek ringan hingga sedang. Termasuk hidung tersumbat atau berair, bersin dan sakit tenggorokan. Dari 18 peserta yang terinfeksi, rata-rata masa inkubasi adalah 42 jam. Ini jauh lebih sebentar dari perkiraan yang ada yakni 5-6 hari.


(hsy/hsy)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Menkes Ungkap Rahasia Indonesia Kebal Covid Omicron XBB

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular