
Terbukti Manjur! Obat Covid Ini Turunkan Risiko Hingga 50%

Jakarta, CNBC Indonesia - Kementerian Kesehatan telah menyiapkan obat untuk Covid-19 yang disebut molnupiravir. Obat anti virus tersebut diketahui dapat menurunkan risiko sakit sedang-berat hingga 50%.
Obat molnupiravir memiliki efektivitas yang cukup tinggi. Efek samping juga tergolong ringan dalam mengobati Covid-19. Obat molnupiravir diketahui bekerja sangat mirip dengan obat antivirus Remdesivir.
Molnupiravir bekerja dengan cara mengganggu aktivitas enzim RNA virus Corona sehingga menghambat perkembangbiakan virus. Dengan ini, maka virus corona akan dibasmi oleh sistem imun tubuh penderita sehingga musnah sepenuhnya. Molnupiravir telah terbukti aktif dalam beberapa uji praklinis SARS-CoV-2, termasuk untuk pengobatan, mencegah perburukan, komplikasi, dan pencegahan penularan.
Kemudian, hasil uji data pra-klinis dan klinis menunjukkan molnupiravir aktif melawan varian SARS-CoV-2 seperti varian Gamma, Delta, Mu, dan Omicron.
Berikut hal yang perlu diperhatikan untuk obat Covid:
- Pasien dengan gejala sedang dan berat mengonsumsi obat oral (dikonsumsi melalui mulut), berbentuk kapsul dan diminum 2 kali sehari selama 5 hari (10 dosis).
- Bagi pasien Omicron yang tidak memiliki gejala, disarankan hanya mengonsumsi vitamin dan makanan sehat.
Kementerian Kesehatan juga telah menyiapkan 20 juta dosis obat Covid yang dapat dibeli di apotek dan wajib melampirkan resep dokter.
Sebelumnya, Ketua Satgas Covid-19 Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia (IDI), Zubairi Djoerban menyebutkan beberapa obat yang sebelumnya dipercaya bisa melawan Covid-19, kini justru terbukti tidak bermanfaat. Lima obat tersebut adalah Ivermectin, Klorokuin, Oseltamivir, Plasma Convalescent, Azithromycin. Menurut Zubairi, obat-obatan tersebut beberapa bahkan menyebabkan efek samping yang serius pada beberapa kasus.
Pada obat yang pertama, Ivermectin, menurutnya, obat ini awalnya untuk mengatasi infeksi parasit ini sempat membuat beberapa pasien membutuhkan rawat inap.
"Tidak disetujui Badan Pengawas Obat & Makanan (FDA) AS, Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), dan regulator obat Uni Eropa. Banyak laporan pasien yang memerlukan perhatian medis, termasuk rawat inap, setelah konsumsi Ivermectin," kata Zubairi, dalam cuitannya di akun Twitter, dikutip CNBC Indonesia, Minggu (6/2/2022).
(hsy/hsy)
[Gambas:Video CNBC]