Deretan 4 Obat Khusus Bila Terinfeksi Covid-19, Ampuh?

Lynda Hasibuan, CNBC Indonesia
02 March 2021 19:07
In this Friday, Jan. 24, 2020, photo released by China's Xinhua News Agency, a medical worker attends to a patient in the intensive care unit at Zhongnan Hospital of Wuhan University in Wuhan in central China's Hubei Province. China expanded its lockdown against the deadly new virus to an unprecedented 36 million people and rushed to build a prefabricated, 1,000-bed hospital for victims Friday as the outbreak cast a pall over Lunar New Year, the country's biggest, most festive holiday. (Xiong Qi/Xinhua via AP)
Foto: Penanganan Serius Pasien Terinfeksi Virus Corona di China (Xiong Qi/Xinhua via AP)

Jakarta, CNBC Indonesia - Virus corona masih menjadi momok menakutkan. Hingga saat ini, belum ditemukan obat khusus yang bisa melawan infeksi virus ini.

Kendati demikian, para ahli tetap berusaha menemukan kandidat obat yang bisa dimanfaatkan untuk mengatasi Covid-19. Beberapa di antaranya adalah obat-obatan yang dulu pernah digunakan pada wabah besar seperti SARS dan MERS.

Perlu diingat, pengobatan pasien Covid-19 didasarkan pada tingkat keparahan gejala virus corona yang muncul. Adapun pengobatan yang dilakukan untuk pasien Covid-19 hanya bersifat menyembuhkan gejala.

Meski begitu, ada beberapa jenis obat digadang-gadang bisa menyembuhkan pasien Covid-19.

Berikut beberapa jenis obat-obatan yang menjadi perhatian WHO dan peneliti kesehatan untuk menyembuhkan virus corona, dikutip dari The Verge.

Klorokuin dan Hydroxychloroquine

Kedua jenis obat ini sebelumnya dikenal sebagai obat malaria. Panel ilmiah WHO yang merancang proyek SOLIDARITY awalnya memutuskan tidak melanjutkan penelitian pada klorokuin dan hidroksi klorokuin tetapi berubah pikiran pada 13 Maret 2020 karena menunjukkan hasil cukup signifikan di beberapa negara.

Peneliti di Prancis juga telah menerbitkan studi di mana mereka merawat 20 pasien Covid-19 dengan hydroxychloroquine. Mereka menyimpulkan obat ini secara signifikan mengurangi viral load pada uji swab.

Namun Society of Critical Care Medicine Amerika Serikat menyebut tidak ada cukup bukti untuk mengeluarkan rekomendasi tentang penggunaan klorokuin atau hidroksi klorokuin pada pasien Covid-19 dewasa yang sakit kritis.

Hydroxychloroquine, khususnya, mungkin lebih berbahaya. Obat ini memiliki berbagai efek samping dan dapat membahayakan jantung.

Remdesivir

Ini merupakan obat pertama yang disetujui Food and Drug Administration (FDA) sebagai pengobatan untuk infeksi virus corona dan masih dipertanyakan keampuhannya. Ini adalah obat antivirus yang diberikan melalui infus kepada pasien berusia di atas 12 tahun yang dirawat di rumah sakit karena masalah pernapasan terkait Covid-19.

Remdesivir sering diberikan bersamaan dengan steroid deksametason. Pada studi awal, pasien infeksi virus corona yang memenuhi kriteria dan mendapat remdesivir memiliki waktu rawat inap lebih singkat di rumah sakit, dan ada anggapan obat itu memperkecil kematian. Namun, studi dari Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) tidak menunjukkan hasil yang luar biasa.

Ritonavir-Lopinavir

Obat kombinasi Ritonavir-Lopinavir yang dijual dengan merek Kaltera awalnya digunakan pada tahun 2000 untuk mengobati infeksi HIV. Pada bulan Februari lalu, dokter di Thailand mengatakan mereka melihat adanya perbaikan kondisi pasien COVID-19 saat diberi kombinasi obat Ritonavir-Lopinavir.

Saat ini WHO sedang menguji kombinasi obat tersebut bersama dengan anti-inflamasi interferon beta, yang diproduksi tubuh secara alami untuk menangkal virus.

Ritonavir-Lopinavir dan Interferon-beta

Tim peneliti WHO, SOLIDARITY, juga akan menggabungkan dua antivirus dengan interferon-beta, sebuah molekul yang terlibat dalam mengatur peradangan dalam tubuh. Kombinasi ketiga obat tersebut sekarang sedang diuji pada pasien MERS di Arab Saudi dalam uji coba terkontrol acak pertama untuk penyakit itu.

Tetapi penggunaan interferon-beta pada pasien dengan Covid-19 yang parah mungkin berisiko. Jika obat diberikan terlambat, penyakit ini dapat dengan mudah menyebabkan kerusakan jaringan yang lebih buruk daripada membantu pasien.


(tas/tas)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Begini Kondisi Kasus Covid di Indonesia setelah PPKM Dicabut

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular