Jangan Terkejut! Banyak Karyawan Sakit Mental karena Pandemi

Thea Fathanah Arbar, CNBC Indonesia
15 February 2021 12:28
Black woman headache and sleeping
Foto: Ilustrasi (Designed by rawpixel.com / Freepik)

Jakarta, CNBC Indonesia - Sebuah laporan mengejutkan datang dari Amerika Serikat (AS). Di mana hampir setengah dari pekerja penuh waktu (full time) di negara itu ternyata telah menderita masalah kesehatan mental sejak pandemic corona (Covid-19) dimulai.

Laporan ini diterbitkan The Standard, perusahaan asuransi yang berbasis di Portland Oregon. Masalah ini kemudian disebut riset tersebut merugikan kesejahteraan karyawan secara signifikan dan berpotensi merugikan perusahaan.

"Sekitar 46% dari 1.400 pekerja yang disurvei pada akhir tahun lalu mengaku mereka telah berjuang dengan masalah kesehatan mental. Lebih tinggi disbanding tahun sebelumnya 39%, " tulis laporan itu dikutip CNBC International, Senin (15/2/2021).

Sebanyak lebih dari separuh pekerja, 55%, mengatakan masalah mental ini dominan mempengaruhi sejak pandemi dimulai. Sayangnya mereka juga tiidak tahu bagaimana meninta bantuan.

"Stigma penyakit mental, terapi dan kesehatan mental di tempat kerja dapat membuat banyak karyawan tidak (bisa) memaksimalkan sumber daya," kata Dr. George James, terapis pernikahan dan keluarga berlisensi dan anggota Dewan Kesehatan Keuangan CNBC.

"Jadi harus ada dukungan dari atas ke bawah untuk masalah ini."

Masalah lain yang dihadapi pekerja adalah stres berurusan dengan orang-orang toxic. Selain itu, pandemi dan peningkatan kesadaran akan ketidakadilan rasial juga sangat membebani jika tak ditangani serius atau didukung.

"Ini dapat mengurangi produktivitas," kata James lagi.

Survei ini bukan satu-satunya membahas penyakit mental pada pekerja semenjak corona datang. Dalam survei dari Forum Ekonomi Dunia dan Ipsos, terdapat 13.000 karyawan di 28 negara dunia, menderita gangguan kecemasan yang meningkat karena keamanan kerja dan perubahan rutinitas kerja mereka.

Hal tersebut membuat pekerja stres. Saat bekerja dari rumah, hampir setengah dari pekerja menyebut mereka merasa kesepian dan terisolasi.

Ini diyakini akan menambah biaya global karena kondisi kesehatan mental pekerja yang buruk berimplikasi pada produktivitas. Di 2010, lembaga itu mencatat biaya terkait hilangnya produktivitas pekerja adalah US$ 2,5 triliun (sekitar Rp 34.000 triliun) dan ini akan menjadi US$ 6 triliun di 2030.


(sef/sef)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Sering Stress Bikin Uban Tumbuh di Usia Muda? Ini Alasannya

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular