Internasional

Resesi Seks Tak Hanya di Korsel, Warga Negara Ini Ogah Kawin

Thea Fathanah Arbar, CNBC Indonesia
10 October 2020 13:22
People wearing face masks to help protect against the spread of the coronavirus prepare to board a train ahead of the upcoming Chuseok holiday, the Korean version of Thanksgiving Day, at the Seoul Railway Station in Seoul, South Korea, Tuesday, Sept. 29, 2020. (AP Photo/Ahn Young-joon)
Foto: Warga bersiap menaiki kereta saat akan melakukan perjalanan menjelang liburan Chuseok di Stasiun Kereta Seoul di Seoul, Korea Selatan, Selasa, 29 September 2020. (AP / Ahn Young-joon)

Jakarta, CNBC Indonesia - Istilah resesi tengah jadi perbincangan hangat di dunia. Banyak negara perekonomiannya jatuh karena corona (Covid-19).

Tapi tak hanya di bidang ekonomi. Resesi juga terjadi di seksualitas warga negara maju.

Pemerintah bahkan pusing karena warga negaranya enggan menikah dan memproduksi keturunan. Terbaru adalah Korea Selatan (Korsel).



Populasi masyarakat terutama di ibu kota Seoul turun drastis. Pertama dalam 35 tahun, populasi kini berada di bawah 9,7 juta, dari data September 2020.

Kementerian Dalam Negeri dan Keselamatan, jumlah penduduk di Seoul mencapai 9,699 juta pada September lalu, turun sebanyak 9.015 (terdiri dari 5.415 pria dan 3.600 wanita) dari 9,708 juta pada Agustus 2020.



Populasi Seoul diperkirakan mencapai puncaknya pada 10,969 juta pada tahun 1992, yang menunjukkan bahwa Ibu Kota ini telah kehilangan 11,5% atau 1,27 juta penduduk dalam waktu kurang dari 30 tahun. Populasinya turun di bawah 10 juta tepat pada Mei 2016.

Setelah mencatat pertumbuhan positif di bulan Januari dan Februari 2020, penghitungan untuk penduduk yang terdaftar turun sebesar 3.307 (Maret), 6.868 (April), 2.291 (Mei), 3.650 (Juni), 5.417 (Juli), dan 7.182 (Agustus).

Di antara sembilan bulan pertama tahun 2020, angka untuk September menandai penurunan paling tajam. Secara kumulatif, populasi kota menurun sebanyak 29.875 selama sembilan bulan pertama tahun 2020. Ini menunjukkan bahwa kota tersebut akan memimpin era penurunan populasi Korsel pada tahun-tahun mendatang.

Dikutip dari The Korea Herald, banyak warga pindah ke provinsi lain. Ini yang melatarbekangi. Namun dari dan kedua malasnya penduduk wanita berumah tangga dan munculnya kelompok feminis yang menentang patriaki.

Namun sebelum Korsel, sebenarnya hal ini sudah terjadi di sejumlah negara maju lain. Sebut saja Jepang, Swedia dan AS.

Jepang

Jepang merupakan negara yang memiliki angka hubungan seksual dan kelahiran anak terendah di dunia. Negeri Matahari Terbit itu bahkan dilaporkan 'memimpin' tren yang mengkhawatirkan ini.

Salah satu yang disalahkan adalah jam kerja yang sangat panjang dan penggunaan robot. Dengan perbandingan 300 buah robot untuk setiap 10.000 orang, tentu orang Jepang semakin nyaman bekerja bersama robot dibandingkan manusia.

Masalahnya, ada kekhawatiran baru mengenai ini. Robot-robot yang semula diciptakan untuk meringankan beban pekerjaan, malah bisa jadi teman hidup di masa depan.

Mengutip Sputnik News, kini di Jepang tengah populer penggunaan robot dan asisten digital untuk keperluan pribadi. Baik berupa robot seks, karakter hologram, sampai asisten rumah tangga digital.

Swedia

Selanjutnya ada negara Swedia yang masyarakatnya lebih suka menjomblo. Masyarakat berusia muda sangat mandiri, sehingga lebih suka tinggal sendiri daripada menikah.

Padahal menurut penelitian, jumlah warga lajang alias jomblo di Swedia adalah yang terbesar di Eropa. Memang budaya pernikahan relatif tidak menonjol pada warga Swedia.

Kotanya saja kebanyakan terdiri dari apartemen-apartemen kecil untuk kehidupan sendiri. Bahkan hampir setengah rumah tangga di Swedia merupakan orang dewasa tanpa anak. Kasus perceraian di Swedia pun jadi yang tertinggi di Eropa.

AS

Resesi seks di AS, juga terjadi di milenial AS. Dalam laporan di 2019, menurut CNBC International, kalangan milenial atau orang-orang muda dengan rentang usia 20-an hingga menjelang 40 tahun malas bercinta. Ini bisa menimbulkan perlambatan ekonomi di AS yang mungkin saja mengarahkan negara pada resesi sesungguhnya.

"Sejumlah penelitian baru-baru ini menyebut jatuhnya tingkat seks dan perkawinan disebabkan oleh teknologi dan peluang baru yang diberikan teknologi yang menyebabkan orang dewasa muda lebih senang menyendiri ketimbang berhubungan dengan manusia lainnya secara langsung," tulis seorang analis Jack Novak.

"Semuanya, mulai dari pornografi online hingga video game canggih, hingga media sosial digunakan oleh banyak remaja sebagai pengganti kontak dengan manusia nyata, terutama untuk pria."


(sef/sef)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Bukan Cuma Resesi Ekonomi, Resesi Seks Hantui Bumi (AS)

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular