Internasional

Usir Mahasiswa Asing dari AS, Trump Digugat Universitas Elit

Thea Fathanah Arbar, CNBC Indonesia
10 July 2020 14:50
Harvard University di Cambridge, Massachusetts/REUTERS/Jessica Rinaldi
Foto: Harvard University di Cambridge, Massachusetts/REUTERS/Jessica Rinaldi

Jakarta, CNBC Indonesia - Perguruan tinggi di California akan menuntut Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump, terkait dengan peraturan baru yang akan memulangkan semua mahasiswa asing ke negara asal, jika institusi pendidikan masih menyelenggarakan kelas secara online di tengah pandemi virus corona (Covid-19).

Gugatan yang diajukan oleh jaksa agung negara bagian muncul ketika Trump memerintahkan institusi pendidikan di wilayah selatan dan barat Negeri Paman Sam untuk dibuka kembali, meskipun kasus infeksi Covid-19 masih terus meningkat di sana.



"Kebijakan melanggar hukum Administrasi Trump ... mengancam untuk memperburuk penyebaran COVID-19 dan mengasingkan ratusan ribu mahasiswa yang belajar di Amerika Serikat," kata pernyataan yang mengumumkan gugatan itu pada Kamis (9/7/2020), dikutip dari AFP.

Sebelumnya, pada Senin (6/7/2020), Penegakan Hukum dan Keimigrasian Amerika Serikat (ICE) mengatakan bahwa mahasiswa asing yang terdaftar dalam program online penuh untuk semester musim gugur ini tidak akan diizinkan masuk ke negara tersebut.



Siswa yang terdaftar dalam program online, harus pindah ke institusi yang melaksanakan metode pendidikan secara langsung. Jika tikda, AS akan meminta mereka meninggalkan negara tersebut dan mungkin akan melakukan deportasi.

Aturan ini mengundang masalah di AS karena ada lebih dari satu juta siswa asing di perguruan tinggi dan universitas AS. Bahkan banyak sekolah bergantung pada pendapatan siswa asing, yang biasanya sudah membayar uang pendidikan secara penuh.

Peraturan ini berpotensi 'mengusir' siswa yang memegang visa F-1 dan M-1 di AS. Beberapa sekolah mengakui akan berusaha mematuhi pedoman baru tersebut sehingga siswa asing tetap tinggal di AS.

Gedung Putih memandang langkah tersebut untuk menekan institusi pendidikan yang belum juga membuka kembali sekolah mereka di tengah pandemi global COVID-19.

"Malu pada Administrasi Trump karena mempertaruhkan tidak hanya kesempatan pendidikan bagi siswa yang mendapatkan kesempatan untuk kuliah, tetapi sekarang kesehatan dan kesejahteraan mereka juga," kata Jaksa Agung Becerra.

Memaksa universitas dan perguruan tinggi California untuk membuka kelas secara langsung akan mengancam keuangan mereka dan dapat mengubahnya menjadi lokasi "penyebar super" penyakit ini, kata Becerra.

Jaksa federal untuk California, yang mengajukan puluhan tuntutan hukum atas kebijakan presiden Republik, menambahkan: "Kita akan melihat Administrasi Trump di pengadilan."

California State University adalah salah satu institusi pendidikan yang berencana menawarkan sebagian besar pendidikan online untuk lebih dari 10.000 siswa asing serta siswa AS pada musim gugur ini.

Universitas Harvard bersama Institut Teknologi Massachusetts, yang juga merencanakan hanya membuka kelas online tahun depan, juga mengajukan gugatan terpisah terhadap kebijakan pada Rabu (8/7/2020).

Harvard dan MIT sebelumnya sudah memindahkan sebagian besar kelas 2020 mereka ke online. Mereka juga berargumen, cara ini sudah dilakukan hampir semua universitas di AS.

Dalam pertemuan di Gedung Putih beberapa waktu lalu, Trump bahkan mengkritik Harvard dan menyebut pendidikan secara online adalah hal konyol. "Cari jalan keluar yang mudah," katanya.

Kelompok penentang Trump mengatakan kebijakan ini adalah agenda pembatasan imigrasi yang selama ini dilakukan sang Presiden. Termasuk menutup akses perjalanan perbatasan Kanada dan Meksiko serta penangguhan visa kerja warga negara asing.

Wakil Sekretaris Departemen Keamanan Dalam Negeri AS Ken Cuccinelli bahkan berujar keras soal mahasiswa asing. "Tidak ada alasan bagi seorang yang memegang visa pelajar untuk hadir di negara ini, jika kampus tidak mengadakan kelas langsung," katanya.

AS sendiri kini mencatat ada 59.941 kasus infeksi baru Covid-19 pada Jumat (10/7/2020), menambah kasus terinfeksi menjadi 3.218.873, dengan 135.794 kasus kematian, dan 1.426.170 pasien berhasil sembuh, menurut data Worldometers.


(sef/sef)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Melania Buka Suara Soal Kerusuhan Massa Trump di Capitol

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular