
Rasio Dunia 70 Tewas per 1000 Kasus Corona, RI 84 per 1000!
Redaksi CNBC Indonesia, CNBC Indonesia
28 April 2020 12:48

Jakarta, CNBC Indonesia- Rasio kematian akibat kasus corona di Indonesia lebih tinggi dibanding rata-rata dunia. Ini terungkap dari data yang diolah oleh South China Morning Post (SCMP).
SCMP tengah mengulas soal kunci kesuksesan Singapura yang memiliki kasus corona tertinggi di ASEAN tapi sukses menekan angka kematian. Sampai berita ini ditulis, hanya terdapat 14 kematian dari 14 ribu kasus yang terjadi di Singapura.
Melansir SCMP, dari sisi statistik Singapura yang memiliki 5,7 juta jiwa penduduk ini bahkan memiliki kasus corona tertinggi ketiga di Asia setelah China dan India. Namun dengan circuit breaker pertama dan kedua, angka kematian bahkan tak menyentuh 100 jiwa.
Ini berbanding terbalik dengan negara-negara tetangganya yang cukup tinggi. Indonesia yang positif 9096 kasus, kematiannya sudah tembus 765 orang untuk konfirmasi pasien positif corona.
Secara statistik, angka kematian di Singapur adalah 0,85 kematian per 1000 kasus. Sementara malaysia adalah 17 kematian per 1000 kasus, dan Indonesia paling tinggi yakni 84 kematian per 1000 kasus.
Rata-rata statistik dunia adalah 70 kematian per 1000 kasus, sampai saat ini Belgia masih memegang rekor rasio kematian tertinggi yakni 153 per 1000 kasus dan China serta AS adalah 53 kematian per 1000 kasus.
Dibandingkan Jepang dan Mexico yang memiliki kasus hampir sama misalnya, Singapura juga jelas lebih sukses. Jepang mencatat 372 kematian, sementara Mexico 1305 kematian.
Di Indonesia, angka kematian pasien akibat corona ini pun sempat jadi polemik. Ikatan Dokter Indonesia sebut angka kematian riil sebenanrya sudah lewat 1000 kasus.
Tapi,Juru Bicara Pemerintah untuk penanganan covid-19, Achmad Yurianto menjelaskan kisruh pencatatan data terkait korban virus corona dan memastikan tak ada manipulasi data.
"Pemerintah tak berkepentingan dan mendapatkan keuntungan dengan manipulasi data. Justru akan merugikan dan mengacaukan kerja selama ini," ujarnya saat video conference di kantor BNPB, Jakarta, Kamis (23/4/2020).
Menurutnya data yang dibutuhkan adalah data kasus COVID-19 yang sudah dikonfirmasi dari hasil laboratorium melalui pemeriksaan antigen dengan real time PCR, bukan melalui pemeriksaan antibody rapid test. Data inilah yang kemudian digunakan untuk menyusun dan melaporkan data kasus yang sembuh hingga meninggal.
(gus/gus) Next Article Begini Kondisi Kasus Covid di Indonesia setelah PPKM Dicabut
SCMP tengah mengulas soal kunci kesuksesan Singapura yang memiliki kasus corona tertinggi di ASEAN tapi sukses menekan angka kematian. Sampai berita ini ditulis, hanya terdapat 14 kematian dari 14 ribu kasus yang terjadi di Singapura.
Melansir SCMP, dari sisi statistik Singapura yang memiliki 5,7 juta jiwa penduduk ini bahkan memiliki kasus corona tertinggi ketiga di Asia setelah China dan India. Namun dengan circuit breaker pertama dan kedua, angka kematian bahkan tak menyentuh 100 jiwa.
Secara statistik, angka kematian di Singapur adalah 0,85 kematian per 1000 kasus. Sementara malaysia adalah 17 kematian per 1000 kasus, dan Indonesia paling tinggi yakni 84 kematian per 1000 kasus.
Rata-rata statistik dunia adalah 70 kematian per 1000 kasus, sampai saat ini Belgia masih memegang rekor rasio kematian tertinggi yakni 153 per 1000 kasus dan China serta AS adalah 53 kematian per 1000 kasus.
Dibandingkan Jepang dan Mexico yang memiliki kasus hampir sama misalnya, Singapura juga jelas lebih sukses. Jepang mencatat 372 kematian, sementara Mexico 1305 kematian.
Di Indonesia, angka kematian pasien akibat corona ini pun sempat jadi polemik. Ikatan Dokter Indonesia sebut angka kematian riil sebenanrya sudah lewat 1000 kasus.
Tapi,Juru Bicara Pemerintah untuk penanganan covid-19, Achmad Yurianto menjelaskan kisruh pencatatan data terkait korban virus corona dan memastikan tak ada manipulasi data.
"Pemerintah tak berkepentingan dan mendapatkan keuntungan dengan manipulasi data. Justru akan merugikan dan mengacaukan kerja selama ini," ujarnya saat video conference di kantor BNPB, Jakarta, Kamis (23/4/2020).
Menurutnya data yang dibutuhkan adalah data kasus COVID-19 yang sudah dikonfirmasi dari hasil laboratorium melalui pemeriksaan antigen dengan real time PCR, bukan melalui pemeriksaan antibody rapid test. Data inilah yang kemudian digunakan untuk menyusun dan melaporkan data kasus yang sembuh hingga meninggal.
(gus/gus) Next Article Begini Kondisi Kasus Covid di Indonesia setelah PPKM Dicabut
Most Popular