Bukan Ngadi-Ngadi! Ini Deretan Investasi yang Cuan Tahun Ini

Putu Agus Pransuamitra, CNBC Indonesia
19 December 2020 14:35
Pentingnya Investasi
Foto: Edward Ricardo

Jakarta, CNBC Indonesia - Tahun 2020 yang sebentar lagi berakhir menjadi tahun jungkir balik bagi pasar finansial global. Pandemi penyakit akibat virus corona (Covid-19) yang belum pernah terjadi di era modern membuat perekonomian global merosot, bahkan masuk ke jurang resesi. Alhasil, aset-aset investasi, terutama yang berisiko tinggi menjadi ambrol.

Pasar saham di bulan Maret lalu mengalami aksi jual besar-besaran, sebelum berhasil bangkit semester II 2020. Memang beberapa saham ada yang cuan jumbo, tetapi secara keseluruhan jika dilihat dari Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) masih membukukan pelemahan 3,1% sepanjang tahun ini.

Kemudian reksa dana, kinerjanya juga kurang menggembirakan. Melansir data dari Bareksa, indeks reksa dana saham dalam satu tahun terakhir minus 6,99%, indeks reksa dana campuran menguat tipis 0,66%, sementara reksa dana pasar uang turun tipis 0,44%.

Namun, reksa dana pendapatan tetap mampu menguat 7,81%.

Baik IHSG maupun berapa reksa dana menunjukkan kinerja negatif di tahun ini, tetapi jika melihat beberapa bulan ke belakang justru melesat tinggi. IHSG sudah menguat 11 pekan beruntun, dengan total persentase nyaris 24%.

Kemudian indeks reksa dana saham melesat 21% dalam 3 bulan terakhir, indeks reksa dana campuran 12,35%, sementara indeks reksa dana pendapatan tetap justru penguatannya terpangkas menjadi 3,55%.

Maklum saja, kondisi perekonomian global berangsur-angsur mulai membaik, apalagi setelah vaksinasi dimulai, sentimen pelaku pasar pun membaik dan kembali masuk ke aset-aset berisiko.

Sementara aset aman (safe haven) yang merupakan lawan aset berisiko masih mampu membukukan penguatan. Tetapi jangan salah, di bulan Maret lalu harga emas dunia juga ikut ambrol. Saat itu, virus corona ditetapkan sebagai pandemi, yang menyebabkan aksi jual masih di berbagai aset. Saat itu muncul istilah "cash is the king", pelaku pasar mencairkan asetnya dan memilih memegang uang tunai.

Tetapi bukan sembarang uang tunai, hanya dolar AS, sementara mata uang lainnya rontok. Tetapi, di semester berbalik lagi, dolar AS justru keok, dan mata uang lainnya mulai merangkak naik.

Berikut beberapa investasi yang akhirnya cuan di tahun ini

Mata uang yang paling berjaya di tahun ini adalah Krona Swedia, yang mampu membukukan penguatan 13,2% melawan dolar AS. Ketika mata uang tersebut menguat tajam melawan dolar AS, maka hal yang sama terjadi ketika berhadapan dengan rupiah.

Melansir data Refinitiv, krona Swedia membukukan penguatan lebih dari 15% melawan rupiah sepanjang tahun ini. Namun, krona tentunya kurang familiar bagi masyarakat Indonesia.

Ada 2 mata uang yang familiar dan penguatannya juga mencapai 2 digit, yakni dolar Australia dan euro.

Sepanjang tahun ini, dolar Australia tercatat menguat nyaris 11% melawan rupiah, sementara euro 10,15%.

Dolar Australia belakangan ini terus menguat akibat membaiknya kondisi ekonomi. Biro Statistik Australia kemarin melaporkan tingkat pengangguran turun menjadi 6,8% dari bulan Oktober sebesar 7%. Selain itu, sepanjang bulan November terjadi perekrutan tenaga kerja sebanyak 70 ribu orang.

Data tersebut mengkonfirmasi membaiknya perekonomian Australia. Di awal bulan ini, bank sentralnya (Reserve Bank of Australia/RBA) menunjukkan optimisme terhadap kondisi perekonomian.

Pada hari Selasa (1/12/2020), RBA dalam pengumuman rapat kebijakan moneter hari ini mempertahankan suku bunga 0,1%.

Gubernur RBA, Philip Lowe, menunjukkan sikap optimis perekonomian Australia akan bangkit dari resesi yang terjadi untuk pertama kalinya dalam 3 dekade terakhir. Ia optimis dalam pemulihan ekonomi Australia, sebab perekonomian sudah dibuka kembali dan penambahan kasus baru penyakit virus corona (Covid-19) nyaris 0.

"Pemulihan ekonomi sedang berlangsung, dan data ekonomi yang dirilis belakangan ini lebih baik dari perkiraan sebelumnya," kata Lowe, sebagaimana dilansir Reuters.
Artinya, ketika sukses meredam Covid-19 dan perekonomiannya bangkit, maka mata uangnya akan ikut menguat.

Sementara itu, Eropa dulu sukses meredam Covid-19, tetapi belakangan kembali mengalami serangan gelombang kedua. Tetapi, perekonomiannya masih cukup kuat, terlihat dari sektor manufaktur masih mampu mempertahankan ekspansi, bahkan lebih tinggi lagi.

PMI menggunakan angka 50 sebagai ambang batas, di atasnya berarti ekspansi, sementara di bawah berarti kontraksi.

Data dari Markit menunjukkan purchasing managers' index (PMI) manufaktur Prancis sebesar 51,1 di bulan ini, naik dari bulan November sebesar 49,6. Sementara itu motor penggerak ekonomi Eropa, Jerman, PMI manufakturnya tercatat sebesar 58,6, lebih tinggi dari sebelumnya 57,8.

Untuk zona euro secara keseluruhan, PMI manufaktur tercatat sebesar 57,3, naik dari sebelumnya 55,6.

Alhasil, nilai tukar euro terus menguat melawan rupiah.

Emas menjadi primadona di tahun ini, harganya meroket hingga mencapai rekor tertinggi sepanjang masa bulan Agustus lalu.

Berdasarkan data Refintiv, harga emas dunia sepanjang tahun ini atau secara year-to-date (YtD) menguat sekitar 23%. Sementara itu emas batangan produksi PT Aneka Tambang (Antam) Tbk. atau yang dikenal dengan emas Antam melesat lebih dari 35%.

Setelah mencapai rekor tertinggi bulan Agustus lalu, harga emas terus menurun. Tetapi di tahun depan diprediksi akan kembali naik. Sebab kebijakan moneter masih akan longgar, dan Amerika Serikat akan kembali menggelontorkan stimulus fiskal.

"Kita akan melihat pergerakan liar beberapa pekan ke depan, tetapi fundamental bullish emas masih tetap ada. Faktor yang akan membawa emas menguat lagi di tahun 2021 tidak akan hilang," kata Ole Hansenm kepala strategi komoditas di Saxo Bank.

Stimulus moneter dan fiskal di AS akan menjadi pemicu penguatan emas di tahun depan. Dengan stimulus tersebut, jumlah mata uang yang beredar akan meningkat, dan memicu inflasi. Emas secara tradisional dianggap sebagai aset lindung nilai terhadap inflasi, sehingga permintaannya akan meningkat.

Potensi kenaikan inflasi tersebut membuat Wells Fargo memprediksi emas akan mencetak rekor tertinggi sepanjang masa di US$ 2.200/troy ons.

Sementara direktur trading global Kitco, Peter Hug memprediksi emas akan mencapai US$ 2.500/troy ons hingga US$ 3.000/troy ons di tahun depan.

"Level tertinggi tahun 2020 akan dilewati. Jika kita melihat inflasi naik lagi, emas akan menguat ke US$ 2.500 - US$ 3.000/troy ons sangat mungkin sampai bank sentral mulai mengetatkan kebijakan moneter. Tetapi pengetatan kebijakan moneter paling cepat baru akan dilakukan pada 2022, bahkan mungkin lebih lama lagi," kata Hug, sebagaimana dilansir Kitco, Jumat (18/12/2020).

Selain emas, bitcoin juga mencetak rekor tertinggi sepanjang masa, bahkan meroket hingga 3 digit. Tetapi, bitcoin masih menuai pro dan kontra, ada yang menganggapnya sebagai aset investasi ada juga yang melihat sebagai spekulasi belaka.

Tetapi, belakangan ini mulai terjadi pergeseran, investor institusional mulai "bermain" bitcoin. Melihat hal tersebut, bitcoin tentunya bisa menjadi alternatif investasi.
Harga Bitcoin terus mencetak rekor tertinggi sepanjang sejarah di pekan ini. Rekor tertinggi yang berhasil dicapai di US$ 23.774,4/BTC pada hari Kamis (17/12/2020) lalu, sebelum mengakhiri perdagangan di level US$ 22.787,21/BTC.

Sementara itu, pada Jumat kemarin, bitcoin mengakhiri perdagangan di level US$ 22.900,5/BTC yang merupakan rekor penutupan tertinggi sepanjang sejarah. Sepanjang tahun ini, hingga penutupan perdagangan kemarin, bitcoin sudah meroket 220%.

Meski sedang terus menanjak, tentunya banyak yang masih teringat dengan pergerakannya pada 2017 lalu. Pada Desember 2017 lalu, bitcoin mencetak rekor tertinggi sepanjang masa US$ 19.458,19/BTC, tetapi malah ambrol nyaris 80% setahun berselang.

Melihat pergerakan tersebut, dan volatilitasnya yang sangat tinggi, artinya naik turun yang besar bisa terjadi dalam waktu singkat, tentunya membuat bitcoin dianggap sebagai "barang" spekulasi semata.

Menurut CEO Galaxy Digital, Mike Novogratz, kenaikan bitcoin kali ini berbeda dengan tahun-tahun sebelumnya. Tahun 2017 misalnya, saat mencetak rekor tertinggi sepanjang masa, kemudian malah ambrol nyaris 80% setahun berselang.

Menurut Novogratz saat itu penguatan bitcoin dipicu aksi spekulatif dari investor ritel, sementara saat ini investor institusional mulai masuk ke bitcoin.

"Anda tidak bisa membeli bitcoin di Citibank atau Bank of Amerika, tetapi ahli strategi mereka membicarakan tentang ini. Kita melihat institusi mulai membeli bitcoin, kita melihat investor kaya raya membeli ini, dan di luar negeri mulai diadopsi oleh institusi," kata Novogratz sebagaimana dilansir CNBC International.

Larry Fink, CEO BlackRock, perusahaan asset management terbesar di dunia, pada Oktober 2017 lalu mengatakan bitcoin adalah "indeks pencucian uang".

Namun, pendapat Fink kini berubah, ia kini mengatakan bitcoin bisa berevolusi menjadi "pasar global" karena berhasil menarik "perhatian dan imajenasi" pada millennial.

Millennial memang menjadi investor utama bitcoin saat ini, dan hal tersebut menjadi kunci akan masa depan bitcoin. Sebab ke depannya, pasar keuangan global akan didominasi oleh kaum millennial.

Hasil survei dari JP Morgan menunjukkan, millennial lebih memilih bitcoin ketimbang emas.

"Dua kelompok menunjukkan perbedaan dalam preferensi untuk mata uang 'alternatif'. Kelompok yang lebih tua memilih emas, sementara kelompok muda memilih bitcoin," kata analis JP Morgan yang dipimpin Nikolaos Panigirtzoglou dalam sebuah catatan yang dikutip Kitco, Selasa (18/8/2020).

Sementara itu hasil survei, deVere Group, perusahaan financial advisory independen dan fintech, terhadap 700 lebih millennial di berbagai negara, sebanyak 67% menyatakan mereka memilih bitcoin sebagai aset safe haven ketimbang emas.

Millennial akan menjadi kunci penting bagi masa depan bitcoin, sebab berdasarkan hasil survei DeVere, akan ada transfer kekayaan antar generasi yang besar. Berdasarkan estimasi, transfer kekayaan tersebut mencapai US$ 60 triliun dari generasi baby boomers ke millennial.

Artinya, dengan millennial lebih memilih bitcoin sebagai safe haven ketimbang emas, ketika transfer kekayaan terjadi tentunya investasi ke bitcoin kemungkinan akan lebih besar lagi. Bahkan tidak menutup kemungkinan bitcoin akan benar-benar menggeser posisi emas.

TIM RISET CNBC INDONESIA

Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular