Pemuda Yahudi Kerja ke RI Jadi ART, Berubah Jadi Orang Terkaya
Jakarta, CNBC Indonesia - Profesi Asisten Rumah Tangga (ART) kerap diremehkan orang. Namun, sejarah membuktikan profesi ART bisa mengantarkan seseorang ke jajaran orang terkaya.
Sosok tersebut adalah Leendert Miero yang memiliki nama asli Jehoeve Leip Benjegiehel Snijder. Miero merupakan Yahudi asal Rusia yang datang ke Hindia Belanda pada 1775.
Awalnya melamar sebagai tentara VOC, tetapi kemudian ditugaskan sebagai ART di rumah bosnya, yakni Reiner de Klerk. Dia diharuskan mengurusi rumah besar milik pejabat VOC itu.
Setelah tiga tahun bertugas, dia melalukan kesalahan yang tak dimaafkan, yakni tertidur ketika sedang bekerja. Kejadian ini dipergoki langsung oleh Reiner dan membuatnya marah besar hingga bertindak kasar.
Dia lantas memukuli Miero sebanyak 50 kali hingga bersumpah akan balas dendam kepada bosnya. Balan dendam itu bukan dalam arti kekerasan, tetapi kekayaan. Dia bertekad akan kaya raya seperti bosnya.
"Demi nenek moyang Abraham, Ishak dan Yakub, suatu hari saya bakal beli seluruh rumah dan tanah ini!"
Sejarawan Herald van de Linde dalam Jakarta: History of Misunderstood City (2020) menceritakan, setelah mengucapkan sumpah itu dia mengundurkan diri dari VOC dan beralih menjadi pengusaha.
Miero layaknya orang Yahudi pada umumnya yang punya tekad besar. Dia berdagang emas di Glodok dari pagi hingga malam hari. Baginya, jadi pengusaha adalah satu-satunya cara meraih kekayaan. Sampai akhirnya, dia pun menjadi kaya raya.
Menurut Adolf Heuken dalam Tempat-tempat Bersejarah di Jakarta (2016) keberhasilan memiliki banyak uang membuat Meiro mampu membeli apa yang diinginkan. Dari mulai toko, tanah, rumah-rumah, termasuk rumah yang disebut dalam sumpahnya itu.
Pada akhirnya, Meiro merasa dendamnya telah terbalas. Sayangnya, sang mantan majikan tak sempat menyaksikan kesuksesan mantan bawahannya karena telah meninggal dunia. Yang tersisa hanyalah sang istri.
Maka pada tahun 1818, Meiro membeli seluruh properti bekas milik mantan bosnya itu dan mulai hidup sebagai salah satu orang terkaya di Batavia (kini Jakarta).
"Setiap tahun, Meiro rutin menggelar pesta besar di rumah itu, tepat di hari ia pernah dihukum cambuk, sebagai bentuk peringatan," tulis Herald van de Linde.
Tak hanya rumah tersebut, pria kelahiran 22 April 1755 ini juga membeli lahan sangat luas sekitar 25 kilometer di selatan Batavia. Lahan itu dulunya milik pejabat Belanda dan di atasnya ia membangun rumah megah yang kemudian dikenal masyarakat sebagai 'Pondok Gede'.
Sejak saat itu, nama Meiro dikenal luas sebagai juragan tanah. Ia wafat pada 10 Mei 1834, dan seluruh hartanya diwariskan kepada anak-anaknya. Tanah dan rumah yang dulu dikuasainya kini telah berkembang menjadi kawasan Pondok Gede di Jakarta Timur.
(mfa/sef)