CNBC Insight

Petaka! Gempa M8,3 Picu Tsunami 15 Meter-Besi 1,5 Ton Terseret 11 Km

MFakhriansyah, CNBC Indonesia
Jumat, 01/08/2025 12:40 WIB
Foto: Segmen Megathrust di Indonesia. (Dok. BRIN)

Jakarta, CNBC Indonesia - Peristiwa gempa bumi berkekuatan M8,7 Skala Richter yang melanda Kamchatka, Rusia, Rabu (20/7/2025), harus menjadi peringatan setiap orang, terutama di Indonesia, tentang pentingnya kesiapsiagaan menghadapi bencana. Gempa ini memicu peringatan dini waspada-siaga tsunami di berbagai negara, termasuk Indonesia.

Sama seperti Kamchatka, Indonesia berada di kawasan rawan bencana karena terletak di jalur pertemuan lempeng tektonik. Hidup di wilayah seperti ini membuat kita harus siap menghadapi aktivitas tektonik dan vulkanik.

Meski teknologi telah berkembang pesat, hingga kini belum ada alat yang benar-benar mampu memprediksi kapan dua fenomena alam tersebut akan terjadi. Maka, pendekatan terbaik yang bisa ditempuh adalah belajar hidup selaras dengan alam, termasuk belajar dari peristiwa bencana pada masa lalu.


Salah satunya adalah gempa megathrust yang terjadi Laut Banda, Kepulauan Maluku pada 1 Agustus 1629, tepat hari ini 396 tahun lalu. 

Gempa Megathrust-Tsunami 15 Meter

Gempa Banda 1629 tercatat berkekuatan M8,3 dan memicu tsunami setinggi 15,3 meter.

Menurut catatan Wichmann dalam riset "Die erdbeben des indischen archipels von 1858 bis 1877" ("Gempa Bumi di Kepulauan Hindia pada 1858-1877") (1901), gelombang tsunami melaju ke arah Barat dan menghantam Benteng Nassau di Banda Naira, serta sejumlah desa pesisir.

Dampaknya sangat menghancurkan. 

"Pemecah gelombang yang dibangun dari batu di depan benteng hancur dihantam air. Gelombang tersebut masuk ke dalam benteng dan menyeret bongkahan besi seberat 1.558 kilogram sejauh 11,3 meter," tulis Wichmann. 

Tak banyak catatan sejarah yang tersisa dari peristiwa ini. Namun, berabad-abad kemudian, dua ilmuwan, yakni Zac Yung-Chun Liu dan Ron A. Harris, berhasil melakukan simulasi gempa dan tsunami Banda 1629

Menurut riset keduanya berjudul "Discovery of possible mega-thrust earthquake along the Seram Trough from records of 1629 tsunami in eastern Indonesian region" (2013), bencana ini digolongkan sebagai gempa megathrust.

Gempa diakibatkan oleh tumbukan antara lempeng Indo-Australia dan Eurasia, tepatnya di zona subduksi lempeng Banda di Selatan Pulau Seram. Gempa ini juga bukan peristiwa tunggal. 

Lewat perhitungan matematis, peneliti dari Brigham Young University itu mengungkap gempa-gempa susulan terus berlangsung selama sembilan tahun setelah kejadian utama. Efeknya pun dirasakan hingga radius 300 kilometer dari pusat gempa.

Namun, tsunami hanya tercatat di Banda. Wilayah Ambon, kota besar dekat pusat gempa, tak terdampak tsunami. Bagi para peneliti, detail ini sangat penting. 

"Arah datangnya gelombang dan fakta bahwa tsunami tidak tercatat di Ambon membantu mempersempit kemungkinan lokasi sumber gempa," tulis mereka dalam jurnal tersebut.

Potensi Bahaya Masa Depan

Di abad ke-20, eksplorasi lautan mulai membuka rahasia di Laut Banda, yang ternyata beberapa kali dilanda gempa besar, salah satunya terjadi pada 1674. Kala itu, Ambon dilanda gempa dan tsunami yang menewaskan 2.000 orang. 

Salah satu penemuan penting dalam ekspedisi tersebut adalah keberadaan Palung Weber. Menurut riset "Rolling open Earth's deepest forearc basin" (2016), palung Weber memiliki kedalaman mencapai 7.400 meter dan membentang seluas 50 ribu kilometer persegi.

Palung ini terbentuk ribuan tahun lalu bersamaan dengan kerak bumi di wilayah yang kini menjadi zona aktif tumbukan antarlempeng bumi.

Posisinya yang berada di antara pertemuan Lempeng Indo-Australia dan Lempeng Eurasia membuat kawasan ini sangat labil. Aktivitas tektonik di bawah permukaan laut dapat memicu peristiwa besar, termasuk longsoran tanah bawah laut, yang berpotensi menimbulkan gelombang tsunami.

Kekhawatiran ini bukan isapan jempol. Catatan sejarah bencana telah membuktikannya. Lalu, dalam sebuah studi berjudul "Pemodelan Tsunami di Sekitar Laut Banda dan Implikasi Inundasi di Area Terdampak" (2017), para peneliti sudah mensimulasikan skenario terburuk dari aktivitas tektonik di Banda. 

Hasilnya, tsunami setinggi 7,7 meter diperkirakan akan terbentuk akibat aktivitas di Laut Banda. Pulau Seram bagian Timur akan menjadi kawasan pertama yang dilanda gelombang dahsyat tersebut.

Dari temuan ini, kita belajar ancaman gempa dan tsunami selalu mengintai dari kedalaman lautan. Dan sudah seharusnya, cara terbaik yang bisa dilakukan adalah belajar berdamai dengan alam lewat upaya mitigasi yang baik.

 

Naskah ini merupakan bagian dari CNBC Insight, rubrik yang menyajikan ulasan sejarah untuk menjelaskan kondisi masa kini lewat relevansinya di masa lalu. Lewat kisah seperti ini, CNBC Insight juga menghadirkan nilai-nilai kehidupan dari masa lampau yang masih bisa dijadikan pelajaran di hari ini.

 


(mfa/mfa)