Leonard Theosabrata Bicara UKM Hingga Rencana Besar Smesco

Lynda Hasibuan, CNBC Indonesia
29 November 2021 14:45
Direktur Lembaga Layanan Pemasaran Koperasi dan Usaha kecil Menengah (Smesco Indonesia) Leonard Theosabrata
Foto: Direktur Lembaga Layanan Pemasaran Koperasi dan Usaha Kecil Menengah (Smesco Indonesia) Leonard Theosabrata (Dokumentasi Smesco Indonesia)

Jakarta, CNBC Indonesia - Pandemi Covid-19 turut berdampak kepada sektor usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM). Kendati demikian, tidak semua pelaku UMKM terpukul oleh pandemi tersebut.

Menurut Direktur Lembaga Layanan Pemasaran Koperasi dan Usaha kecil Menengah (Smesco Indonesia) Leonard Theosabrata, ada pula pelaku-pelaku dari skala kecil dan menengah yang memperoleh keuntungan di tengah pandemi Covid-19.

Dalam wawancara via zoom meeting dengan CNBC Indonesia, Senin (22/11/2021), Leonard juga membeberkan soal tantangan UMKM ke depan hingga rencana besar Smesco Indonesia di tahun 2022.

Simak petikan wawancara CNBC Indonesia dengan pria yang juga Co-Founder The Good Depts berikut:

Pandem Covid-19 telah berimbas kepada sektor UMKM. Bagaimana tanggapan Anda?
Secara general (umum), yang terdampak semuanya. Di Indonesia ada 25 juta UMKM dan kita menyadari 99% di antaranya adalah level mikro. Penanganan untuk level mikro tentu berbeda dengan yang 1% (kecil dan menengah).

Sedangkan yang sering terekspos yang terlihat justru malah bukan yang kecil dan menengah, tapi yang mikronya. Padahal yang kecil dan menengah banyak yang sedang menikmati keuntungan dengan adanya sejumlah faktor seperti perubahan paradigma market akibat pandemi Covid-19. Mengapa? Sebab, digitalisasi pun menjadi lebih baik, investasi yang mungkin lebih terfokus karena ada 'musuh' bersama (pandemi Covid-19).

Penanganan terhadap 99% pelaku UMKM di level mikro ini isunya sangat berbeda dan sangat membutuhkan pembiayaan yang memang datang dari pemerintah. Bagi mereka, ada jangka waktu mungkin harian atau mingguan. Istilahnya ini bicara 'ekonomi perut'. Ini yang treatment-nya juga sudah ada seperti BPUM (Banpres Produktif Usaha Mikro) dan sebagainya.

Tapi bukan berarti kebijakan itu bisa menghadirkan perubahan yang signifikan misalnya naik kelas (dari level mikro ke level kecil dan menengah) karena itu hanya strategi bertahan. Bertahan saja butuh biaya sebesar itu, apalagi naik kelas.

Oleh karena itu, di kementerian kami (Kementerian Koperasi dan UKM), bicara fokus mengenai naik kelas, kita coba agregasi dan konsolidasi supaya gerbong-gerbong yang kecil dan menengah bisa lebih besar. Utamanya yang kecil dan menengah ini jadi naik kelas sehingga bisa membawa yang di bawahnya. Kita pakai pendekatan yang sifatnya lebih entrepreneur life, business life, dan investment oriented.

Terkait itu, kayaknya tahun depan akan ada satu pergerakan luar biasa di bidang investasi dan ini menjadi kesempatan UKM. Karena kita dengar Presiden (Joko Widodo) akan merilis Merah Putih Fund. Kemudian keinginan Kementerian BUMN berinvestasi ke startup karena pemerintah tidak ingin 'kecolongan' lagi. Jangan sampai kita menjadi pasar saja.

Beberapa waktu lalu saya bicara dengan CEO salah satu unicorn. Dia bilang kalau ekosistem yang ada di hilir sudah bagus, namun ada kendala karena masih banyak diisi barang-barang luar negeri. Sehingga kita cuma jadi pasar. Masalahnya ada di investasi. 

Oleh karena itu, agregasi dan ekosistem pembiayaan harus fokus ke sana. Misalnya terkait komoditas, investasi juga harus meliputi pengolahan hingga logistik jangan sampai istilahnya duit ada, barang nggak ada.

Kita juga harus bekali pelaku UKM dengan good governance misalnya, sehingga mereka siap saat investasi masuk. Ini kan tantangan dan pendekatannya melalui inkubasi. Itu proses yang berjalan perlahan dan membutuhkan biaya lebih.

Oleh karena itu, tidak bisa dilakukan pemerintah semata. Pemerintah juga harus bekerja sama dengan pemangku kepentingan lain agar bisa menjadi kenyataan. Banyak teman di swasta dan instansi lain yang sudah melakukan hal sama. Tinggal kita integrasinya bagaimana.

Sebetulnya jangan pesimis. Saya optimis pada tahun 2022 akan ada ledakan cukup signifikan. Kita sudah melewati dua tahun pembenahan yang sebelumnya belum pernah terjadi di Indonesia. Dan memang butuh waktu. Semoga tahun 2022, 2023 kita bisa lihat hasilnya.



Menurut Anda, apa kendala terbesar dalam pengembangan UMKM di tanah air? Apakah selalu dari sisi pembiayaan?
Kalau bicara isu terkait UMKM, sebetulnya dari dulu sampai sekarang nggak berubah. Masih itu-itu saja. Cuma skalanya yang berbeda dan kondisi. Kalau kita lihat, masalahnya itu literasi dan hal tersebut juga sudah diidentifikasi dengan kita memberikan edukasi melalui online dan sebagainya.

Kemudian kapasitas. Misalnya bisa manufacturing atau bisa buat suplai dan memperluas market. Quality problem itu juga pasti. Yang terakhir access to market, termasuk ada access to finance, back end office, dan sebagainya.

Sebetulnya, sudah banyak swasta yang main back office player, integrated, hingga solusi logistik. Tinggal Smesco mengambil posisi sebagai agregator karena kita punya posisi sebagai institusi pemerintah yang punya 'cap garuda'. Ini harus dipakai dengan bijaksana.

Mereka juga punya isu yang tidak bisa diselesaikan oleh mereka. Bukan berarti kita nggak bantu direct yang di bawah tapi kita melakukan sesuatu pendekatan yang lebih efisien saja.

Contoh, saya meeting dengan House of Indonesia (sebuah entitas bisnis yang dikelola diaspora Indonesia di Sydney Australia). Saya drill mereka, punya apa, maunya apa, infrastrukturnya apa, jangan sampai cuma datang bawah proposal saja.

Kita juga di Smesco Indonesia kenapa cuma punya fulfillment center tapi bukan e-commerce karena kita merasa e-commerce sudah banyak. Tapi yang dibutuhkan oleh pemangku kepentingan kita masih minim. Ini kan dari hasil diskusi, mendengarkan, kita coba melakukan sesuatu.

Saya rasa isu ini banyak tapi dengan ekosistem sekarang artinya semakin digital menjadi lebih efisien. Semua kita lakukan karena kita punya data.

Basis data awal Smesco itu ada 3.000 pelaku UMKM, sekarang di atas 50 ribu. Ini belum dicampur data dengan kementerian karena kita melakukan pendekatan, data itu orang berikan secara sukarela, dia mendapatkan value dengan services yang kita tawarkan.

UMKM ini juga sudah lelah diminta data. Kita harus create tools, kita tawarkan services menyediakan tools yang bisa membantu mereka. Nanti mereka makin banyak, dengan analisis data yang luar biasa, kita bisa menggiring atau mengkonvoi arahnya ke mana. Seperti negara lain juga.

Sejak menjabat 2019, apa capaian-capaian Smesco Indonesia?
Kita hanya coba kembali ke tupoksi (tugas pokok dan fungsi) Smesco Indonesia, yaitu lembaga layanan pemasaran. Untuk bisa melakukan pemasaran yang baik, kita tarik dari peran hilirisasi. Dipasarkannya apa? Di mana? Semua ekosistem yang dibuat untuk menjadi lembaga pemasaran yang baik.

Kembali lagi ke tupoksi kita. Kalau tidak ada pandemi, mungkin kita bisa lakukan lebih cepat. Smesco juga adalah sebuah BLU (badan layanan umum), sebagian anggarannya adalah PNBP (penerimaan negara bukan pajak) yang semua anggarannya harus dihasilkan sendiri.

Oleh karena itu harus punya semangat. Meskipun nggak cari profit tapi juga harus menghasilkan agar sustainable. Kita membentuk revenue center baru. Sesuatu yang sebelumnya nggak ada.

Kita melakukan penjualan produk. Kita bangun ekosistem pembiayaan yang buat UMKM naik kelas. Kita bikin Smesco Labo supaya ada inisiatif yang nanti bisa menjadi konvoi, punya pusat layanan, platform dropshipper dan reseller.

Kita ingin jadi agregator. Upaya konsolidasi ini bukan berarti tidak ada isu. Saya bersyukur sudah bisa melakukan itu meskipun baru mulai. Mulai dari agregasi komoditas, pelatihan pendampingan, inkubasi, sosialisasi logistik, kita punya ekosistem.

Salam satu yang penting ada di ujung, Smesco Hub Indonesia Timur. Kita merasa jangkauannya harus diperluas sampai ke timur. Ini bukan cabang, tapi investment yang bisa nantinya mendatangkan investasi lebih banyak untuk titik yang diperlukan.

Kita juga memfokuskan Smesco Hub Indonesia Timur di Bali. Dimonitor dari Pulau Bali bersama dengan Jakarta. Biar bisa bantu. Banyak area yang masih tertinggal.

Smesco dan Kimia Farma sudah MoU mengkurasi UMKM yang tadinya nggak bisa masuk ke Kimia Farma sebagai reseller BUMN, kita kurasi, kemudian dibeli oleh Kimia Farma. Kimia Farma dapat PO di mana 3/4 berasal dari kurasi baru. Nilainya Rp 2 miliar. Ini baru 30 toko, padahal Kimia Farma itu punya 1.300 toko.

UMKM butuh financing agar bisa memenuhi order-order tersebut. UMKM harus siap. Kalau (permintaan) naik 10 kali lipat, kita siap. UMKM juga harus ke arah sana. Ini banyak faktor. Tapi kita senang ada laporan barang UMKM ada di Kimia Farma.

Pak menteri (Menteri Koperasi dan UMKM Teten Masduki) berpesan tidak usah banyak program, bantuin berjualan. Di masa kayak gini ada program-program seperti Gernas BBI, kerja sama BUMN dengan UMKM (PaDi UMKM), dan sebagainya bertujuan agar UMKM lebih berdaya.

Direktur Lembaga Layanan Pemasaran Koperasi dan Usaha kecil Menengah (Smesco Indonesia) Leonard Theosabrata (Dokumentasi Smesco Indonesia)Foto: Direktur Lembaga Layanan Pemasaran Koperasi dan Usaha kecil Menengah (Smesco Indonesia) Leonard Theosabrata (Dokumentasi Smesco Indonesia).

Dalam hitungan hari kita akan memasuki tahun 2022. Apa rencana-rencana besar Anda?
Kita ingin fokus ke fulfillment center kita. Selain itu, kita mau memberdayakan aset-aset kita. Sebab, pelayanan itu tadi yang mendorong sales.

Smesco Hub Indonesia Timur juga investasinya mau kita persiapkan. Jadi narasinya kita persiapkan buat G20 tahun depan. Itu merupakan salah satu agenda kementerian. Kita harapkan bisa dipertanggungjawabkan dan kelihatan di dunia.

Fokus kategori di Smesco pun kita kerucutkan, meliputi semua program yang kita jalankan dalam payung SPARC. Filosofinya seperti percikan. Inisiatifnya kecil-kecil namun bisa menginspirasi, nggak cuma keluar biaya besar. Walau kecil tapi bisa menginspirasi menjadi besar.

Semoga Smesco Hub Indonesia Timur bisa menjadi inspirasi di daerah lain, bisa lebih luas dari pada di Bali. Jadi 2020 adalah tahun mitigasi, 2021 adalah tahun kolaborasi, 2022-2023 tahun transformasi, dan kita berharap 2023 'barang' sudah jadi sehingga bisa diestafetkan ke pengurus setelah ini.

Selama memimpin Smesco dan mendukung pengembangan UMKM, apa produk-produk Indonesia yang dicari pasar luar?
Antara menjawab demand dulu atau menyiapkan supply dulu. Tapi sebetulnya ada beberapa kategori yang kami anggap merupakan potensi Indonesia.

Ini bukan mereka-reka, sudah ada sejak zaman VOC. Mereka menjajah Indonesia dengan tujuan agro. Kita masih jual curah. Fokus di sana harus ada. Ada satu komoditas agro, kemudian processing, ada investasi, menghasilkan bahan baku fundamental biar bisa masuk ke farmasi, herbal, makanan dan minuman.

Ini bisa, dari kelapa, jadi macam-macam. Kategori utamanya herbal sama wellness product. Itu Indonesia bisa menang. Ada satu brand yang luar biasa, omzet sudah Rp 1,5 triliun dalam 5 tahun. Kalau ada 10 atau 20 brand sejenis, unicorn bisa lewat.

Bisnis ini juga berhubungan dengan kelangsungan hidup orang banyak, termasuk juga petani di mana bisa kita take care. Dan juga kita bisa mengendalikan market. Jangan main di sesuatu yang mana kita nggak punya competitive adventages.

Kita harus perkuat local indigenous product. Ada tiga tuh, agro process, herbal and wellness, dan local indigenous product.

Kalau di program kita satu lagi, yaitu Loka Hejo. Ada Loka Tani, Loka Saji, Loka Seni. Ini sama. Tani, agro process, saji herbal and wellness tapi makanan, seni, local indigenous product. Ketiga ini nggak bisa dipisahkan.

Kita harus punya narasi yang kuat. Kalau satu pulau punya keyakinan bahwa produk turunan budaya, dipakai satu budaya, belinya di mana saja. Negara harus buat barang-barang khas kita harus dicap secara nasional, secara negara, kalau ini produk utama kita.

Misal produk warisan budaya X. Itu kan bentuk proteksi kalau itu dimiliki Indonesia. Kalau dari luar Indonesia ya palsu. Ini yang harus dilakukan karena at the end persaingannya branding. Untuk itu, kita juga harus perkuat intellectual property kita.

Direktur Lembaga Layanan Pemasaran Koperasi dan Usaha kecil Menengah (Smesco Indonesia) Leonard Theosabrata (Dokumentasi Smesco Indonesia)Foto: Direktur Lembaga Layanan Pemasaran Koperasi dan Usaha kecil Menengah (Smesco Indonesia) Leonard Theosabrata (Dokumentasi Smesco Indonesia)



Kepada para pelaku UMKM, apakah Anda ada tips agar mereka bisa go international?
Sebetulnya itu kan tergantung dalam bentuk apa. Kalau barang produksi dan dikonsumsi secara internasional, bakalan lebih mudah. Tapi harapan ke depan kita bisa menjual brand. Itu lebih kompleks. Karena di sana juga ada pemain lokal yang mana jadi saingan kita.

Sedihnya kita itu dibombardir barang luar yang lebih tahu pasar kita. Kalau kita mau mendikte internasional, harus ada keunggulan komparatifnya. Yang saya lihat bisa besar itu adalah narasi. Kita 'ngarang' saja, asyik sendiri, karena semua kebudayaan, ada satu titik di mana dia dikarang yang sekarang menjadi budaya.

Bagaimana kita bisa menciptakan sesuatu untuk 10-20 tahun ke depan? Aceh sampai Papua saja itu berbeda 180 derajat. Tidak ada namanya makanan Indonesia, tapi pasti khas daerah. Misal di Labuan Bajo, semua sudah oke, infrastruktur juga, tapi nggak ada budaya yang khas. Makanan terenak di sana adalah makanan Italia. Ini fakta.

Untuk itu, saya kirim tim ke sana, kita coba cari potensi Labuan Bajo, dari protein apa, bumbu apa, rempahnya apa, balik ke Smesco, dan dikarang. Jadilah ikan pepes bajo. Kalau laku lima tahun lagi, maka dia akan jadi khas Bajo.

Jangan misal pulang dari Medan, bawanya bolu, pulang dari Papua bawa abon. Kita bisa bawa sesuatu yang lain, yang khas. Masa kita jual sushi ke orang jepang. Kalau sudah urusan abon dan sambel ya kita.

Anda juga menggagas KRTA. Apa yang ingin Anda capai?
KRTA itu salah satu inisiatif dari Smesco Labo. Kita hadirkan fasilitas yang punya kemampuan untuk menciptakan sesuatu beserta blue print hingga business model. Kita ada lab-lab berbeda.

Misalnya di Smesco kita nggak fokus di building brand, melainkan kendaraan listrik niaga yang bisa dipakai UMKM. Ini modul nantinya bisa disesuaikan dengan UMKM, butuhnya jadi apa. Awalnya konversi lalu engineering, misal kendaraan ini kita usahakan tinggi TKDN-nya.

Bahan baku tersedia dari Sabang sampai Merauke. Dari tempat yang jauh diharapkan teman-teman juga bisa ikut membuat. Ini pemikiran bersifat demokratis.

KRTA bicara secara reaksi. Bisakah siluet-siluet ini jadi pakaian Indonesia yang baru. Yang bisa adopsi wastra nusantara ke dalam siluet ini yang sebetulnya benang merah sudah dilihat, dari Sabang-Merauke yang sebetulnya ada mirip-mirip.

Kayak baju kurung, baju bodo, dan sebagainya. Tapi kita nggak punya pakaian nasional. Saya pengennya pemimpin kita, ke PBB, ke ajang-ajang internasional, jangan pakai jas. Kita pakai pakaian Indonesia yang rumpunnya Indonesia.

Kita buat peluang baru, di-endorse sama pemimpin dan jadi kekuatan bersama. Semua yang diusahakan Smesco Labo bertujuan menciptakan peluang baru di Indonesia.

Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular