CNBC Indonesia Economic Update

Sri Mulyani Ungkap Ancaman Ekonomi Hingga Rencana Tax Amnesty

Lidya Julita Sembiring, CNBC Indonesia
Selasa, 13/07/2021 10:45 WIB
Foto: Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati (Tangkapan Layar CNBC Indonesia TV).

Jakarta, CNBC Indonesia - Pandemi Covid-19 telah berlangsung lebih dari satu tahun. Dampak yang ditimbulkan tidak hanya terasa di sektor kesehatan semata, melainkan juga perekonomian.

APBN memiliki peranan penting, tidak hanya untuk mengatasi dampak yang ditimbulkan, melainkan juga untuk mendorong pemulihan ekonomi. Namun demikian, situasi yang dinamis terkait Covid-19, salah satunya akibat mutasi virus varian delta, telah berdampak pula pada pemulihan tersebut.

Di titik inilah APBN dituntut untuk responsif menyikapi dinamika-dinamika yang ada. Bagaimana langkah Kementerian Keuangan (Kemenkeu) merespons tantangan demi tantangan itu? Bagaimana pula dengan rencana kebijakan sektor perpajakan yang menarik perhatian seperti tax amnesty II?


Simak penuturan Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati dalam program CNBC Indonesia Economic Update, Senin (12/7/2021), berikut ini:

Penerimaan negara saat ini sedang tertekan. Sementara di sisi lain pemerintah butuh belanja lebih banyak lagi untuk mendorong perekonomian. Bagaimana kondisi fiskal pemerintah saat ini?

Kita semuanya baru saja para menteri keuangan dan gubernur bank sentral G20 menyelesaikan pertemuan di Venice, Italia. Saya tidak hadir tapi datang secara video conference. Di dalam pertemuan itu, kita semuanya melihat di satu sisi harapan bahwa tahun 2021 akan terjadi pemulihan ekonomi.

Namun, di sisi lain muncul juga beberapa hal yang merupakan risiko yang harus diwaspadai, terutama yang semuanya menyampaikan adalah masalah Covid-19, yaitu munculnya varian baru yang begitu menular. Itu semuanya mengancam beberapa perekonomian dunia bahkan dalam pertemuan G20 beberapa menteri tidak hadir secara fisik seperti dari India, China, kita sendiri kemudian Australia dan beberapa negara lain yang tidak hadir.

Ini menggambarkan bahwa kalau kita bicara tentang ketahanan APBN yang merupakan instrumen penting, para menteri keuangan menyampaikan mereka mendukung perekonomian yang pulih sama seperti kita yang juga melakukan untuk melindungi perekonomian kita, untuk menangani Covid, untuk melindungi masyarakat kita yang paling rentan.

Nah, tahun 2021 ini, sampai dengan semester I terutama kuartal II, kita lihat pemulihan begitu sangat cepat. Kita lihat dari mulai PMI global, kemudian baltic dry indeks yang menggambarkan perdagangan perdagangan internasional, juga di Indonesia sendiri adalah PMI kita yang tertinggi, ekspansif dan dari sisi konsumen juga terlihat adanya confident yang meningkat, ritel juga melonjak sampai dengan bulan Mei, bahkan pada pertengahan Juni.

Sebelum kemudian kita melihat munculnya varian delta dari virus corona yang begitu dominan. Jadi sampai semester I penerimaan perpajakan kita juga meningkat bahkan positif. Kita lihat growth-nya untuk perpanjangan itu 8,8% dan ini menggambarkan baik pada kepabeanan dan cukai yang menggambarkan perdagangan internasional, ekspor kita dua bulan berturut-turut tumbuh 50%, di atas 50% April dan Mei dan juga untuk bahan baku barang modal juga melonjak. Itu menggambarkan kegiatan manufaktur yang sudah mulai meningkat.

Hal ini yang mungkin perlu untuk kita di satu sisi memiliki alasan untuk memiliki harapan bahwa tahun 2021 tetap merupakan tahun pemulihan, namun kita tidak lengah dan tetap waspada. Seperti yang tadi juga disampaikan varian Covid-19 yang terus berubah dan ini menimbulkan ancaman dan tentu kecepatan kita untuk melakukan vaksinasi.

Karena kalau vaksinasi itu meluas dan cukup banyak maka tradeoff atau pilihan antara bagaimana kita bisa menjaga masyarakat dari Covid-19 dan melindunginya dan di sisi lain kegiatan ekonomi dan sosial yang sudah mulai kita bisa normalisasi atau kita pulihkan. Itu yang merupakan tantangan paling penting di dalam kita mengelola ekonomi, sosial dan terutama pada saat kita menghadapi Covid ini.

PPKM Darurat tentu saja akan membuat anggaran meningkat. Baru-baru ini bahkan Pak Airlangga (Menko Perekonomian Airlangga Hartarto) menyampaikan ada usulan tambahan anggaran di angka Rp 225,4 triliun. Sebenarnya seperti apa strategi baru untuk mempertahankan dan sambil memperkuat keamanan fiskal Indonesia, in case PPKM darurat ini harus diperpanjang lagi?

Pertama tadi saya sampaikan dari sisi penerimaan ada harapan baik itu dari pajak, kemudian bea dan cukai dan juga dari penerimaan negara bukan pajak (PNBP) karena tadi adanya kenaikan harga-harga komoditas kita lihat meningkatkan penerimaan negara bukan pajak kita. Ini merupakan sesuatu yang merupakan aspek positifnya. Tapi di sisi lain belanja juga mengalami perubahan terutama tadi kenaikan Covid-19 yang menyebabkan belanja kita harus meningkat terutama di sektor kesehatan dan perlindungan masyarakat.

Nah di sisi lain kita memang mendorong belanja pemerintah di dalam rangka untuk mendukung pemulihan ekonomi. Sampai dengan semester I kemarin tumbuh 19% dan itu memang memberikan dukungan yang luar biasa bagi pemulihan ekonomi kita. Belanja barang kita naik sampai 79% terutama dalam rangka membantu masyarakat seperti bantuan kepada usaha kecil menengah (UMKM), kemudian untuk kesehatan itu masuk dalam belanja barang terutama untuk vaksinasi dan juga belanja modal kita naik hampir 90%. Nah ini menggambarkan bahwa APBN bekerja luar biasa untuk ikut atau mendorong pemulihan ekonomi.



Dari sisi kita melihat terjadinya lonjakan Covid-19 dan kemudian diterapkannya PPKM Mikro maka kita juga perlu untuk memberikan perlindungan atau percepatan belanja terutama kepada masyarakat yang vulnerable, maka kita meningkatkan belanja untuk bantuan sosial, dua bulan untuk yang BST dan untuk PKH kita majukan untuk kuartal ketiganya dibayarkan pada bulan Juli dan ini juga kita tambahkan lagi dari sisi diskon listrik terutama untuk masyarakat yang paling bawah, yaitu 450 VA dan 900 VA. Itu 32 juta lebih pelanggan yang akan mendapatkan perpanjangan diskon sampai dengan September.

Nah anda menanyakan bagaimana kemudian kita memenuhi belanja yang meningkat? di satu sisi belanja ini memang sudah dicadangkan karena kita tahun 2021 temanya tetap pemilihan ekonomi. Defisit (APBN) 5,7% itu ditujukan supaya kita mampu mendorong ekonomi, apakah itu belanja modal dan belanja barang dan bansos. Namun dengan adanya kenaikan Covid-19 ini maka belanja di bidang kesehatan menjadi meningkat.

Kami melakukan refocusing artinya belanja-belanja yang kita anggap tidak prioritas dan bisa ditunda kita melakukan penundaan dan pengalihan kepada belanja untuk mendukung PPKM darurat. Dan di sinilah muncul sekarang belanja untuk kesehatan naik menjadi Rp 193 triliun, tadinya kita mengalokasikan di bawah Rp 150 triliun jadi Rp 172 triliun dan sekarang jadi Rp 193 triliun. Ini terutama untuk testing, tracing, treatment terutama untuk pembayaran mereka yang kemudian vaksinasi ditingkatkan. Bapak presiden (Presiden Joko Widodo) minta dari 1 juta menjadi 2 juta dan bahkan 3 juta pada kuartal akhir tahun 2021. Ini jelas membutuhkan mobilisasi anggaran yang luar biasa.

Di sisi lain masyarakat perlindungan sosial tadi telah saya sampaikan ditingkatkan. Nah anda menanyakan bagaimana kita melakukan refocusing? tadi saya sudah sampaikan kemarin di dalam sidang kabinet terakhir ada lebih dari Rp 26 triliun belanja-belanja yang di semester II yang kita lihat bukan merupakan belanja yang prioritas atau bisa ditunda, kita minta untuk itu dialihkan menjadi belanja di bidang kesehatan dan tambahan bansos.

Di sisi lain juga transfer ke daerah juga sama. Di sisi lain kita sudah memberikan transfer tapi kita melihat daerah harus mengalokasikan dari transfer yang kita berikan kepada mereka untuk penanganan Covid-19, untuk melindungi masyarakat. Sebanyak 8% dari DAU, DBH dan juga DAK Fisik serta dana insentif daerah kita mintakan untuk ditujukan bagi perlindungan masyarakat dan penanganan Covid-19 dan Dana Desa juga sama Rp 72 triliun ini kita mintakan untuk 8 juta masyarakat desa atau kelompok masyarakat desa yang harus diberikan bantuan sosial.

Ini yang menggambarkan bahwa APBN kita memang harus dinamis dan responsif, karena kita tidak pernah tahu dari kenaikan Covid-19 itu kapan terjadinya dan bentuknya akan seperti apa, yang kita lakukan adalah mengupayakan supaya tidak makin menjadi buruk dan tentu untuk masyarakat bisa terlindungi.

Harus tetap terus dinamis dan responsif kesehatan fiskal kita juga tidak lepas dari angka defisit APBN. Sampai kapan defisit APBN kita masih memungkinkan untuk bisa terus dilonggarkan di atas 3%?

Berdasarkan Undang-Undang 2 Tahun 2020 yaitu yang awalnya adalah perppu dari Presiden karena kita merespons kondisi Covid-19 tahun 2020 yang lalu, maka kita menetapkan bahwa anggaran atau APBN kita untuk tiga tahun berturut-turut bisa dapat memiliki defisit di atas 3%, ini adalah berbeda dengan tahun-tahun sebelumnya di bawah UU keuangan negara yang maksimal defisit 3%.

Saya tadi di awal menyampaikan ada pertemuan G20, di dalam pertemuan ini juga disampaikan banyak negara yang harus betul-betul menimbang bagaimana dan kapan kita akan menarik dukungan fiskal dan moneter bagi perekonomian yang sedang terhantam oleh Covid-19. Di dalam komunikasi di antara negara-negara G20 para menteri menyampaikan bahwa kita semuanya harus berhati-hati dalam menarik dukungan, jangan terlalu cepat dan jangan terlalu drastis karena akan menimbulkan dampak bagi perekonomian yang mungkin sedang dalam pemulihan ini.

Oleh karena itu di satu sisi kita punya UU Nomor 2/2020 yang akan kita laksanakan dan ini berarti sampai dengan tahun 2022, nanti untuk tahun 2023 kita masih akan membahas dengan DPR tahun depan dan itu dimulai pada bulan Maret dan tentu pada saat itu kita akan mengevaluasi seluruh elemen pemulihan ekonomi kita. Dari sisi demandnya apakah konsumsi sudah pulih atau sudah bisa tumbuh, terutama untuk kelompok menengah atas yang selama ini tertahan karena Covid-19.

Tentu kalau kita berharap vaksinnya sudah mulai meluas dan tantangan Covid makin bisa kita kendalikan maka confident bagi konsumen akan bisa pulih kembali dan itu memulihkan cukup signifikan perekonomian kita. Investasi juga kita akan lihat nanti dan juga perdagangan internasional seperti ekspor dan impor.

Ini semua komponen yang akan menentukan bagaimana desain APBN tahun 2022 ke depan. Tentu tetap harus sangat pragmatis. Di satu sisi lihat semua data karena ini adalah policy yang harus di-drive dan didasarkan oleh data, bukan oleh suatu keyakinan yang tidak berdasar karena ekonomi itu di satu sisi adalah mengenai data statistik tapi juga psychologist dan signaling dan pemerintah dalam hal ini akan tetap menjaga pemulihan ekonomi secara konsisten karena ini penting sekali.


(miq/miq)
Saksikan video di bawah ini:

Video: Lirik Prospek Bisnis Produk Perawatan Rambut Lokal Go Global

Pages