CNBC Indonesia Economic Update

Sri Mulyani Ungkap Ancaman Ekonomi Hingga Rencana Tax Amnesty

Lidya Julita Sembiring, CNBC Indonesia
13 July 2021 10:45
Infografis/ Dukungan APBN untuk PPKM Darurat Dan Penanganan Kesehatan/Aristya Rahadian
Foto: Ilustrasi Sri Mulyani Indrawati (CNBC Indonesia)

Terkait rencana kenaikan sejumlah tarif pajak dan rencana tax amnesty jilid yang kedua, bisa dijelaskan update terkini pembahasannya? Apakah ada target kebijakan-kebijakan itu kapan kira-kira bisa diterapkan?

Kita sekarang sedang dalam pembahasan dengan DPR. Dalam hal ini kita bahas proses legislasi. Jadi pertama RUU sudah kita sampaikan ke DPR, dan sudah dibacakan di Rapat Paripurna dan diminta Komisi XI untuk membahasnya dengan pemerintah. Kami telah menyampaikan di dalam presentasi dengan Komisi XI DPR yang merupakan komisi yang ditugaskan untuk membahas ini.

Kita sudah sampaikan beberapa hal yang berhubungan dengan RUU KUP yang mencakup semacam omnibus di bidang perpajakan. Kenapa ini penting? Karena, seperti tadi saya sampaikan, baru saja kita bicara dengan G20. Ini ada yang sangat historical dicapai, yaitu kesepakatan antarnegara untuk melaksanakan apa yang disebut global taxation regime yang baru. Di mana akan menerapkan minimum corporate tax, terutama untuk perusahaan yang bergerak atau beroperasi lintas yurisdiksi. Ini sangat penting karena banyak korporasi itu pasti headquarter di mana, atau tempat di mana dia registered di satu yurisdiksi, tapi dia bergerak dan beroperasi di yurisdiksi yang lain. Ada negara yang jadi tujuan marketnya. Oleh karena itu sangat sulit untuk menentukan hak pajaknya yang adil.

G20 ini mencapai suatu kesepakatan yang sangat historis. Karena ini satu kesepakatan yang mengubah rezim perpajakan global dalam 100 tahun terakhir yang dipraktikan selama ini, dan dianggap tidak lagi mencerminkan keadilan dan situasi saat ini. Terutama kalau kita bicara ekonomi digital, dan tak hanya ekonomi digital. Banyak perusahaan yang bergerak lintas negara.

Jadi saya ingin sampaikan, seluruh policy dan regulasi perpajakan kita harus juga mengikuti suatu perubahan global yang sedang terjadi, maupun perubahan ekonomi kita sendiri yang sedang terjadi. Ekonomi kita dengan adanya Covid-19 banyak yang beralih ke segmen digital. Maka kita juga harus bisa antisipasi bagaimana dengan adanya perubahan ini kita bisa menerapkan rezim perpajakan yang adil. Adil artinya mereka yang punya kemampuan harus membayar pajak, mereka yang tidak punya kemampuan akan diberikan subsidi atau bansos. Di sinilah letak kita memperbaiki PPN, PPh, dan peraturan KUP nya. Dan kita juga reformasi DJP dari sisi SDM dan organisasi serta IT nya. Ini semua kita lakukan tidak sepotong-potong.

Tax Amnesty (TA) jilid II dianggap sangat tidak efektif oleh beberapa pihak. Tanggapan anda?

Kita sudah menyampaikan di dalam pembahasan dengan DPR, bagaimana berbagai upaya dalam kita meningkatkan kepatuhan. Jadi ini persoalannya adalah bagaimana meningkatkan kepatuhan. Dari dulu, waktu saya menjadi Menteri Keuangan 2005-2010, kita menerapkan Sunset Policy, di mana dari berbagai data yang kita miliki, dan dari kepatuhan, kita memutuskan untuk memberikan pengampunan dari sisi hukumannya, namun tetap dengan rate yang sama.

Kemudian saya diminta lagi jadi menkeu pada 2016. Pada saat itu UU TA sudah ditetapkan antara pemerintah dan DPR. Di mana kita untuk meningkatkan compliance dari data yang ada, maka diberikan TA. Dan sesudah itu juga kita memberikan beberapa peluang atau kesempatan bagi masyarakat untuk meningkatkan kepatuhannya. Ada melalui penegakan hukum, artinya kita punya data dan bukti, dan kita tagih. Dan kalau mereka punya niat tidak baik, bahkan ada yang disebut penahanan badan atau gijzeling atau kita lakukan perampasan, itu dilakukan.

Di sisi lain kita akan tetap persuasif. Kalau Anda memang punya niat baik dan Anda mau report pada kita, maka kita berikan ruang. Ini terus kita lakukan. Karena kita menyadari bahwa Indonesia dengan jumlah pembayar pajaknya masih relatif, walaupun ini sekarang sudah mencapai 40 juta, namun mayoritas individual yang di bawah PTKP. Dan tentu kita akan minta pada kelompok atau segmen yang punya kapasitas untuk membayar pajak, mereka untuk terus makin meningkatkan kepatuhannya.

Dengan kerja sama pajak internasional saat ini, akses informasi, dengan berbagai langkah yang dilakukan antarnegara, maka kita juga makin berikan signal kepada pembayar pajak sebaiknya anda patuh. Namun, kita tetap berikan ruang juga untuk mereka melakukan compliance secara volunteer. Dan inilah kombinasi stick and carrot yang akan terus kita lakukan.

Kita sampaikan, dan kita bahas bersama DPR bagaimana compliance atau kepatuhan kita tegakkan. Data yang kita peroleh, kemudian kita verifikasi, dan kemudian kita lakukan bukti-bukti tambahan, dan kita sampaikan ke WP bahwa kita memiliki data harta Anda dan ini belum ada di dalam SPT Anda. Sebaiknya Anda sekarang melakukan sesuai peraturan yang ada.

Itulah yang terus kita lakukan. Di dalam membangun rezim perpajakan di Indonesia, selalu ada background historisnya. Namun kita akan tetap menjaga kepentingan basis pajak kita. Baik dari erosi akibat terjadinya praktik-praktik multinasional corporation antaryurisdiksi, maupun di dalam negeri sendiri yang bisa melakukan evasion maupun avoidance. Dan ini adalah tantangan yang terus terjadi di semua rezim, di semua masa. Oleh karena itu, kita akan terus merespons secara betul-betul melihat semua di dalam meningkatkan compliance pajak.



Potensi tercapainya target pertumbuhan ekonomi 7%-8% untuk kuartal II-2021 yang sudah disampaikan. Masihkah kita bisa optimistis di angka tersebut?

Seperti tadi saya sampaikan, sampai dengan kuartal kedua kemarin terutama pada bulan April dan Mei memang terjadi pemulihan yang sangat-sangat cepat. Kita lihat tadi saya katakan PMI manufaktur indeks kita adalah 53,5 adalah zona ekspansif yang sangat kuat, indeks keyakinan konsumen kita di 107,4 ini adalah zona optimis, indeks penjualan ritel kita mencapai kenaikan 11,6, double digit yang cukup solid dan juga penjualan mobil sesuai dengan insentif yang diberikan pemerintah bahkan melonjak sampai 194% pada bulan April, mobilitas masyarakat kita sebelum terjadinya PPKM Darurat juga meningkat sangat signifikan dan sisi lain tadi saya sampaikan pemerintah juga mendorong dengan belanja pemerintah yang meningkat sangat kuat.

Nah inilah yang menjadi landasan kenapa kita mengatakan proyeksi perekonomian apabila Covid-19 tidak kemudian muncul dan kemudian menimbulkan dampak terhadap penurunan mobilitas dan aktivitas ekonomi. Waktu itu kami menyampaikan kuartal kedua kita bisa tumbuh antara 7% hingga 8%, kemudian kita lihat munculnya kenaikan jumlah Covid-19 terutama mulai muncul beritanya dulu dari mulai di India kemudian sesudah lebaran dan itu mempengaruhi dibulan Juni terutama pada sentimen masyarakat. Pada paruh kedua bulan Juni kita akan melihat memang terjadi tanda-tanda masyarakat mulai spelling down, itu karena dampak psikologis maupun dampak yang memang sifatnya objektif yaitu kenaikan jumlah Covid-19 dan kemudian pemerintah melakukan PPKM darurat. Ini yang menyebabkan kemudian angka 8% menjadi tidak realistis, karena adanya koreksi.

Dulu waktu bulan Maret kita juga lihat waktu kita melakukan PSBB itu mempengaruhi sangat signifikan kuartal I kita, sehingga kuartal I kita kan masih 0,7% negatif, ini adalah kontraksi yang betul-betul karena terjadinya beberapa koreksi terutama pada bulan Maret sesudah kenaikan Covid-19 akibat Liburan Natal dan Tahun Baru. Hal ini akan sama terjadi di kuartal kedua, di mana Juni minggu kedua akan dipengaruhi dampaknya karena adanya kenaikan atau lonjakan ini.

Jadi kita masih tetap optimis di atas 7% karena tadi April, Mei hingga pertengahan Juni masih cukup kuat. Namun memang kita sadari bahwa risiko mulai melonjak dan ini berarti akan mempengaruhi terutama pada sisi konsumsi dan konsumsi yang tadi saya sebutkan konsumsi kelompok menengah atas, yang mereka akan sangat terpengaruh oleh penurunan mobilitas. Sedangkan untuk masyarakat bawah kita tingkatkan melalui bansos yang kita harapkan akan mampu untuk melindungi mereka dari gelombang kedua ini.

Jika diyakini kuartal ketiga dan keempat kontraksi tidak dapat dihindari. Proyeksi dari Kementerian Keuangan seperti apa?

Kuartal tiga tahun lalu kita sebetulnya memang sudah mulai terjadi pemulihan. Jangan lupa kalau kita lihat patternnya tahun lalu. Tahun lalu bulan Juli, Agustus, September memang adalah tahun atau kuartal mulai terjadi lagi kenaikan aktivitas masyarakat karena Covid-19 mulai bisa kita kendalikan atau terjadilah yang disebut gas rem yang muncul.

Nah sekarang kalau pukulannya sangat berat pada kuartal ketiga ini terutama Juli pasti ini akan memengaruhi. Karena Juli itu biasanya secara seasonal atau musiman harusnya masyarakat anak-anaknya libur sekolah dan kemudian mereka melakukan aktivitas keluarga termasuk melakukan konsumsi, transport, hotel, restoran. Namun dengan adanya Covid-19 kegiatan itu tidak terjadi dan itu pasti akan memeengaruhi. Tapi masih bisa berharap dan berharap kalau ini bisa kita kendalikan bersama masyarakat, disiplin kesehatan, menerapkan 5M, tidak hanya masker, menjaga jarak, mencuci tangan tapi ya terus-menerus kita mengingatkan satu sama lain untuk disiplin kesehatan dan juga vaksinasi berjalan, maka kita berharap Agustus, September, kita bisa mengejar karena adanya penurunan aktivitas pada bulan Juli ini.

Dengan demikian kita berharap masih akan ada pertumbuhan ekonomi positif pada kuartal ketiga dan keempat. Secara total kita masih memperkirakan pertumbuhan ekonomi tahun 2021 antara 3,7% hingga 4,5%. 4,5% itu kalau kita optimis bahwa Covid-19 bisa dijaga pada level moderat dan segera kemudian aktivitas, mobilitas bisa kembali pulih pada bulan Agustus. Kalau ini agak panjang maka kita bisa turun pada angka 3,75%.

Adakah rencana tambahan stimulus atau insentif baru untuk berbagai sektor yang terdampak parah akibat pandemi kali ini?

Kita terus melakukan re-kalibrasi ya atau melihat dan mengevaluasi terus menerus seluruh berdasarkan data. Jadi umpamanya kemarin kita lihat kalau pemulihan dari sisi konsumsi terutama dari kelompok segmen atas, kemudian muncul ide memberikan PPN dan PPnBM untuk terutama rumah dan kemudian kendaraan dan itu kita lakukan dan ternyata seperti tadi saya sampaikan permintaan atau pembelian mobil meloncat 194%. Kita berharap untuk yang real estate dan konstruksi juga bisa, karena ini adalah sektor yang sangat sangat memiliki multiplier sangat besar bagi perekonomian, baik dari sisi berbagai macam sektor, sub sektor yang terkait dengan real estat maupun dari sisi penciptaan kesempatan kerja.

Nah kita juga akan lihat, kalau tadi transport, hotel dan restoran. Ini adalah sektor yang sangat intens terhadap mobilitas masyarakat, sedangkan Covid-19 itu sering mengharuskan kita tidak boleh melakukan aktivitas, mobilitas tadi. Sehingga memang untuk transport kita akan melihat apa langkah yang bisa kita bantu, apakah itu transportasi darat, laut dan udara. Tentu ini akan merupakan suatu situasi dimana hampir semua airlines di dunia mengalami kesulitan yang luar biasa.

Kemudian untuk darat kita akan lihat apa yang akan terjadi, tapi itu sangat tergantung kepada tadi pengendalian Covid-19. Untuk perhotelan dan pariwisata kita beberapa kali mencoba untuk apakah kita akan memberikan insentif bagi masyarakat. Umpamanya waktu itu work from Bali atau kita memberikan discount ataukah kita memberikan berbagai macam insentif bagi perhotelan, termasuk yang sudah kita berikan tahun lalu adalah memberikan hibah melalui pemerintah daerah untuk restoran dan hotel. Dan itu sangat-sangat membantu karena memang hotel cash flow-nya luar biasa drop pada situasi saat ini. Banyak hotel yang sekarang dikonversi menjadi tempat isolasi, itu tentu memberikan dampak cash flow bagi mereka, tetapi tidak semua hotel menjadi seperti itu. Sehingga memang untuk hal ini kami betul-betul bersama Menteri Parekraf (Sandiaga Uno) mencoba merumuskan.

Namun sekali lagi ini selalu berhubungan dengan Covid-19. Jadi walaupun kita berikan insentif kalau Covid-19 masih mengancam, masyarakat nggak akan mau kalau dikasih kan diskon untuk pergi, pergi ke suatu daerah atau bahkan pemerintah melarang seperti yang sekarang ini kita melarang untuk melakukan mobilitas karena memang jauh lebih tinggi daripada manfaat untuk memulihkan sektor tersebut.

Ini pilihan-pilihan yang tidak mudah bagi kita, maka tadi saya sampaikan kuncinya adalah vaksinasi tetap harus diperluas, sehingga tradeoff itu tidak terjadi, sehingga kita bisa mendorong masyarakat untuk aktif lagi melakukan kegiatan sehingga sektor-sektor tadi seperti transport, restoran, hotel bisa tumbuh dan juga perdagangan tanpa kemudian menimbulkan risiko Covid-19 kambuh atau meningkat lagi. Inilah upaya yang betul-betul sedang dilakukan karena tanpa itu ya akan terjadi tadi pilihan antara memulihkan ekonomi dengan Covid-19 dan ini tidak seharusnya terjadi. Namun ini terjadi kalau kita tidak melakukan tadi disiplin kesehatan dan vaksinasi yang meningkat.

(miq/miq)
[Gambas:Video CNBC]


Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular