
Bupati Jayapura Bicara Soal PON, Investasi Hingga Otsus Papua

Bagaimana prospek investasi di Kabupaten Jayapura?
Ya pertama kita bicara mengenai pemerataan pembangunan. Jadi Papua ini kan jadi pembicaraan di mana-mana. Di sana sumber daya alamnya luar biasa, tambang, gas, itu juga memberi devisa luar biasa untuk negara. Freeport itu sendiri punya cerita politik yang luar biasa. Bagaimana kekayaan itu diambil tanpa melibatkan masyarakat, padahal di sana kan tanah, hutan, itu kan dimiliki oleh masyarakat adat. Jadi itu masalah serius sebenarnya.
Nah dari sejarah itu, memang secara politis, negara harus buat sesuatu, tetapi itu satu hal saja. Tetapi khusus untuk Kabupaten Jayapura, kami memberikan apresiasi kepada Presiden Joko Widodo yang terakhir mengeluarkan Instruksi Presiden Nomor 9 Tahun 2020 Tentang Percepatan Pembangunan Kesejahteraan di Provinsi Papua dan Provinsi Papua Barat, menetapkan untuk di provinsi Papua itu Merauke dan Jayapura sebagai kawasan strategis nasional.
Kabupaten Jayapura punya bandara, Sentani. Kita punya pelabuhan, Depapre, yang sekarang tol laut. Kita punya Jalan Trans Papua yang menghubungkan sejumlah kabupaten di pedalaman dengan pelabuhan. Nah ini aset-aset penting untuk bisa konektivitas terjadi di sana untuk distribusi barang dan jasa. Potensi yang ada tersedia luar biasa ini, ini menjadi modal untuk melihat fasilitas ini mau untuk apa? Karena kami ada punya perkebunan. Potensi perkebunan sagu maupun kelapa sawit maupun kakao terus ada juga kebun masyarakat ubi-ubian yang endemik di sana, luar biasa. Itu bisa dibuat banyak hal, diolah. Itu tidak perlu diproyekkan, masyarakat sudah bisa, bibitnya, caranya dan seterusnya, hanya tinggal bagaimana produksi turunannya dikembangkan.
Kemudian kehutanan. Potensi hutan luar biasa. Jayapura, Sarmi, Keerom, Mamberamo Raya. Terus energi, potensi di Mamberamo Raya luar biasa besar sampai sekarang. Jadi energi di Mamberamo Raya itu bisa untuk seluruh Papua dan Indonesia Timur. Besar sekali kapasitasnya.
Ini kan kita ada rencana, ada kehutanan, ada perkebunan, ada tambang, nah ini bisa dikelola satu kawasan industri di situ supaya menekan harga. Kalau misalnya kelapa sawit bisa diproses menjadi produk-produk lain untuk memenuhi pangan di masyarakat, harga bisa ditekan.
Sekarang Papua ini mahal karena ada industri. Saya pikir ini salah satu yang harus kita perjuangkan. Potensi kita ada, tinggal kemauan politik saja. Adanya kawasan strategis nasional, fasilitas yang tersedia tadi untuk distribusi, ini bisa dipercepat menekan disparitas harga. Omong kosong kalau kita tidak memproduksi sesuatu untuk pangan masyarakat. Dan kita coba usahakan di situ. Masa depan kita ini kan kalau energinya bisa dari air, Mamberamo Raya, itu luar biasa. Ini kan energi terbarukan. Kan masa depan dunia itu ada di bidang energi, pangan, air. Jadi kita sudah harus mulai berani buat investasi di situ dan ini ada akses langsung ke Pasifik, Indonesia Timur. Kalau ini sudah ada, industri-industri lain pasti akan masuk. Baja dan lain-lain, tapi ini dulu.
Saya pikir memang harus ada. Apalagi Menteri Investasi/Kepala BKPM (Bahlil Lahadalia) ini kan dari Papua. Dia dibesarkan menjadi pengusaha itu dari Kabupaten Jayapura. Dan dia tahu persis apa yang kita bicarakan. Pelabuhan yang tadi jadi ini dia yang timbun-timbun itu. Beliau pun menjanjikan akan menyiapkan tim untuk turun langsung. Jadi kita tidak menggantungkan diri pembangunan Papua ke depan itu dengan dana otonomi khusus (otsus). Dana otsus itu kan sebentar saja, tapi kita berani untuk sumber daya alam yang ada di sana benar-benar kita manfaatkan. Dan kalau ada investasi masuk harus kerja sama dengan masyarakat yang punya tanah dan sumber daya itu.
Seperti apa konsep pelibatan masyarakat setempat dalam menunjang investasi yang masuk ke Kabupaten Jayapura?
Sekarang ini kan kita lagi, tiga tahun ini, Pemkab Jayapura sudah membentuk gugus tugas masyarakat adat. Jadi kita lakukan pemetaan-pemetaan wilayah adat dan mereka terlibat. Kita latih terus mereka yang melakukan pemetaan itu. Mereka rapat di kampung, bicarakan batas-batas itu. Nanti kalau semua sudah clear, kita daftarkan ke Kementerian ATR/BPN. Supaya semua jadi satu data. Jadi siapa tuan tanah jelas, kalau mau kerja sama investasi sudah bisa. Nah ini kita sudah kerja sama dengan gugus tugas reforma agraria di pusat yang dikoordinasikan oleh Wamen ATR/Wakil Kepala BPN terus dengan gugus tugas masyarakat di sana ini sudah menjadi tim kerja untuk Papua-Papua Barat dengan pendekatan seperti itu.
Karena persoalan di Papua yang sekarang muncul konflik, ketidakpuasan, segala macam itu salah satunya adalah kita belum memberikan pengakuan hak-hak masyarakat. Jadi kalau ada konsesi masuk, investasi masuk, ini kan izinnya selalu dari pusat. Sementara di Papua-Papua Barat tidak bisa begitu. Tanah dimiliki oleh masyarakat adat. Nah ini kalau kita bisa lindungi secara hukum, ini kan menyangkut persoalan hak asasi manusia (HAM) juga. Kalau ini bisa ditegakkan, itu bisa mengurangi ketidakpuasan dan konflik di Papua. Jadi ini cara-cara untuk negara bisa hadir karena UUD 1945 Pasal 18B kan memberikan pengakuan. Jadi UUD sudah memberikan pengakuan tetapi regulasi sektoral tidak mengakui. Nah ini kan jadi masalah. Jadi kita tidak konsisten.
Di Papua kan sudah ada UU Otsus yang memberikan ruang luar biasa untuk masyarakat adat. Tapi UU sektoral masih. UU Nomor 23 Tahun 2014 tentang Otonomi Daerah itu juga berlaku di sana dan ini bikin kacau. Jadi masyarakat melihat bahwa kita tidak konsisten dalam menerapkan regulasi. Nah upaya-upaya ini penting, kita minta dukungan negara ini, untuk merapikan ini supaya orang Papua itu bisa merasa bahwa ini tidak dipermainkan. Sekarang kan konsesi banyak masuk, sebagian dari sini, regulasi-regulasi ini bagaimana?
Bagaimana langkah Pemkab Jayapura menyikapi hal tersebut?
Nah kita pakai UU Otsus. Di situ ada perdasus 21 mengenai, perdasus 23 & 24 tahun 2008 itu juga mengatur hak-hak masyarakat adat dan sumber daya alam. Nah perintahnya kepada kabupaten/kota untuk menertibkan melalui perda dengan pengakuan wilayah-wilayah tadi dilampiri dengan data-data itu, spasial, sosial. Nah Kabupaten Jayapura sudah melakukan itu. Sudah ada perda masyarakat hukum adat, sudah ada perda kampung adat, dan sudah ada sejumlah peraturan bupati yang kita keluarkan. Itu dalam rangka proteksi sesuai dengan UUD 1945 pasal 18 B, sesuai dengan UU Otsus, dan sesuai dengan UU Desa. Di sana ada desa, ada desa adat. Nah di sana kampung adat.
Jadi kita menggunakan regulasi yang ditetapkan oleh negara. Tapi regulasi sektoral juga kencang di sana. UU Nomor 23/2014. Nah karena itu memang di daerah-daerah khusus, Aceh dan Papua, itu harus lex specialis. Nggak boleh campur aduk.
Seperti apa trik Anda meyakinkan calon investor untuk berinvestasi di Kabupaten Jayapura?
Kita harus yakinkan bahwa daerah siap memberikan kemudahan. Terus yang kedua kita punya potensi, kemudian dengan kepentingan program secara nasional. Yang saya maksud kawasan strategis nasional dan program-program secara nasional itu juga sudah masuk ke dalam rencana kerja pemerintah secara nasional. Itu ada di dalam RPJMN. Implementasinya harus kita yang kasih data. Di pusat kan dia sudah buat kebijakan, tapi kita harus proaktif untuk memberikan data yang lengkap, data yang perinci. Jadi kita tidak boleh pasif, kita harus punya data untuk meyakinkan supaya pemerintah pusat jangan salah merencanakan. Tapi kalau kita tidak bisa kerja sama seperti ini, itu juga pemerintah pusat juga mungkin kurang informasi juga. Intinya kita harus meyakinkan.
Isu lain yang kerap jadi perhatian calon investor berkaitan dengan keamanan. Bagaimana tanggapan Anda?
Keamanan memang betul tapi ini juga tidak bisa digeneralisasi. Karena situasi, isu-isu yang dimuat di media itu kan hanya di beberapa daerah. Kita bisa hitung dan itu jauh dari daerah-daerah seperti Jayapura, pesisir, di bagian selatan, bagian utara, Papua Barat, itu aman semua. Karena itu memang kita harus meyakinkan, kita kasih data, informasi.
Kesulitan yang kedua yang paling besar juga dalam investasi adalah kepastian hukum terhadap lahan. Itu berat juga. Kalau ini tidak kita yakinkan status tanah dan sebagainya. Oleh karena itu kami menggandeng Kementerian ATR/BPN. Jadi persoalan di Papua itu keamanan sebenarnya tidak juga hanya beberapa titik. Kemudian lahan, kepastian hukum.
Pemerintah dan DPR beberapa waktu lalu sepakat mengesahkan UU Cipta Kerja. Apakah UU itu akan semakin meningkatkan investasi di Kabupaten Jayapura?
Kalau bagi saya, kaitannya dengan UU Otsus, regulasi apapun dia harus ikut lex specialis. Itu saja. Jadi jangan paksakan UU Cipta Kerja berlaku di sana. Karena ada UU Otsus yang mengatur daerah-daerah khusus. Kita bisa pertemukan tapi jangan dipaksakan. Supaya sumber daya manusia di sana juga bisa dilibatkan dengan cara apapun kita akan upayakan supaya mereka bisa terampil untuk membangun daerah ini.