Special Interview
Wafa Taftazani: Bangun 'Koperasi Digital' & Curi Hati Jokowi
08 September 2019 16:42

Jakarta, CNBC Indonesia- Nama Wafa Taftazani memang belum dikenal banyak orang, tapi pemuda ini pernah duduk di dekat Presiden Joko Widodo di Istana Negara dan bicara panjang lebar soal revolusi industri 4.0.
Usia Wafa sendiri baru menginjak 27 tahun, tapi sekali lagi, silakan dicek laman LinkedIn-nya. Setumpuk pengalaman di perusahaan ternama internasional sudah dijalani olehnya. Mulai dari karir sebagai bankir di MUFG, konsultan di Grab dan CNBC International, Manager di Shopee, dan kini sibuk menjadi Country Strategic Partnership Youtube di Google.
Lepas dari kesibukan karir pribadinya, Wafa dan kawan-kawannya juga mendirikan start-up Modal Rakyat. Perusahaan rintisan ini menyalurkan pinjaman modal ke usaha mikro dan usaha kecil & menengah dengan spirit koperasi.
"Kami mulai di 2018, on track sampai tahun ini pendanaannya sudah mencapai Rp 100 miliar. Ada di semua provinsi, di Papua juga sampai sana," ujar Wafa, saat berbincang bersama Gustidha Budiartie dan Thea Fatanah Arbar di Pacific Place, Rabu pekan lalu (4/9/2019).
Kesuksesan usahanya inilah, bisa jadi, yang membuat nama lulusan MBA Cambridge University diundang oleh Jokowi pada 19 Agustus lalu. Bukan cuma Wafa sih, tapi ada juga puluhan pemuda atau milenial lainnya yang diundang Jokowi saat itu untuk bertukar pikiran soal apa yang bisa mereka kontribusikan untuk membangun negeri ini.
"Kami mengobrol selama 2 jam. Dari semuanya ada 4-5 orang bicara, saya beruntung bisa duduk dekat dengan Pak Pramono dan Pak Jokowi. Jadi bisa sampaikan aspirasi lebih banyak," ceritanya, sembari meneguk es Green Tea Latte yang ia pesan dari kafe tempat kami wawancara.
Wafa, dengan segala prestasi dan jabatannya, memang tampil seperti pemuda biasa.
Waktu bertemu kami, dia hanya mengenakan celana jins dan hoodie berwarna abu-abu, tak lupa sepatu kets dan ransel beremblem tempat kerjanya.
Semula kami bertemu di lobi Pacific Century Place dan hendak mengobrol di kafe gedung tersebut. Apes, si pramusaji mengatakan kafe akan tutup dan hanya bisa layani transaksi tunai.
Wafa sempat agak bingung, karena dia seperti banyak pemuda zaman sekarang sudah jarang bawa uang tunai banyak-banyak. Cuma ada Rp 40 ribu di dompetnya, sisanya kartu dan saldo uang elektronik.
Sampai akhirnya kami pindah dan menyebrang ke Pacific Place, dari situ wawancara selama dua jam lebih ini pun berlangsung. Berikut adalah sebagian cuplikannya, tentunya dengan gaya khas milenial.
Bagaimana sih ceritanya membangun "Modal Rakyat" ?
Gue berempat sama teman-teman, Stanislaus Tandelilin (CEO), Christian Hanggra (Chief Technology Officer), dan Hendoko Kwik (Chief Sales Officer). Gue sendiri di sana komisaris dan urusan media.
Awalnya, gue sama Stanislaus kenal lama. Kami sama-sama kerja di industri perbankan 2013-2014. Stanis Citybank, gue MUFG. Ada beberapa hal yang mau kami lakukan bareng tapi gak kesampaian, sampai gue keburu dapat beasiswa LPDP ke Cambridge.
Setelah selesai, pulang ke Indonesia, Stanis lagi garap e-commerce company Sale Stock dan dia ajak gabung. Tapi saat itu gue memilih kerja di Shopee dulu. Sampai akhirnya setahun kemudian pindah ke Google, dan 4 bulan kerja di sana, Stanis ngajakin lagi. Pantang menyerah dia.
Dia ngajak, mau gak bikin platform di mana orang-orang yang kelebihan modal bisa kita pertemukan dengan yang membutuhkan. Visi kami jelas dari awal, untuk kegiatan produktif. Jadi bukan P2P lending seperti pinjaman online yang heboh itu.
Kami ingin bikin platform produktif, yang bisa membuat orang buka bisnis, buka lapangan kerja, kembangkan ide dan produksinya. Empowering UM-UKM di Indonesia. Harus ke sana, karena ini masalah nyata ada ribuan triliun rupiah gap yang tidak bisa dipenuhi oleh perbankan formal untuk UMKM ini. Nah, Modal Rakyat hadir di situ.
Indonesia kan ramai soal ketimpangan ekonomi, kekayaan berpusat di kota besar Jakarta dan Surabaya. Platform ini coba meredistribusi uang-uang tersebut, kita kumpulkan dan distribusi ke penjuru Indonesia.
Nah, cara seleksinya bagaimana biar tepat sasaran dan cari sumber pendanannya juga?
Untuk pendanaan kami fokus di kota-kota besar yang ada excess capital, potensi uang diam di bank. Kita sibuk di digital marketing dan event-event offline, untuk sosialisasi.
Semua kita jalankan sesuai regulasi OJK (otoritas jasa keuangan), termasuk filtering untuk yang terima pendanaan. Sama aja kaya institusi keuangan lainnya, kami lihat credit history mereka, market, dan lainnya. Kami ada analis sendiri, lalu disistematisasi. Pastinya kami jauh lebih efisien dari bank.
Cepat dong pencairan modalnya, bisa sampai berapa hari?
Standar kami di bawah seminggu, tapi ini the beauty of marketplace ya. Si pemberi dana mencari penerima dananya sendiri. Kami gak kasih rekomendasi, yang kami lakukan sajikan data pilihan dan risikonya, mau bantu yang mana nih. Kami juga ada pendanaan mikro sekarang.
Inget gak, paling besar sudah mendanai berapa dan sampai ke mana?
Sesuai batas OJK kan tidak boleh lebih dari Rp 2 miliar, tapi kami pernah sampai mendanai usaha itu Rp 1 miliar atau Rp 1,5 miliar. Pendanaan online ini, ke orang-orang yang belum pernah lo temui. Kami ada di semua provinsi, di Papua juga ada.
Siapa aja bisa taruh modal di Modal Rakyat jadinya, hitungan returnnya gimana?
Bisa, minimal Rp 25 ribu, ini low barrier. Returnya berdasar tingkat risiko UMKM yang lo danai itu. Misal ini ada perusahaan udah jalan 5 tahun, invoice udah jelas jadi returnya lebih bisa dihitung mungkin sekitar 12%. Di platform itu ada rating-ratingnya.
Kalo perusahaan baru, khawatir misalnya bisa bayar atau tidak? Nah ini lebih tinggi bisa 18-25%.
Simple kok sesimple buka aplikasi ojek online. Lo pilih, lalu serahkan sama Modal Rakyat. Kami juga pakai Youtube App, buat menampilkan profil usahanya.
Selama setahun ini, udah naik berapa dari sisi user dan pendanaan?
Kita mulai 2019, kalau persen pastinya gede banget karena kan mulai dari nol. Kami on track tahun ini sampai Rp 100 miliar, mungkin bisa lebih tapi segitu dulu aja.
Sudah ada investor luar yang tertarik belum? Biasanya kan kalau start-up bagus mulai dilirik investor
Sebenarnya, kami mulai kan juga dibantu oleh investor. Tapi secara umum, kami ini butuh lebih banyak kepercayaan dari investor lokal. Ini tantangan mendapat investor lokal yang mau ambil risiko, sementara platform ini sektor strategis ya pendanaan UM-UKM.
Waktu lo bikin start-up ini udah sadar kan berarti bahwa yang kalian lakukan ini mirip koperasi?
Kami tahu spiritnya, dari rakyat untuk rakyat yang kebetulan motto resmi kita juga. Mungkin sama seperti koperasi, tapi yang didigitalisasi.
Optimistis Modal Rakyat bisa jadi Unicorn gak?
Gue punya faith di perusahaan ini, sehari-hari menjalankan ini bareng kawan-kawan. Doain aja.
Bagi waktu bisnis ini dan kerjaan di Google gimana?
Di Google kan gak ada jam kerja, tapi ada target-target. Itu yang penting responsibilitynya dijalani. Misal gue lagi ada roadshow Modal Rakyat di Lampung, sambil nunggu bisa kelarin kerjaan di Google, dinamis aja sih.
Baca selanjutnya: Generasi Inovator 4.0 & Pertemuan dengan Jokowi
Gimana ceritanya bisa ketemu Pak Jokowi, apa aja yang diceritain waktu itu?
Gue sampaikan ke beliau, waktu dia memenangkan pemilu presiden 2014 dulu adalah waktu yang sama gue menerima beasiswa LPDP.
Tadinya gue ada rencana berkarir di luar dulu untuk cari pengalaman, tapi saat itu gue lihat Pak Jokowi jadi presiden dan kita gak tahu kapan lagi punya presiden seperti dia jadi gue pikir langsung ambil kesempatan untuk pulang ke Indonesia. Tapi emang karena beasiswa LPDP juga sih, jadi kudu pulang, hahaha..
Terus gue cerita soal pengalaman gue di perbankan waktu 3 tahun bekerja di sana. Bahwa ada gap pendanaan Rp 1000 triliun untuk UMKM yang belum bisa dihandle sama perbankan formal.
Beliau setuju, soal pendanaan bank yang konservatif dan kurang inovasi. Lalu gue cerita juga soal mendirikan Modal Rakyat, yang sama tadi gue obrolin.
Lama banget berarti ngobrolnya bareng Pak Jokowi, kalau lo sampe bisa ceritain sejarah Modal Rakyat dong?
Sekitar 2 jam kayaknya, ada 4-5 orang yang bicara. Gue alhamdulillah beruntung jadi salah satu orang yang dikasih kesempatan bicara, waktu itu gue duduk di samping Pak Pramono dan sebelahnya ada Pak Jokowi.
Gue gak mau spekulasi sih, tapi intinya gue udah sampaikan soal apa yang terjadi dan inovasi dalam pendanaan. Sebenarnya kan sama saja, ini bisnis-bisnis tradisional tapi kita danai dengan cara inovatif lewat platform ini.
Dari kami, siap dukung pemerintah. Saat ini kan kami fokus di inovasi pendanaan, ini lagi dikaji ke depan kami bisa gak mendanai inovasi-inovasi. Kita lagi pengen expand bisnis sebenarnya, misal bagaimana ke depannya bisa membiayain youtube channel.
Youtube itu kan ladang kreativitas dan profesi, misal ingin kembangin channel Youtube tapi gak ada modal karena gak bisa akses perbankan. Mungkin kita bisa masuk di situ. Youtube kan fenomena massif ya.
Kami gak ngomong channel-channel selebritu ya, tapi misal teatrikal kecil di suatu kampung, industri perfilman atau rumah produksi kecil-kecilan. Kalau modalnya cukup kan bisa tingkatkan konten mereka.
Inovasi kan selalu hadir lebih dulu dibanding regulasi, gimana nanti cara lo meyakinkan bahwa Youtube adalah jenis usaha?
Iya itu memang tantangannya, tapi mata Pak Jokowi tampaknya berbinar kemarin waktu kami bilang bisa memberi akses modal ke Youtuber dan Gamers.
Di situ gue lihat, beliau memang concern sama dunia baru ini yang penuh kreativitas dan digitalisasi.Pendanaan ini harus bisa empowering, jangan sampai terblock sistem. Sementara kita tahu ada ekosistem yang terus tumbuh meledak-ledak penuh ide, tapi gak bisa berkembang karena sulit dapat modal.
Kita juga memikirkan bagaimana kalau hak kekayaan property itu bisa dijadikan aset gak kira-kira untuk ajukan pinjaman? Jadi ini, kita coba antisipasi.
Apa sih sebenarnya yang diminta Pak Jokowi ke kalian yang datang ke istana waktu itu?
Sebenarnya beliau gak minta apa-apa, tapi sharing uneg-uneg aja karena pertumbuhan ekonomi kita kan sedang seperti ini. Bagus tapi bisa lebih cepat. Dia cerita tuh soal pertemuannya dengan Uni Emirat Arab, yang sama di berita-berita juga.
Pak Jokowi merasa dengan bantuan anak muda dan teknologi harusnya ekonomi bisa tumbuh lebih cepat, dan sebenarnya anak-anak muda yang hadir itu dari berbagai macam sektor. Ada pendanaan, ada teknologi.
Oh, jadi gak semuanya Start-Up ya?
Gak semuanya, ada yang dokter yang banyak mengabdi di Indonesia Timur. Banyak yang lain sih, ada politisi muda juga. Sekitar 20 orang, akademisi juga ada.
Itu diundang Istana bagaimana?
Jadi, kami semua kan bergabung dalam organisasi Inovator 4.0, inisiatif bareng-bareng. Ada Mas Budiman Sudjatmiko di sana, kita kumpul dari berbagai latar belakang dan sudah berkarya di bidang masing-masing, tapi ini tidak terafiliasi dengan politik. Intinya kami ingin bantu pemerintah dengan kemampuan yang ada supaya lebih maju.
Kapan terbentuknya Inovator 4.0?
Agustus 2018, waktu itu kami sama-sama ada koneksi Cambridge, Oxford juga, Harvard juga ada. Lalu kami sekarang ada 300 orang lebih, dari berbagai macam background.
Konkritnya setelah bertemu dengan Pak Jokowi apa?
Yang pasti sih sekarang bagaimana karya-karya kami di bidang masing-masing bisa dukung pemerintah buat Indonesia. Apa yang bisa kita lakukan, bisa tanya ke yang lainnya juga. Gak ada instruksi apa-apa juga.
Dengan kondisi begini, menurut lo Indonesia sudah siap belum sih loncat ke revolusi industri 4.0?
Begini, jalan ke beberapa daerah di Indonesia aja masih ada yang 1.0. Konsekuensi dari 4.0 ini adalah akan ada otomasi. Parkir misalnya, kasir diotomasi, tol. Nah siap gak kita kehilangan pekerjaan-pekerjaan tersebut?
Masih banyak pekerja Indonesia yang bergerak di sektor yang bisa diotomasi suatu saat, mudah digantikan dengan mesin atau robot. Kalau tiba-tiba ada puluhan juta yang menganggur kan repot juga konsekuensinya.
Jadi untuk menjawab 4.0 ini ini perlu bertahap, kita harus hadirkan dulu SDM yang bisa memiliki keahlian atau skill dan juga problem solving. Ini tantangannya. Ini juga kami sampaikan waktu itu, artinya harus ada pembenahan jangka panjang. Mulai dari pendidikan dulu.
(gus/gus)
Usia Wafa sendiri baru menginjak 27 tahun, tapi sekali lagi, silakan dicek laman LinkedIn-nya. Setumpuk pengalaman di perusahaan ternama internasional sudah dijalani olehnya. Mulai dari karir sebagai bankir di MUFG, konsultan di Grab dan CNBC International, Manager di Shopee, dan kini sibuk menjadi Country Strategic Partnership Youtube di Google.
Lepas dari kesibukan karir pribadinya, Wafa dan kawan-kawannya juga mendirikan start-up Modal Rakyat. Perusahaan rintisan ini menyalurkan pinjaman modal ke usaha mikro dan usaha kecil & menengah dengan spirit koperasi.
"Kami mulai di 2018, on track sampai tahun ini pendanaannya sudah mencapai Rp 100 miliar. Ada di semua provinsi, di Papua juga sampai sana," ujar Wafa, saat berbincang bersama Gustidha Budiartie dan Thea Fatanah Arbar di Pacific Place, Rabu pekan lalu (4/9/2019).
Kesuksesan usahanya inilah, bisa jadi, yang membuat nama lulusan MBA Cambridge University diundang oleh Jokowi pada 19 Agustus lalu. Bukan cuma Wafa sih, tapi ada juga puluhan pemuda atau milenial lainnya yang diundang Jokowi saat itu untuk bertukar pikiran soal apa yang bisa mereka kontribusikan untuk membangun negeri ini.
"Kami mengobrol selama 2 jam. Dari semuanya ada 4-5 orang bicara, saya beruntung bisa duduk dekat dengan Pak Pramono dan Pak Jokowi. Jadi bisa sampaikan aspirasi lebih banyak," ceritanya, sembari meneguk es Green Tea Latte yang ia pesan dari kafe tempat kami wawancara.
Wafa, dengan segala prestasi dan jabatannya, memang tampil seperti pemuda biasa.
Waktu bertemu kami, dia hanya mengenakan celana jins dan hoodie berwarna abu-abu, tak lupa sepatu kets dan ransel beremblem tempat kerjanya.
Semula kami bertemu di lobi Pacific Century Place dan hendak mengobrol di kafe gedung tersebut. Apes, si pramusaji mengatakan kafe akan tutup dan hanya bisa layani transaksi tunai.
Wafa sempat agak bingung, karena dia seperti banyak pemuda zaman sekarang sudah jarang bawa uang tunai banyak-banyak. Cuma ada Rp 40 ribu di dompetnya, sisanya kartu dan saldo uang elektronik.
Sampai akhirnya kami pindah dan menyebrang ke Pacific Place, dari situ wawancara selama dua jam lebih ini pun berlangsung. Berikut adalah sebagian cuplikannya, tentunya dengan gaya khas milenial.
![]() |
Bagaimana sih ceritanya membangun "Modal Rakyat" ?
Gue berempat sama teman-teman, Stanislaus Tandelilin (CEO), Christian Hanggra (Chief Technology Officer), dan Hendoko Kwik (Chief Sales Officer). Gue sendiri di sana komisaris dan urusan media.
Awalnya, gue sama Stanislaus kenal lama. Kami sama-sama kerja di industri perbankan 2013-2014. Stanis Citybank, gue MUFG. Ada beberapa hal yang mau kami lakukan bareng tapi gak kesampaian, sampai gue keburu dapat beasiswa LPDP ke Cambridge.
Setelah selesai, pulang ke Indonesia, Stanis lagi garap e-commerce company Sale Stock dan dia ajak gabung. Tapi saat itu gue memilih kerja di Shopee dulu. Sampai akhirnya setahun kemudian pindah ke Google, dan 4 bulan kerja di sana, Stanis ngajakin lagi. Pantang menyerah dia.
Dia ngajak, mau gak bikin platform di mana orang-orang yang kelebihan modal bisa kita pertemukan dengan yang membutuhkan. Visi kami jelas dari awal, untuk kegiatan produktif. Jadi bukan P2P lending seperti pinjaman online yang heboh itu.
Kami ingin bikin platform produktif, yang bisa membuat orang buka bisnis, buka lapangan kerja, kembangkan ide dan produksinya. Empowering UM-UKM di Indonesia. Harus ke sana, karena ini masalah nyata ada ribuan triliun rupiah gap yang tidak bisa dipenuhi oleh perbankan formal untuk UMKM ini. Nah, Modal Rakyat hadir di situ.
Indonesia kan ramai soal ketimpangan ekonomi, kekayaan berpusat di kota besar Jakarta dan Surabaya. Platform ini coba meredistribusi uang-uang tersebut, kita kumpulkan dan distribusi ke penjuru Indonesia.
Nah, cara seleksinya bagaimana biar tepat sasaran dan cari sumber pendanannya juga?
Untuk pendanaan kami fokus di kota-kota besar yang ada excess capital, potensi uang diam di bank. Kita sibuk di digital marketing dan event-event offline, untuk sosialisasi.
Semua kita jalankan sesuai regulasi OJK (otoritas jasa keuangan), termasuk filtering untuk yang terima pendanaan. Sama aja kaya institusi keuangan lainnya, kami lihat credit history mereka, market, dan lainnya. Kami ada analis sendiri, lalu disistematisasi. Pastinya kami jauh lebih efisien dari bank.
Cepat dong pencairan modalnya, bisa sampai berapa hari?
Standar kami di bawah seminggu, tapi ini the beauty of marketplace ya. Si pemberi dana mencari penerima dananya sendiri. Kami gak kasih rekomendasi, yang kami lakukan sajikan data pilihan dan risikonya, mau bantu yang mana nih. Kami juga ada pendanaan mikro sekarang.
Inget gak, paling besar sudah mendanai berapa dan sampai ke mana?
Sesuai batas OJK kan tidak boleh lebih dari Rp 2 miliar, tapi kami pernah sampai mendanai usaha itu Rp 1 miliar atau Rp 1,5 miliar. Pendanaan online ini, ke orang-orang yang belum pernah lo temui. Kami ada di semua provinsi, di Papua juga ada.
Siapa aja bisa taruh modal di Modal Rakyat jadinya, hitungan returnnya gimana?
Bisa, minimal Rp 25 ribu, ini low barrier. Returnya berdasar tingkat risiko UMKM yang lo danai itu. Misal ini ada perusahaan udah jalan 5 tahun, invoice udah jelas jadi returnya lebih bisa dihitung mungkin sekitar 12%. Di platform itu ada rating-ratingnya.
Kalo perusahaan baru, khawatir misalnya bisa bayar atau tidak? Nah ini lebih tinggi bisa 18-25%.
Simple kok sesimple buka aplikasi ojek online. Lo pilih, lalu serahkan sama Modal Rakyat. Kami juga pakai Youtube App, buat menampilkan profil usahanya.
Selama setahun ini, udah naik berapa dari sisi user dan pendanaan?
Kita mulai 2019, kalau persen pastinya gede banget karena kan mulai dari nol. Kami on track tahun ini sampai Rp 100 miliar, mungkin bisa lebih tapi segitu dulu aja.
Sudah ada investor luar yang tertarik belum? Biasanya kan kalau start-up bagus mulai dilirik investor
Sebenarnya, kami mulai kan juga dibantu oleh investor. Tapi secara umum, kami ini butuh lebih banyak kepercayaan dari investor lokal. Ini tantangan mendapat investor lokal yang mau ambil risiko, sementara platform ini sektor strategis ya pendanaan UM-UKM.
Waktu lo bikin start-up ini udah sadar kan berarti bahwa yang kalian lakukan ini mirip koperasi?
Kami tahu spiritnya, dari rakyat untuk rakyat yang kebetulan motto resmi kita juga. Mungkin sama seperti koperasi, tapi yang didigitalisasi.
Optimistis Modal Rakyat bisa jadi Unicorn gak?
Gue punya faith di perusahaan ini, sehari-hari menjalankan ini bareng kawan-kawan. Doain aja.
Bagi waktu bisnis ini dan kerjaan di Google gimana?
Di Google kan gak ada jam kerja, tapi ada target-target. Itu yang penting responsibilitynya dijalani. Misal gue lagi ada roadshow Modal Rakyat di Lampung, sambil nunggu bisa kelarin kerjaan di Google, dinamis aja sih.
Baca selanjutnya: Generasi Inovator 4.0 & Pertemuan dengan Jokowi
Cerita Saat Bertemu Jokowi
![]() |
Gue sampaikan ke beliau, waktu dia memenangkan pemilu presiden 2014 dulu adalah waktu yang sama gue menerima beasiswa LPDP.
Tadinya gue ada rencana berkarir di luar dulu untuk cari pengalaman, tapi saat itu gue lihat Pak Jokowi jadi presiden dan kita gak tahu kapan lagi punya presiden seperti dia jadi gue pikir langsung ambil kesempatan untuk pulang ke Indonesia. Tapi emang karena beasiswa LPDP juga sih, jadi kudu pulang, hahaha..
Terus gue cerita soal pengalaman gue di perbankan waktu 3 tahun bekerja di sana. Bahwa ada gap pendanaan Rp 1000 triliun untuk UMKM yang belum bisa dihandle sama perbankan formal.
Beliau setuju, soal pendanaan bank yang konservatif dan kurang inovasi. Lalu gue cerita juga soal mendirikan Modal Rakyat, yang sama tadi gue obrolin.
Lama banget berarti ngobrolnya bareng Pak Jokowi, kalau lo sampe bisa ceritain sejarah Modal Rakyat dong?
Sekitar 2 jam kayaknya, ada 4-5 orang yang bicara. Gue alhamdulillah beruntung jadi salah satu orang yang dikasih kesempatan bicara, waktu itu gue duduk di samping Pak Pramono dan sebelahnya ada Pak Jokowi.
Gue gak mau spekulasi sih, tapi intinya gue udah sampaikan soal apa yang terjadi dan inovasi dalam pendanaan. Sebenarnya kan sama saja, ini bisnis-bisnis tradisional tapi kita danai dengan cara inovatif lewat platform ini.
Dari kami, siap dukung pemerintah. Saat ini kan kami fokus di inovasi pendanaan, ini lagi dikaji ke depan kami bisa gak mendanai inovasi-inovasi. Kita lagi pengen expand bisnis sebenarnya, misal bagaimana ke depannya bisa membiayain youtube channel.
Youtube itu kan ladang kreativitas dan profesi, misal ingin kembangin channel Youtube tapi gak ada modal karena gak bisa akses perbankan. Mungkin kita bisa masuk di situ. Youtube kan fenomena massif ya.
Kami gak ngomong channel-channel selebritu ya, tapi misal teatrikal kecil di suatu kampung, industri perfilman atau rumah produksi kecil-kecilan. Kalau modalnya cukup kan bisa tingkatkan konten mereka.
Inovasi kan selalu hadir lebih dulu dibanding regulasi, gimana nanti cara lo meyakinkan bahwa Youtube adalah jenis usaha?
Iya itu memang tantangannya, tapi mata Pak Jokowi tampaknya berbinar kemarin waktu kami bilang bisa memberi akses modal ke Youtuber dan Gamers.
Di situ gue lihat, beliau memang concern sama dunia baru ini yang penuh kreativitas dan digitalisasi.Pendanaan ini harus bisa empowering, jangan sampai terblock sistem. Sementara kita tahu ada ekosistem yang terus tumbuh meledak-ledak penuh ide, tapi gak bisa berkembang karena sulit dapat modal.
Kita juga memikirkan bagaimana kalau hak kekayaan property itu bisa dijadikan aset gak kira-kira untuk ajukan pinjaman? Jadi ini, kita coba antisipasi.
Apa sih sebenarnya yang diminta Pak Jokowi ke kalian yang datang ke istana waktu itu?
Sebenarnya beliau gak minta apa-apa, tapi sharing uneg-uneg aja karena pertumbuhan ekonomi kita kan sedang seperti ini. Bagus tapi bisa lebih cepat. Dia cerita tuh soal pertemuannya dengan Uni Emirat Arab, yang sama di berita-berita juga.
Pak Jokowi merasa dengan bantuan anak muda dan teknologi harusnya ekonomi bisa tumbuh lebih cepat, dan sebenarnya anak-anak muda yang hadir itu dari berbagai macam sektor. Ada pendanaan, ada teknologi.
Oh, jadi gak semuanya Start-Up ya?
Gak semuanya, ada yang dokter yang banyak mengabdi di Indonesia Timur. Banyak yang lain sih, ada politisi muda juga. Sekitar 20 orang, akademisi juga ada.
Itu diundang Istana bagaimana?
Jadi, kami semua kan bergabung dalam organisasi Inovator 4.0, inisiatif bareng-bareng. Ada Mas Budiman Sudjatmiko di sana, kita kumpul dari berbagai latar belakang dan sudah berkarya di bidang masing-masing, tapi ini tidak terafiliasi dengan politik. Intinya kami ingin bantu pemerintah dengan kemampuan yang ada supaya lebih maju.
Kapan terbentuknya Inovator 4.0?
Agustus 2018, waktu itu kami sama-sama ada koneksi Cambridge, Oxford juga, Harvard juga ada. Lalu kami sekarang ada 300 orang lebih, dari berbagai macam background.
Konkritnya setelah bertemu dengan Pak Jokowi apa?
Yang pasti sih sekarang bagaimana karya-karya kami di bidang masing-masing bisa dukung pemerintah buat Indonesia. Apa yang bisa kita lakukan, bisa tanya ke yang lainnya juga. Gak ada instruksi apa-apa juga.
Dengan kondisi begini, menurut lo Indonesia sudah siap belum sih loncat ke revolusi industri 4.0?
Begini, jalan ke beberapa daerah di Indonesia aja masih ada yang 1.0. Konsekuensi dari 4.0 ini adalah akan ada otomasi. Parkir misalnya, kasir diotomasi, tol. Nah siap gak kita kehilangan pekerjaan-pekerjaan tersebut?
Masih banyak pekerja Indonesia yang bergerak di sektor yang bisa diotomasi suatu saat, mudah digantikan dengan mesin atau robot. Kalau tiba-tiba ada puluhan juta yang menganggur kan repot juga konsekuensinya.
Jadi untuk menjawab 4.0 ini ini perlu bertahap, kita harus hadirkan dulu SDM yang bisa memiliki keahlian atau skill dan juga problem solving. Ini tantangannya. Ini juga kami sampaikan waktu itu, artinya harus ada pembenahan jangka panjang. Mulai dari pendidikan dulu.
Artikel Selanjutnya
Milenial Mau Sukses Berbisnis? Ini Tips dari Anita Tanjung
(gus/gus)