Special Interview

Buka-bukaan Bos WIKA Soal Proyek Kereta Cepat Hingga Gesits

Wangi Sinintya & Monica Wareza, CNBC Indonesia
24 November 2018 16:08
Rencana ekspansi tahun depan
Foto: Dirut Wika Tumiyana (CNBC Indonesia/Muhammad Sabki)
Pemerintah memangkas proyek infrastruktur, seperti apa dampaknya bagi Wijaya Karya? Strategi apa yang akan dilakukan Wijaya Karya untuk tetap menggenjot target-target pertumbuhan korporasi?

Government spending itu bukan mengalami cut off justru malah (alokasi untuk) infrastruktur naik dari Rp 400 triliun ke Rp 410 triliun spending (tapi) directionnya yang berbeda. Ke depan government spending mulai turun. Pada saat turun, kemampuan perusahaan sudah mulai meningkat. 

Balance sheet capacity kita bergerak antara point net 0,9x sampai 1.1x dengan asumsi investasi kita bergerak setiap tahun Rp 30 triliun ke depan, sehingga kita tidak tergantung dari government spending. Government spending pada portofolio kita hanya 11,6% pada tahun 2019 kita set, di ujung 2018 government spending itu di portofoilio WIKA hanya 16,2% sehingga kita tidak menggantungkan ke government spending, tapi bagaimana meiningkatkan balance sheet capacity kita untuk bisa menangkap perubahan bisnis proses.

Karena ke depan negara akan membuat program namanya unsolicited dan KPBU disitu dimana korporasi balance sheetnya mampu. Di sanalah kita akan menangkap peluang itu, sehingga kita tidak tergantung dari spending (tapi) bagaimana caranya kita meningkatkan ekuitas sehingga balance sheet capacity kita meningkat (dan) opportunity kita bisa grab subject to capacity kita.

Investasi sangat besar, bisa digambarkan strategi perseroan untuk menarik pendanaan eksternal pada 2019? Apakah akan banyak menarik pendanaan dari pasar modal lewat obligasi atau masih mengandalkan pada bank-bank BUMN?

Korporasi itu bergerak subjektif. Kita ada banyak pilihan instrument di pasar, kita bisa terbitkan (surat utang) pun subjektif. Kalau kita ngomong investasi berarti lawannya jangka panjang, jangka panjang itu bisa bond, mana bond yang lebih murah. Konvensional bank kita pake untuk industri yang ada di tengah, yang di tengah itu sektor jasa yang sekarang kita geluti.

Di sektor jasa itu kita perlu bisnis yang cepat, dengan bisnis yang cepat berarti kita masih perlu konvensional loan atau pun debt yang kita pake pada saat mengalami defisit cash flow. Defisit cash flow di industri jasa konstrusksi itu bergerak di kuartal pertama sampai dengan kuartal ketiga.

Kenapa? (Karena pada) kuartal keempat dia akan mengalami pertumbuhan positif karena kita sebagai perusahaan negara punya kewajiban, wajib pungut pajak. Laba kita bergerak antara 5% sampai 6%. Kalau kita menjadi WAPU itu kita dipungut 10% dan 3% sehingga secara nature memang kita mengalami defisit cash flow.

Jadi itu yang kita lawankan kepada instrumen jangka pendek, itu yang kita lakukan sekarang, sehingga the whole total investasi kita bisa pakai instrument bond. Saya akan terbitkan perpetual (bond) untuk meningkatkan bisnis turnover kita, bisa menunggu dari return earning sehingga capacity kita akan meningkat. 

Subject to instrument yang ada dibandingkan dengan opportunity yang ada, kita bisa meng-grab opportunity kalau kita tidak menunggu dari return earning, sehingga peningkatan blance sheet capacity itu conventional.


(roy)

Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular