
Special Interview
Hanya Tiga Startup Besar yang Bertahan di Industri Digital
Shuliya Ratanavara & Roy Franedya, CNBC Indonesia
07 February 2018 09:49

Jakarta, CNBC Indonesia - Berkembangan perusahaan rintisan (startup) tak lepas dari adanya perusahaan modal ventura (venture capital). Perusahaan ini menyuntikkan dana dan membantu startup berkembang.
Modal ventura juga harus mampu mengelola resiko yang ada karena startup memiliki resiko tinggi. Maklum, 80% startup yang mendapat pendanaan mengalami kegagalan bisnis. Apalagi semakin besar startup semakin besar pula dana yang harus disuntikkan modal ventura.
CNBC Indonesia yang diwakili Shuliya Ratanavara dan Roy Franedya mendapat kesempatan untuk berbincang dengan Founding Partner Kejora Ventures, Andy Zain di Kantornya, awal Januari lalu.
Berikut hasil wawancara CNBC Indonesia dengan Kejora Ventures.
Dalam tiga tahun terakhir banyak startup yang bermunculan. Seperti apa peran dari modal ventura (venture capital)?
Bisnis startup tidak berbeda dengan perusahaan lainnya. Cuma bisnis mereka dibuat dalam lingkungan digital. Tetapi para startup ini kesulitan mendapatkan pendanaan. Mereka tidak seperti perusahaan konvensional karena tak miliki aset fisik, bank tidak mau meminjamkan dana.
Maka yang memberikan pinjaman dana modal ventura. Kami mengerti industri ini. Startup butuh perusahaan yang mengerti tentang bisnis mereka dan kami punya pengetahuan itu.
Tetapi venture capital tidak hanya kasih uang. Startup masih muda dan butuh pelatihan, mentoring dan membuka wawasan. Ini yang kita kerjakan dan karena ini digital maka banyak yang dikerjakan itu adalah hal baru di mana aturannya belum jelas. Maka venture capital tak cukup cuma memberi uang tapi juga bagaimana membangun ekosistem.
Apakah ekosistem startup dan fintech sudah tumbuh dengan baik saat ini?
Belum bertumbuh. Sekarang perusahaan fintech yang terdaftar banyak, ada sekitar 150-an fintech, tetapi yang tidak terdaftar lebih banyak lagi. Pertumbuhan itu besar, mereka tidak tahun peraturannya, apa yang boleh dan apa yang tidak boleh.
Modal ventura mau bantu supaya mereka gagal. Kami berharap mereka tidak banyak yang gagal. Itu yang mau modal ventura kerjakan. kasihan bila gagal, habis uang dan habis waktu.
Startup dan fintech punya potensi untuk gagal?
Secara statistik di dunia, 80% start-up yang sudah didanai mati dalam satu setengah tahun. Risikonya tinggi sekali. Maka itu kita harus cari sesuatu hal yang baru. Harus dimonitor, dijaga, dikasih dana yang cukup, akses ke industri yang cukup. Ini yang akan modal ventura bantu.
Indonesia punya startup unicorn tetapi masih belum menguntungkan. Kenapa bisa begitu dan bagaimana modal ventura mengantisipasi resiko tersebut?
Startup besar bukannya belum untuk, mereka belum mau untung saja. Mereka masih membangun bisnis. Contohnya membangun mal, saya tahun akan banyak yang data ke mal itu, kalau saya bangun mal hanya untuk dikunjungi 50 orang tentu sayang sekali.
Itu yang dilakukan startup unicorn mereka tidak berhenti membangun, mereka belum selesai. Jika berhenti banyak yang ngantri dan ada yang bangun mal di sebelah, konsumen lari ke mal sebelah.
Start-up itu bukannya bakar duit, tapi potensinya masih besar sekali. Gojek, di kota-kota lain belum ada, negara-negara lain startup lokal belum ekspansi. Makanya mereka mencari dana lagi untuk memperbesar kapling.
Sekarang ini startup besar kembangkan bisnis terkesan tidak fokus. Contohnya, Go-Jek yang masuk fintech padahal bisnis transportasi online. Startup inginnya seperti apa?
Saya tidak bilang startup tidak fokus. Saya yakin Go-Jek sudah pikirkan segalanya. Mereka punya roadmap yang jelas mau lakukan apa saja. Lalu kemudian apakah memang hanya mentok di ojek online saja?
Dalam startup ada yang namanya pivot. Saya sudah menjalankan bisnis tetapi kemudian menemukan sebuah bisnis yang lebih menarik atau konsumen maunya itu, karena perusahaannya digital beloknya gampang banget.
Jadi startup bisa mengembangkannya dengan gampang karena digital. Kalau saya pabrik saya fokus bikin sepatu, sepatu cowok, beli mesinnya sudah seperti itu, harus digunakan. Tiba-tiba orang ternyata sukanya sepatu santai atau sepatu boots susah gantinya.
Jadi bukannya startup tidak fokus tapi mereka adaptasi cepat dengan kondisi pasar. Buktinya mereka tumbuh terus. Kecuali mereka ganti tapi tak bertumbuh sampai akhirnya habis. Tapi kalau mereka kembangkan dan bertumbuh artinya semakin besar. Makanya kenapa bisnis ini juga memang cocoknya dibiayai capital venture.
Apa korelasi antara valuasi startup yang besar dengan kebutuhan dana besar yang harus disuntikkan?
Balik lagi, kalau saya mau bangun mal untuk 260 juta orang. Ketika awal bikin saya punya tanah dulu, beli tanahkan dananya sekian. Pas saya mulai bangun sudah beda, sudah punya gedung sudah punya apa. Nilai modalnya sudah besar karena gedung harganya naik, valuasinya naik, orang mau ikut 10%, ya harganya ikut dengan harga gedungnya berapa. Memang begitu.
Jadi kalau dibilang mahal segala macam ya memang karena mereka membangun sesuatu. Kayak dulu traveloka pegawainya cuma 30 orang sekarang 1.800-2.000 orang. Sudah beda, masa harganya pakai harga lama.
CNBC Indonesia yang diwakili Shuliya Ratanavara dan Roy Franedya mendapat kesempatan untuk berbincang dengan Founding Partner Kejora Ventures, Andy Zain di Kantornya, awal Januari lalu.
Dalam tiga tahun terakhir banyak startup yang bermunculan. Seperti apa peran dari modal ventura (venture capital)?
Bisnis startup tidak berbeda dengan perusahaan lainnya. Cuma bisnis mereka dibuat dalam lingkungan digital. Tetapi para startup ini kesulitan mendapatkan pendanaan. Mereka tidak seperti perusahaan konvensional karena tak miliki aset fisik, bank tidak mau meminjamkan dana.
Maka yang memberikan pinjaman dana modal ventura. Kami mengerti industri ini. Startup butuh perusahaan yang mengerti tentang bisnis mereka dan kami punya pengetahuan itu.
Tetapi venture capital tidak hanya kasih uang. Startup masih muda dan butuh pelatihan, mentoring dan membuka wawasan. Ini yang kita kerjakan dan karena ini digital maka banyak yang dikerjakan itu adalah hal baru di mana aturannya belum jelas. Maka venture capital tak cukup cuma memberi uang tapi juga bagaimana membangun ekosistem.
Apakah ekosistem startup dan fintech sudah tumbuh dengan baik saat ini?
Belum bertumbuh. Sekarang perusahaan fintech yang terdaftar banyak, ada sekitar 150-an fintech, tetapi yang tidak terdaftar lebih banyak lagi. Pertumbuhan itu besar, mereka tidak tahun peraturannya, apa yang boleh dan apa yang tidak boleh.
Modal ventura mau bantu supaya mereka gagal. Kami berharap mereka tidak banyak yang gagal. Itu yang mau modal ventura kerjakan. kasihan bila gagal, habis uang dan habis waktu.
Startup dan fintech punya potensi untuk gagal?
Secara statistik di dunia, 80% start-up yang sudah didanai mati dalam satu setengah tahun. Risikonya tinggi sekali. Maka itu kita harus cari sesuatu hal yang baru. Harus dimonitor, dijaga, dikasih dana yang cukup, akses ke industri yang cukup. Ini yang akan modal ventura bantu.
Indonesia punya startup unicorn tetapi masih belum menguntungkan. Kenapa bisa begitu dan bagaimana modal ventura mengantisipasi resiko tersebut?
Startup besar bukannya belum untuk, mereka belum mau untung saja. Mereka masih membangun bisnis. Contohnya membangun mal, saya tahun akan banyak yang data ke mal itu, kalau saya bangun mal hanya untuk dikunjungi 50 orang tentu sayang sekali.
Itu yang dilakukan startup unicorn mereka tidak berhenti membangun, mereka belum selesai. Jika berhenti banyak yang ngantri dan ada yang bangun mal di sebelah, konsumen lari ke mal sebelah.
Start-up itu bukannya bakar duit, tapi potensinya masih besar sekali. Gojek, di kota-kota lain belum ada, negara-negara lain startup lokal belum ekspansi. Makanya mereka mencari dana lagi untuk memperbesar kapling.
Sekarang ini startup besar kembangkan bisnis terkesan tidak fokus. Contohnya, Go-Jek yang masuk fintech padahal bisnis transportasi online. Startup inginnya seperti apa?
Saya tidak bilang startup tidak fokus. Saya yakin Go-Jek sudah pikirkan segalanya. Mereka punya roadmap yang jelas mau lakukan apa saja. Lalu kemudian apakah memang hanya mentok di ojek online saja?
Dalam startup ada yang namanya pivot. Saya sudah menjalankan bisnis tetapi kemudian menemukan sebuah bisnis yang lebih menarik atau konsumen maunya itu, karena perusahaannya digital beloknya gampang banget.
Jadi startup bisa mengembangkannya dengan gampang karena digital. Kalau saya pabrik saya fokus bikin sepatu, sepatu cowok, beli mesinnya sudah seperti itu, harus digunakan. Tiba-tiba orang ternyata sukanya sepatu santai atau sepatu boots susah gantinya.
Jadi bukannya startup tidak fokus tapi mereka adaptasi cepat dengan kondisi pasar. Buktinya mereka tumbuh terus. Kecuali mereka ganti tapi tak bertumbuh sampai akhirnya habis. Tapi kalau mereka kembangkan dan bertumbuh artinya semakin besar. Makanya kenapa bisnis ini juga memang cocoknya dibiayai capital venture.
Apa korelasi antara valuasi startup yang besar dengan kebutuhan dana besar yang harus disuntikkan?
Balik lagi, kalau saya mau bangun mal untuk 260 juta orang. Ketika awal bikin saya punya tanah dulu, beli tanahkan dananya sekian. Pas saya mulai bangun sudah beda, sudah punya gedung sudah punya apa. Nilai modalnya sudah besar karena gedung harganya naik, valuasinya naik, orang mau ikut 10%, ya harganya ikut dengan harga gedungnya berapa. Memang begitu.
Jadi kalau dibilang mahal segala macam ya memang karena mereka membangun sesuatu. Kayak dulu traveloka pegawainya cuma 30 orang sekarang 1.800-2.000 orang. Sudah beda, masa harganya pakai harga lama.
Pages
Tags
Related Articles
Recommendation

Most Popular