Bukan Kolesterol, Ini Tanda Utama Risiko Serangan Jantung dan Stroke

Redaksi, CNBC Indonesia
Rabu, 24/12/2025 14:15 WIB
Foto: Ilustrasi Kolesterol Tinggi (Freepik)

Jakarta, CNBC Indonesia - Sejak 1950, kolesterol dijadikan acuan utama dalam mengukur risiko penyakit jantung. Namun kini, ilmuwan menunjukkan sebuah protein yang lebih akurat dalam memprediksi salah satu penyebab utama kematian di Indonesia tersebut.

Protein yang ditemukan paling akuran mengukur risiko penyakit jantung adalah C-reactive, yaitu protein yang memberikan sinyal inflamasi skala rendah. Protein ini telah direkomendasikan oleh American College of Cardiology untuk screening penyakit jantung berbarengan dengan uji kolesterol sejak September 2025.

C-reactive protein dihasilkan oleh hati sebagai respons atas infeksi, kerusakan jaringan, radang kronis dari kondisi seperti penyakit autoimun, serta gangguan metabolisme seperti obesitas dan diabetes. Intinya, protein tersebut bisa menjadi tanda aktifnya sistem imun di dalam tubuh.


Level protein C-reactive juga bisa diukur lewat tes darah. Level yang rendah yaitu 1 miligram per desiliter mencerminkan inflamasi minimal. Di sisi lain, level yang lebih tinggi dari 3 miligram per desiliter menggambarkan level inflamasi tinggi dan risiko penyakit jantung. Di Amerika Serikat, 52 persen penduduk ditemukan memiliki level C-reactive tinggi.

Penelitian menunjukkan tingkat C-reactive bisa memprediksi serangan jantung dan stroke lebih baik dari level kolesterol jahat yaitu LDL. Bahkan, penelitian lain menyatakan protein tersebut bisa memprediksi serangan jantung sebaik pengukuran tekanan darah. 

Science Alert menjelaskan bahwa inflamasi atau peradangan yang diukur oleh C-reactive adalah pertanda penumpukan lemak di arteri, yaitu kondisi yang disebut sebagai atherosclerosis yang kemudian berpotensi menyebabkan stroke dan serangan jantung.

Ketika pembuluh yang darah rusak, baik akibat gula darah tinggi maupun rokok, sel imun langsung memasuki area kerusakan. Sel imun itu kemudian mengerubungi partikel kolesterol yang biasanya mengambang di aliran darah. Timbunan tersebut yang kemudian menempel di dinding pembuluh darah.

Proses ini terjadi selama puluhan tahun hingga pada suatu saat timbunan di dinding pembuluh darah runtuh. Gumpalan lalu terbentuk yang menghambat aliran darah, sehingga pasokan oksigen terhambat dan menyebabkan serangan jantung dan stroke.

Artinya, sistem imun adalah faktor paling awal dalam proses menuju penyakit jantung.

Oleh karena itu, gaya hidup untuk mengelola tingkat protein C-reactive yang dihasilkan oleh hati/liver bisa mengurangi risiko penyakit jantung.

Science Alert menyatakan beberapa makanan dan nutrisi yang bisa menurunkan level protein tersebut adalah serat dari kacang-kacangan, sayur, dan biji-bijian serta minyak zaitun, teh hijau, dan chia.

Level C-reactive juga turun lewat olahraga dan penurunan berat badan.

Pengukuran kolesterol juga penting. Namun tingkat kolesterol bukan acuan utama, melainkan jumlah partikel yang dikerubungi kolesterol jahat. Partikel ini bisa diukur lewat tes apolipoprotein B di darah. 

Tingkat apolipoprotein B juga dipengaruhi oleh gaya hidup seperti berat badan, olahraga, dan makanan. Nutrisi seperti serat, kacang-kacangan, dan omega-3 sering dihubungkan dengan penurunan partikel kolesterol. Adapun gula terbukti sebagai penyebab utama kenaikan jumlah partikel kolesterol.


(dem/dem)
Saksikan video di bawah ini:

Video: Tiktok di Amerika Serikat Resmi Diakuisisi!