Saat Internet Jadi 'Penyelamat Nyawa', Mendukung Faskes di Daerah 3T
Jakarta, CNBC Indonesia - Hidup di wilayah Terdepan, Terluar, dan Tertinggal (3T) bukan perkara mudah. Kondisi geografis yang menantang dan keterbatasan fasilitas dan tenaga kesehatan jadi hambatan bagi masyarakat setempat. Namun, pelan tapi pasti, kehadiran jaringan komunikasi dan internet mulai mengurangi hambatan tersebut.
Dahulu, internet dan jaringan komunikasi dipandang sebagai barang mewah di wilayah 3T. Namun, kini kondisinya berbeda. Internet dan jaringan komunikasi kini telah membantu banyak masyarakat di wilayah tersebut.
Nelcy Nawakele, seorang warga Ballu, Kecamatan Raijua, Kabupaten Sabu Raijua, Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) telah merasakan dampak kecanggihan teknologi internet dan komunikasi dalam menyelamatkan nyawa manusia.
Sosok berusia 35 tahun tersebut mengaku, kasus ibu meninggal akibat melahirkan anak kini sudah tak ditemukan lagi di kampungnya. Sebab, keberadaan fasilitas telepon memungkinkan masyarakat setempat menelpon tenaga medis dan ambulans, sehingga pertolongan bisa datang dengan cepat.
"Beta orang kampung, orang sederhana. Di kampung dulu banyak yang melahirkan di rumah sampai pendarahan. Sekarang semua bisa (ditangani) cepat. Tinggal telpon ambulans, orang rumah sakit datang," ujar Nelcy saat ditemui CNBC sedang menunggu ayahnya berobat di RS Pratama Raijua, ditulis Senin (15/12/2025).
Nelcy juga bilang, layanan ambulan juga bisa dilakukan lewat pesan whatsapp sehingga lebih mudah. Memang, kampung yang menjadi tempat tinggal Nelcy memiliki geografis yang sulit ditempuh, sehingga kadang menyulitkan warga yang ingin berobat. Kendati begitu, kehadiran ambulance on call atau layanan ambulan yang siap sedia 24 jam sehari mampu mengurangi hambatan tersebut.
Kisah yang disampaikan Nelcy menjadi salah satu contoh positif kehadiran jaringan internet. Terbukti, kini jaringan internet yang memadai telah menjadi tulang punggung terhadap transportasi layanan kesehatan Indonesia.
Dalam rangka memperkuat jaringan internet untuk kesehatan, Kementerian Kementerian Komunikasi dan Informatika (Komdigi) melalui Badan Aksesibilitas Telekomunikasi dan Informasi (BAKTI) telah membangun empat Base empat Base Transceiver Station (BTS) serta menghadirkan akses internet di Kabupaten Sabu Raijua.
Selain itu, juga terdapat fasilitas internet di 12 layanan kesehatan dari BAKTI di Kabupaten Sabu Raijua. Di antaranya adalah Puskesmas Bolou, Puskesmas pembantu (Pustu) Loborui, Pos Kesehatan Desa (Poskesdes) Ledeke, Puskesmas Pembantu, Pustu Titinalede, Gedung Farmasi Ledeunu, Pustu Molie, Pustu Lobohede, Puskesmas Seba, Rumah Sakit Pratama, Pustu Ledeana, dan Pos Kesehatan Desa Bolua.
Sementara itu, Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Sabu Raijua, Thobias J. Messakh menjelaskan, kehadiran jaringan internet yang memadai membuat penyediaan berbagai macam layanan kesehatan gratis untuk masyarakat semakin optimal.
"Ada cek kesehatan gratis, layanan rumah sakit dan posyandu yang datanya langsung ke ASIK. Semua lebih gampang dan cepat," tuturnya.
Sebagai informasi, ASIK adalah Aplikasi Sehat Indonesiaku, sebuah platform digital dari Kementerian Kesehatan (Kemenkes) untuk tenaga kesehatan dalam mencatat serta memantau data kesehatan masyarakat secara digital. Selain itu, keberadaan jaringan Internet juga memudahkan dinas kesehatan dalam melakukan aktivitas kampanye kesehatan di media sosial, mulai dari Facebook sampai Youtube.
Dinas Kesehatan juga bisa mendeteksi adanya fenomena kesehatan di masyarakat untuk kemudian ditangani lebih cepat, berbekal dukungan data yang lebih lengkap. Contohnya saat meningkatnya kasus scabies yang terjadi akhir-akhir ini.
Dia menambahkan, jaringan komunikasi juga memungkinkan pihak rumah sakit dan puskesmas membentuk kelompok diskusi online dan layanan online. "Jadi kalau ada apa-apa bisa tahu lebih cepat," kata dia.
Kemudahan layanan kesehatan karena internet juga dirasakan Ningsih, seorang perawat di UPTD Puskesmas Seba, Kabupaten Sabu Raijua. Seiring adanya ASIK dan digitalisasi, maka proses pendaftaran pasien hingga skrining dan diagnosa hanya membutuhkan waktu 5-10 menit. Hal ini sangat berbeda jika proses dilakukan secara manual yang membutuhkan waktu hingga 15-30 menit.
Di samping itu, adanya Rekam Medis Elektronik (RME) yang dapat diakses melalui internet membuat data pasien tersimpan secara elektronik. Alhasil, ketika pasien hendak memeriksa kesehatan lagi di lain waktu, data sudah tersedia dan akan memudahkan petugas dalam mengecek catatan riwayat kesehatan.
Kisah Nelcy, Ningsih, para tenaga kesehatan, hingga pada ibu dan anak yang selamat berkat akses internet menjadi penanda bahwa teknologi tersebut telah menjadi penghubung yang mendekatkan harapan, memperpendek jarak, serta memperpanjang usia.
Internet kini telah menjadi tangan-tangan tak terlihat yang bekerja sepanjang hari dalam menghubungkan masyarakat di wilayah 3T dengan pertolongan dan mampu menghadirkan layanan kesehatan yang inklusif di seluruh Indonesia.
Â
(rah/rah)[Gambas:Video CNBC]