Mau Atur Ojol Dkk, RI Kalah Jauh dari Malaysia dan Singapura
Jakarta, CNBC Indonesia - Perkembangan digital di Indonesia yang pesat beberapa tahun terakhir turut meningkatkan jumlah pekerja platform atau online. Sayangnya, kebanyakan dari mereka adalah pekerja informal yang minim mendapatkan perlindungan kesejahteraan.
Berkaca ke Negeri Jiran Malaysia, pemerintah setempat ternyata jauh lebih maju dari Indonesia. Pemerintah Malaysia telah mengesahkan Gig Workers Bill 2025, yakni sebuah regulasi komprehensif yang mengatur hubungan kemitraan, struktur kontrak, dan mekanisme penyelesaian sengketa antara pekerja dan platform. Selain itu, faktanya di Negeri Jiran pekerja platform diakui sebagai pekerja khusus.
Sementara di Singapura, Pemerintah setempat mengeluarkan Platform Workers Act 2024 sebagai regulasi yang menekankan fleksibilitas kerja. Kemudian, Pekerja platform diakui sebagai kategori pekerja baru dan hak menyerupai pekerja formal.
Tegasnya regulasi di kedua negara tersebut membuat pekerja platform mendapatkan akses perlindungan sosial.
Pemerintah Malaysia menerapkan skema Self- Employment Social Security Scheme (SESSS) dan program pensiun i-Saraan KWSP, yang memungkinkan pekerja platform menabung untuk jangka panjang serta mendapatkan perlindungan kecelakaan dari SOCSO.
Selain itu ada iuran sosial oleh antara pekerja dan platform untuk skema asuransi kecelakaan SOCSO. Kemudian Program i- Saraan melakukan kerja sama dengan Grab.
Sedangkan di Singapura, platform wajib menyetor kontribusi (Central Provident Fund) CPF untuk pensiun dan kesehatan dengan skema bertahap.Perlindungan kecelakaan kerja berlaku sama seperti karyawan formal.
Bagaimana di nasib pekerja platform di Indonesia?
Miris, jaminan sosial bagi pekerja platform di Indonesia masih minim dibandingkan dengan negara-negara tetangga seperti Malaysia dan Singapura.
Indef mengatakan bahwa fenomena ketenagakerjaan Indonesia menghadapi kerentanan yang semakin kompleks, terutama terkait waktu kerja, struktur pendapatan, dan perlindungan sosial.
"Banyak pekerja informal maupun pekerja platform bekerja dalam kondisi yang tidak stabil, di mana jam kerja panjang, upah rendah, serta minimnya dukungan jaringan sosial menjadi masalah utama," dalam laporan Menata Ulang Arah Ekonomi Berkeadilan (2025) yang dikutip Rabu (26/11/2025).
Padahal menurut pengamatan Indef, sebagian besar dari pekerja platform justru bekerja lebih lama dibanding pekerja formal, bahkan mencapai lebih dari tiga belas jam per hari.
Pola kerja dengan waktu tidak pasti atau menentu seperti mulai dari pekerja dini hari hingga pekerja malam terjadi di kalangan pekerja platform.
"Kondisi ini menggambarkan ritme kerja yang tidak selalu kompatibel dengan standar kesehatan dan keselamatan kerja."
Menurut Indef, hal ini terjadi karena pekerja platform mengalami pergeseran struktural mulai dari hubungan kerja formal menuju pola kemitraan 'semu' yang mengaburkan batas antara pekerja mandiri dan pekerja bergantung.
Sehingga, Indef menekankan perlu dilakukan pendekatan peraturan alternatif yang memastikan berkembangnya industri dan kesejahteraan pekerja platform sangat diperlukan guna menaungi keseluruhan ekosistem dapat sejahtera bersama dalam model hubungan kerja yang bisa dikatakan baru ini.
"Di sisi perlindungan sosial, pekerja platform dan sebagian besar pekerja informal menghadapi kondisi yang lebih rentan. Mereka kerap tidak tercatat dalam sistem bantuan sosial negara, khususnya mereka yang sebelumnya bekerja dalam sektor formal namun kemudian berpindah ke pekerjaan digital atau informal."
Misalnya saja minimnya akses terhadap sistem jaminan sosial seperti asuransi kecelakaan kerja, jaminan hari tua, dan pensiun.
Hal ini karena tidak adanya sistem otomatis seperti pekerja formal dan mengandalkan pendaftaran sukarela yang menyebabkan keikutsertaan pekerja gig platform rendah dalam hal jaminan sosial.
Solusi dari Indef untuk pekerja gig platform
Indef menekankan peran pemerintah dalam mengisi kekosongan kebijakan dengan mendesak RUU Pekerja Platform.
Ada tiga aspek yang harus diatur dalam RUU tersebut, yakni aspek hukum, aspek sosial, dan aspek ekonomi.
Aspek hukum meliputi, hak berserikat dan berorganisasi serta dialog sosial dan hubungan kemitraan yang setara. Aspek sosial meliputi jaminan dan perlindungan sosial, kesehatan dan keselamatan kerja, dan fleksibilitas waktu kerja. Aspek ekonomi yang meliputi jaminan sosial, kejelasan hubungan antara pekerja platform dan perusahaan platform, transparansi dan keadilan upah.
"Kesemuanya dibangun di atas semangat untuk tetap membuat iklim bisnis industri platform atraktif dan berkembang, serta pekerja yang tersejahterakan," tutur Indef.
Selain itu, perlu juga peningkatan perlindungan sosial bagi pekerja informal, yang juga termasuk dalam golongan pekerja platform.
Indef menekankan harus dilakukan perluasan pekerjaan formal. Kemudian perlu adanya penguatan perlindungan sosial dengan skema yang menguntungkan bagi kepesertaan pekerja informal dan perluasan akses informasi dan layanan.
"Di sini perbaikan tata kelolanya perlu dilakukan secara out of the box, misalnya BPJS perlu melibatkan key opinion leader atau selebriti sosial media untuk menyebarluaskan akses informasi, mengingat masyarakat Indonesia menggunakan HP lebih dari 7 jam dan pengguna aktif sosial media."
(rob/haa)