Beton dan Aspal Simpan Tanda Kiamat yang Tak Disadari Sebelumnya

Redaksi, CNBC Indonesia
27 October 2025 19:40
Mengendara melintas di Kawasan Kalimalang, Jakarta, Kamis (12/3). Memasuki musim hujan yang turun hampir setiap hari membuat sejumlah ruas jalan rusak dan tergenang yang mengakibatkan jalan berlubang. Kondisi ini membuat pengendara memperlambat laju kendaraannya untuk berhati-hati saat melintas di titik jalan berlubang. Akibatnya tak jarang terjadi kemacetan panjang di wilayah ini. Pengguna Jalan Kalimalang mengeluhkan kondisi jalan rusak karena dikhawatirkan dapat menimbulkan kecelakaan lalu lintas. Imron salah satu warga yang kesehariannya sering melintas di kawasan Kalimalang mengatakan "Biasanya kalau pagi jam-jam kerja di kawasan Kalimalang macet, karena konstruksi jalan yang jelek". Jalan berlubang di daerah tersebut juga karena faktor proyek Becakayu. Banyak mobil mobil besar melintas sehingga membuat jalan rusak. Selain itu ada juga bekas galian kabel yang terlihat diabaikan sehingga membuat beton penutup lubang hancur. (CNVC Indonesia/Muhammad Sabki)
Foto: Jalan berubang di Kawasan Kalimalang, Jakarta, Kamis (12/3). (CNVC Indonesia/Muhammad Sabki)

Jakarta, CNBC Indonesia - Tanda "kiamat" perubahan iklim akibat pemanasan global ternyata tersimpan di struktur beton dan aspal yang memenuhi area perkotaan.

Area perkotaan selalu lebih panas ketimbang area perdesaan. Selain karena aktivitas penduduk yang lebih padat, area perkotaan juga dipadati bangunan dan jalan raya.

Material infrastruktur, misalnya beton dan besi, menyimpan panas dari Matahari yang berkontribusi terhadap peningkatan suhu. Istilah populernya kerap disebut "urban warming bias" atau "urban heat islands."

Laporan Ceres-Science menyebutkan bahwa area perkotaan hanya mengambil 4% dari seluruh lahan di muka Bumi. Namun, banyak pendeteksi cuaca dan iklim yang menghitung temperatur global hanya di area-area perkotaan tersebut.

Ilmuwan curiga bahwa laporan soal pemanasan global selama ini terkontaminasi oleh efek urban heat islands. Kenaikan suhu yang dihitung sedikit-banyak terpengaruh oleh panas yang disimpan oleh bangunan dan aspal di perkotaan.

Studi terbaru di jurnal 'Climate' mencoba meneliti fenomena ini, serta korelasi urban heat island dengan pemanasan global akibat perubahan iklim. Riset ini disusun oleh 37 peneliti di 18 negara.

Sebelumnya, lembaga antar pemerintah UN terkait Perubahan Iklim (IPCC) mengatakan urban warming bias hanya berkontribusi terhadap kurang dari 10% pemanasan global.

Namun, studi terbaru mengatakan kontribusi urban warming terhadap perubahan iklim bisa mencapai 40% sejak 1850, dikutip dari Ceres-Science, Senin (4/9/2023).

Studi ini juga menemukan bahwa perkiraan aktivitas Matahari yang dipakai IPCC secara prematur mengesampingkan peran penting Matahari dalam pemanasan global.

Ketika peneliti menganalisa data suhu hanya menggunakan data Matahari versi IPCC, mereka tidak bisa menjelaskan fenomena pemanasan yang terjadi sejak pertengahan abad ke-20.

Namun, ketika peneliti mengulangi analisis tersebut dengan menggunakan perkiraan aktivitas Matahari yang berbeda dan sering digunakan oleh komunitas ilmiah, ada temuan baru.

Mereka mendeteksi bahwa sebagian besar tren pemanasan dan pendinginan dari data perdesaan sebenarnya dapat dijelaskan dalam kaitannya dengan perubahan aktivitas Matahari.

"Selama bertahun-tahun, masyarakat umum mengasumsikan bahwa penyebab perubahan iklim sudah jelas. Studi baru kami menawarkan adanya faktor lain yang berkontribusi terhadap perubahan iklim," kata ketua peneliti Willie Soon.

"Analisa ini membuka perspektif baru yang menyelidiki penyebab perubahan iklim secara ilmiah," kata tim peneliti, Ana Elias.

Intinya, penelitian ini menyebutkan bahwa faktor perubahan iklim ada banyak. Bukan hanya aktivitas manusia, tetapi juga material infrastruktur perkotaan [jalan aspal, tembok bangunan, kaca, dll], serta aktivitas Matahari yang berbeda-beda.


(dem/dem)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Peneliti Teriak Tanda Kiamat, Putih Berubah Jadi Biru

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular