Waspada Petaka Akhir Tahun Hantam Jakarta, Ini Peringatan BMKG

Redaksi, CNBC Indonesia
Kamis, 09/10/2025 17:10 WIB
Foto: Petugas Puskesmas Jagakarsa menyemprot fogging di Perumahan RT 07/07 Kawasan, Jagakarsa, Jakarta Selatan, Jumat (25/6). (CNBC Indonesia/Muhammad Sabki)

Jakarta CNBC Indonesia - Dalam laporan 'Prediksi Musim Hujan 2025/2026 di Indonesia', Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) menjelaskan terkait fenomena musim hujan di Indonesia yang terjadi dalam waktu tidak bersamaan.

Dibandingkan kondisi normal, musim hujan 2025/2026 diprediksi datang lebih awal di sebagian besar wilayah Indonesia, dimulai pada September hingga November 2025.


Adapun puncak musim hujan akan terjadi pada November-Desember 2025 di Indonesia bagian barat, lalu pada Januari-Februari 2026 di Indonesia bagian selatan dan timur.

Fenomena La Nina yang terjadi ketika suhu permukaan laut di Pasifik Tengah Ekuator lebih dingin dari biasanya, diprediksi akan datang di akhir 2025. La Nina dapat meningkatkan curah hujan di Indonesia, terutama jika suhu perairan lokal hangat.

Melihat kondisi cuaca di Indonesia, BMKG memberikan beberapa rekomendasi. Salah satu yang ditekankan adalah di sektor kesehatan, lebih spesifik terkait wabah demam berdarah (DBD) di Jakarta.

"Prediksi menunjukkan kecocokan iklim untuk DBD meningkat tinggi pada Desember 2025-Januari 2026, dengan kelembapan lebih dari 80% dan risiko tinggi di Jakarta Utara, Selatan, dan Timur," dikutip dari laporan BMKG, Kamis (9/10/2025).

Untuk itu, BMKG mengimbau agar dilakukan Pemberantasan Sarang Nyamuk (PSN), larvasidasi, fogging, fokus, penyuluhan, serta monitoring melalui sistem peringatan dini DBD BMKG, yang bisa diakses melalui laman ini.

Bukan cuma dari sektor kesehatan, BMKG juga memberikan rekomendasi di sektor pertanian, perkebunan, dan lingkungan secara umum.

Di sektor pertanian, BMKG mengingatkan soal prediksi awal musim hujan di sentra produksi padi di Jawa dan Sumatera Selatan pada September-November 2025.

"Oleh karena itu, diperlukan penyesuaian jadwal tanam agar tidak bertepatan dengan periode puncak musim hujan, pemilihan varietas tahan genangan, perbaikan irigasi, serta dukungan pemerintah melalui benih cadangan, informasi iklim, dan asuransi pertanian," tulis BMKG.

Di wilayah perkebunan sawit, BMKG memprediksi sebagian Sumatera dan Kalimantan memperoleh hujan berlebih, sementara bagian utara Sumatera dan Kalimantan Barat lebih kering.

Untuk itu, BMKG mengimbau adanya pengendalian hama secara intensif, pengelolaan drainase, penyesuaian pemupukan untuk mengurangi pencucian nutrisi, serta pemanfaatan air hujan.

Meski sebagian besar wilayah perlu mewaspadai dampak curah hujan, tetapi ada beberapa wilayah yang sifat hujannya di bawah normal, yakni Sumatera Utara, Maluku, dan Papua bagian Selatan.

Wilayah-wilayah tersebut berpotensi mengalami kekurangan air irigasi. Untuk itu, diperlukan efisiensi penggunaan air, penggunaan varietas tahan kering, penyesuaian pola tanam dengan prediksi BMKG, serta sosialisasi ke petani dan antisipasi kebakaran hutan dan lahan (karhutla).

Secara garis besar, BMKG mengatakan musim hujan membawa kelembapan tinggi yang memicu ketidaknyamanan termal, terutama di perkotaan.

"Untuk itu, perlu optimalisasi drainase dan Ruang Terbuka Hijau (RTH), perbaikan sirkulasi udara, serta peningkatan edukasi masyarakat untuk menjaga hidrasi dan adaptasi pakaian," BMKG menuturkan.


(fab/fab)
Saksikan video di bawah ini:

Video: Literasi Digital, Kunci Ruang Digital yang Aman & Ramah Anak