Ini Perbedaan Hingga Dampak La Nina & El Nino, Mana Lebih Parah?

Chandra Dwi Pranata, CNBC Indonesia
07 October 2025 18:15
Suasana langit tertutup awan gelap di Jakarta, Jumat (2/2/2024). Cuaca ekstrem akan terjadi beberapa hari terakhir di Jabodetabek diperkirakan terus terjadi hingga 10 Februari 2024 dengan intensitas hujan yang semakin meningkat. (CNBC Indonesia/Faisal Rahman)
Foto: Suasana langit tertutup awan gelap di Jakarta, Jumat (2/2/2024). Cuaca ekstrem akan terjadi beberapa hari terakhir di Jabodetabek diperkirakan terus terjadi hingga 10 Februari 2024 dengan intensitas hujan yang semakin meningkat. (CNBC Indonesia/Faisal Rahman)

Jakarta, CNBC Indonesia - Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) memprediksi fenomena La Niña bakal kembali menyapa Indonesia pada akhir tahun 2025.

Fenomena ini dikenal sebagai "pemanggil hujan" karena biasanya membawa peningkatan curah hujan di berbagai wilayah Tanah Air.

Dalam laporan Prediksi Musim Hujan 2025/2026, BMKG menyebut kondisi El Niño-Southern Oscillation (ENSO) diperkirakan akan berada di fase netral sepanjang tahun 2025, sebelum bergeser ke arah La Niña menjelang akhir tahun.

Selain itu, Indian Ocean Dipole (IOD) kini berada pada fase negatif dan diprediksi bertahan hingga November 2025, kondisi yang juga bisa memperkuat intensitas hujan di wilayah Indonesia bagian barat dan tengah.

"Puncak musim hujan 2025/2026 diprediksi banyak terjadi pada bulan November hingga Desember 2025 di Indonesia bagian barat, dan Januari hingga Februari 2026 di wilayah selatan dan timur," tulis BMKG dalam laporan resminya.

BMKG juga memperkirakan musim hujan kali ini akan datang lebih awal dan berlangsung lebih lama dari biasanya. Sekitar 47,6% wilayah Indonesia (atau 333 zona musim/ZOM) diprediksi memasuki musim hujan pada September-November 2025.

Beberapa wilayah di Sumatera dan Kalimantan bahkan diperkirakan sudah mulai diguyur hujan sebelum September 2025, sementara wilayah selatan dan timur Indonesia akan mengalaminya secara bertahap hingga akhir tahun.

Secara keseluruhan, sebanyak 42,1% wilayah (294 ZOM) diperkirakan akan mengalami musim hujan yang datang lebih awal dari rata-rata klimatologis.

Fenomena La Niña kerap berdampak pada berbagai sektor, mulai dari pertanian, perikanan, transportasi, hingga energi. Di sisi lain, meningkatnya curah hujan juga meningkatkan risiko banjir, longsor, dan gangguan infrastruktur di sejumlah daerah.

BMKG mengimbau masyarakat dan pemerintah daerah untuk mempersiapkan langkah mitigasi sejak dini, terutama dalam pengelolaan sumber daya air, sistem drainase, dan kesiapan logistik di daerah rawan bencana.

Apa Beda La Nina dan El Nino?

Umumnya, fenomena anomali cuaca dibagi menjadi dua jenis yakni La Nina dan El Nino. Baik La Nina maupun El Nino, keduanya merupakan cuaca ekstrem yang dapat mempengaruhi iklim global. Ada sederet perbedaan El Nino dan La Nina.

El Nino dan La Nina merupakan bagian dari fenomena El Nino-Southern Oscillation (ENSO), yang terjadi akibat interaksi yang kompleks antara atmosfer dan samudera di kawasan Pasifik.

El Nino terjadi ketika suhu permukaan laut menjadi lebih hangat, sedangkan La Nina terjadi ketika suhu permukaan laut menjadi lebih dingin.

Meskipun keduanya terkait dengan perubahan suhu dan pola curah hujan di berbagai wilayah, mereka memiliki karakteristik yang berbeda.

Fenomena iklim El Nino dan La Nina bisa memicu cuaca ekstrim yang menyebabkan gagal panen, termasuk Padi. Imbasnya, produksi beras susut yang membuat harga meroket.


El Nino dan La Nina dua-duanya adalah pola iklim di Samudera Pasifik yang dapat mempengaruhi cuaca di seluruh dunia. Meski sama-sama istilah iklim, El Nino dan La Nina memiliki sifat yang berkebalikan.

El Nino
Mengutip laman resmi Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG), El Nino adalah fenomena pemanasan Suhu Muka Laut (SML) di atas kondisi normalnya yang terjadi di Samudera Pasifik bagian tengah.

Pemanasan SML ini meningkatkan potensi pertumbuhan awan di Samudera Pasifik tengah dan mengurangi curah hujan di wilayah Indonesia. Singkatnya, El Nino memicu kekeringan untuk wilayah Indonesia secara umum.

Menurut laman National Ocean Service AS, El Niño dalam bahasa Spanyol artinya anak laki-laki. Nelayan Amerika Selatan pertama kali menyadari periode air hangat yang luar biasa di Samudra Pasifik pada tahun 1600an. Nama lengkap yang mereka gunakan adalah El Niño de Navidad yang berarti Bocah Laki-Laki Natal, karena El Niño biasanya mencapai puncaknya sekitar bulan Desember.

La Nina
La Nina adalah fenomena yang berkebalikan dengan El Nino. Ketika La Nina terjadi, Suhu Muka Laut (SML) di Samudera Pasifik bagian tengah mengalami pendinginan di bawah kondisi normalnya. Pendinginan SML ini mengurangi potensi pertumbuhan awan di Samudera Pasifik tengah dan meningkatkan curah hujan di wilayah Indonesia secara umum.


La Niña dalam bahasa Spanyol artinya Gadis Kecil. La Niña juga kadang-kadang disebut El Viejo, anti-El Niño, atau sekadar "peristiwa dingin".

Selama La Niña, perairan di lepas pantai Pasifik menjadi lebih dingin dan mengandung lebih banyak nutrisi dari biasanya. Lingkungan ini mendukung lebih banyak kehidupan laut dan menarik lebih banyak spesies perairan dingin, seperti cumi-cumi dan salmon, ke tempat-tempat seperti pantai California.

Ketika fenomena La Nina terjadi, bagi Indonesia berarti akan terjadi risiko banjir yang lebih tinggi, suhu udara yang lebih rendah di siang hari, dan lebih banyak badai tropis.

BMKG menambahkan, La Nina akan memicu kondisi lebih basah dibandingkan kondisi normal, sehingga meningkatkan risiko hujan ekstrem yang merugikan lahan pertanian serta memicu potensi berkembangnya hama dan penyakit tanaman

CNBC INDONESIA RESEARCH
[email protected]

(mae/mae)
Tags

Related Articles

Most Popular
Recommendation