Warga RI Makin Gampang Cari Kerja di China, Begini Syaratnya
Jakarta, CNBC Indonesia - Kebijakan baru Amerika Serikat (AS) yang menetapkan biaya visa kerja H-1B hingga US$100.000 (sekitar Rp1,6 miliar) per tahun dinilai memberatkan perusahaan dan pekerja asing.
Situasi ini langsung dimanfaatkan China dengan meluncurkan program visa baru untuk menarik talenta teknologi global.
Visa kategori K, yang diumumkan pada Agustus dan resmi berlaku pekan ini, menyasar lulusan muda asing di bidang sains, teknologi, teknik, dan matematika (STEM).
Berbeda dengan H-1B yang mengharuskan sponsor perusahaan dan tunduk pada sistem undian, visa K memungkinkan pekerja asing masuk, tinggal, dan bekerja di China tanpa perlu tawaran kerja terlebih dahulu.
"Amerika Serikat jelas merugikan dirinya sendiri dengan kebijakan H-1B, dan waktunya sangat tepat bagi China meluncurkan visa K," kata Michael Feller, Kepala Strategi di Geopolitical Strategy, dikutip dari Reuters, Selasa (30/9/2025).
China sendiri selama ini dikenal memiliki pasokan besar untuk engineer lokal. Namun, di tengah ketidakpastian ekonomi akibat tarif impor AS, Beijing berusaha membangun citra sebagai negara yang terbuka terhadap investasi dan tenaga kerja asing.
Upaya ini juga diperkuat dengan kebijakan bebas visa bagi warga sebagian besar negara Eropa, Jepang, dan Korea Selatan.
Meski menjanjikan, visa K masih menyisakan banyak pertanyaan. Pedoman pemerintah hanya menyebut syarat umum seperti usia, latar belakang pendidikan, dan pengalaman kerja, tanpa rincian mengenai insentif finansial, status tinggal permanen, maupun fasilitas keluarga.
Kendala bahasa juga dinilai signifikan, mengingat mayoritas perusahaan teknologi di China beroperasi dengan bahasa Mandarin.
Selain itu, ketegangan politik antara India dan China bisa membatasi jumlah pelamar dari India, yang selama ini menjadi penerima terbesar visa H-1B di AS dengan porsi 71% tahun lalu.
"China harus memastikan warga India merasa diterima dan dapat bekerja secara bermakna meskipun tanpa kemampuan bahasa Mandarin," kata Feller.
Upaya perekrutan talenta asing sebenarnya bukan hal baru bagi China. Sebelumnya, pemerintah menawarkan insentif besar, termasuk subsidi rumah dan bonus hingga 5 juta yuan (Rp11 miliar), untuk menarik kembali ilmuwan China di luar negeri. Namun, program khusus bagi talenta non-China, seperti visa K, masih tergolong baru.
Meski peluang perubahan besar dalam kebijakan imigrasi China dinilai kecil, analis menilai kehadiran visa K tetap memperkuat posisi Beijing dalam persaingan teknologi global dengan Washington.
"Jika China berhasil menarik sebagian kecil saja dari talenta teknologi dunia, posisinya di bidang teknologi mutakhir akan semakin kuat," ujar Feller.
(fab/fab)