Tiba-Tiba Asia Jadi Lautan Merah, Rupiah - Yen Terbakar Dolar AS

Elvan Widyatama, CNBC Indonesia
30 September 2025 09:48
Japanese yen notes are piled up after counting at a bank during a photo opportunity in Seoul October 8, 2010. REUTERS/Lee Jae-Won
Foto: Mata Uang Yen Jepang (REUTERS/Lee Jae-Won)

Jakarta, CNBC Indonesia - Nilai tukar mata uang Asia kompak berbalik melemah terhadap dolar Amerika Serikat (AS), pada perdagangan hari ini, Selasa (30/9/2025).

Merujuk data Refinitiv, Per pukul 09.20 WIB hampir seluruh mata uang di kawasan Asia terpantau tengah mengalami tekanan dari greenback. Hanya rupee India yang justru mengalami penguatan walau hanya tipis, sementara baht Thailand menjadi yang terlemah di Asia.

Baht Thailand tengah mengalami pelemahan sebesar 0,28% ke posisi THB32,28/US$. Tepat dibawah baht, won Korea terdepresiasi hingga 0,21% di level KRW 1402,8/US$.

Sementara itu, rupiah garuda berada di urutan ketiga sebagai mata uang dengan pelemahan terbesar di Asia. Rupiah terpantau terkoreksi ke level Rp16.690/US$ atau melemah 0,15%, padahal di pembukaan perdagangan rupiah berhasil menguat 0,09%.

Pelemahan juga terjadi pada dolar Taiwan dan peso Filipina dengan pelemahan masing-masing sebesar 0,09% dan 0,07% ke level TWD 30,512/US$ serta PHP 58,038/US$.

Yuan China pun ikut tertekan oleh dolar AS, dengan pelemahan 0,06% ke posisi CNY 7,1239/US$. Serta, dolar Singapura dan yen Jepang sama-sama mengalami tekanan 0,05% dari greenback.

Namun, ditengah lautan pelemahan mata uang Asia, rupee India justru mampu menguat sendirian terhadap dolar AS, walau penguatannya hanya tipis 0,01% ke level INR 88,667/US$.

Pelemahan pada hampir seluruh mata uang Asia hari ini terjadi seiring dengan indeks dolar AS (DXY) yang menguat tipis 0,09% ke level 97,994, setelah sebelumnya sempat melemah dalam dua hari beruntun.

Penguatan ini muncul di tengah meningkatnya risiko government shutdown di Negeri Paman Sam, seiring semakin dekatnya tenggat pendanaan pemerintah AS pada 1 Oktober. Jika kebuntuan ini tidak segera terselesaikan, sejumlah rilis data ekonomi penting berpotensi tertunda minggu ini.

Kebuntuan tersebut muncul lantaran Presiden Donald Trump belum mencapai kesepakatan sementara dengan oposisi dari partai demokrat terkait rancangan anggaran belanja pemerintah. Kondisi ini menambah ketidakpastian pasar, terutama karena para pelaku kini menantikan rilis data ketenagakerjaan September pada Jumat mendatang.

Selain laporan non-farm payrolls, pasar juga akan mencermati data lowongan kerja, penggajian sektor swasta, serta indeks manufaktur ISM untuk mencari petunjuk arah ekonomi AS.

Sementara itu, Presiden The Fed New York, John Williams, pada Senin lalu menegaskan bahwa tanda-tanda awal pelemahan pasar tenaga kerja menjadi dasar dukungannya terhadap keputusan pemangkasan suku bunga pada pertemuan bulan lalu.

Saat ini, pelaku pasar memperkirakan adanya peluang pemangkasan suku bunga sebesar 25 bps pada Oktober, dengan total 42 bps pelonggaran hingga akhir tahun.

CNBC INDONESIA RESEARCH 

[email protected]

(evw/evw)
Tags

Related Articles

Most Popular
Recommendation