Uang Rp 146 Triliun dari Trump Tak Bisa Selamatkan Raksasa Mau Tumbang

Intan Rakhmayanti, CNBC Indonesia
25 August 2025 14:05
Presiden AS Donald Trump berbicara saat menghadiri Fasilitas Operasi Kepolisian Taman AS Anacostia untuk bertemu dengan polisi dan militer, setelah mengerahkan pasukan Garda Nasional di ibu kota negara, di Washington, D.C., AS, 21 Agustus 2025. (REUTERS/Nathan Howard)
Foto: Presiden AS Donald Trump berbicara saat menghadiri Fasilitas Operasi Kepolisian Taman AS Anacostia untuk bertemu dengan polisi dan militer, setelah mengerahkan pasukan Garda Nasional di ibu kota negara, di Washington, D.C., AS, 21 Agustus 2025. (REUTERS/Nathan Howard)

Jakarta, CNBC Indonesia - Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump menggelontorkan hampir US$9 miliar atau sekitar Rp146 triliun ke Intel Corp dengan imbalan kepemilikan saham 9,9%. Namun, suntikan dana ini dinilai analis tidak cukup untuk menyelamatkan bisnis kontrak manufaktur chip (foundry) Intel yang berada di ujung tanduk.

CEO Intel Lip Bu Tan, memperingatkan bulan lalu bahwa perusahaan mungkin terpaksa hengkang dari bisnis kontrak chip jika tidak berhasil mendapatkan klien besar.

"Ke depan, investasi kami di Intel 14A akan didasarkan pada komitmen pelanggan yang sudah dikonfirmasi," katanya, dikutip dari Reuters, Senin (25/8/2025).

Sementara itu, analis Summit Insights, Kinngai Chan, menegaskan bahwa Intel harus mengamankan volume pelanggan yang cukup untuk membuat proses manufaktur 18A dan 14A layak secara ekonomi.

"Kami tidak berpikir investasi pemerintah, sebesar apa pun, bisa mengubah nasib divisi foundry jika tidak ada pelanggan besar," ujarnya.

Perusahaan yang dulu menjadi simbol kejayaan chip AS itu kalah bersaing dengan TSMC dari Taiwan dan tertinggal dalam perlombaan chip kecerdasan buatan (AI) dari Nvidia. Reuters melaporkan proses 18A Intel saat ini bermasalah dalam yield, yakni rasio chip yang layak dipasarkan.

Kondisi ini membuat Intel sulit menanggung biaya rendahnya yield di tahap awal, berbeda dengan TSMC yang mampu menyerapnya saat bekerja dengan klien besar seperti Apple. Apalagi Intel sudah membukukan kerugian bersih enam kuartal berturut-turut.

Meski kepemilikan pemerintah menjadikan AS sebagai pemegang saham terbesar Intel, analis menilai kesepakatan ini lebih merugikan dibanding hanya menerima pendanaan lewat CHIPS Act seperti rencana awal di era Presiden Joe Biden.

"Ini bukan uang gratis," kata Ryuta Makino, analis Gabelli Funds.

Saham Intel sempat naik 5,5% pada penutupan perdagangan Jumat (22/8) setelah kabar kepemilikan pemerintah, namun terkoreksi 1% di perdagangan pasca-penutupan setelah perincian kesepakatan diumumkan. Sepanjang tahun ini saham Intel sudah naik 23%, sebagian didorong pengumuman pemangkasan karyawan besar-besaran.

Trump menyebut investasi ini sebagai kesepakatan besar bagi AS dan Intel. "Membangun semikonduktor dan chip tercanggih, yang menjadi keahlian Intel, adalah fondasi masa depan bangsa kita," ujar Trump.


(fab/fab)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Kabar Pahit dari Raksasa Teknologi Intel: Bakal Ada PHK Besar-Besaran!

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular