
Robot Pembunuh Israel Basmi Manusia Seketika, Cek Faktanya

Jakarta, CNBC Indonesia - Sebanyak 62.000 warga Palestina tewas dibunuh pasukan Israel dalam perang yang meletus sejak Oktober 2023. Di antara korban ada 18.885 anak yang terbunuh, menurut Kantor Media Pemerintah Gaza, dikutip dari Aljazeera, Rabu (20/8/2025).
Kekuatan militer Israel tak lepas dari teknologi canggih yang dimanfaatkan sebagai senjata. The New York Times pada 2023 lalu melaporkan rencana Israel mengembangkan senjata super canggih dengan memanfaatkan teknologi kecerdasan buatan (AI).
Drone berbasis AI mampu mendeteksi dan membidik target secara akurat. Selain Israel, drone AI ini juga dikembangkan oleh Amerika Serikat (AS) dan China.
Kritikus mengatakan 'robot pembunuh' menandai pengembangan AI yang mengkhawatirkan. Hidup-mati manusia seakan diserahkan sepenuhnya ke mesin tanpa campur tangan manusia.
Beberapa negara telah melobi PBB untuk mengeluarkan kebijakan pelarangan AI dalam menciptakan drone pembunuh. Namun, AS merupakan salah satu negara yang menentang negosiasi tersebut.
Israel, Rusia, dan Australia juga sependapat dengan AS. Negara-negara ini ingin pengembangan teknologi untuk kepentingan militer tak dibatasi, menurut laporan The New York Times.
"Isu ini adalah poin paling signifikan untuk masa depan kemanusiaan," kata Alexander Kmentt, ketua negosiator Austria, kepada The New York Times.
Kmentt mengatakan senjata otomatisasi akan membuat perubahan yang fundamental. Penggunaannya bisa memicu masalah hukum dan etika.
Terpisah, Laporan Time pada Desember 2024 menyebut perang AI berpotensi membangkitkan gambaran robot pembunuh dan drone otonom. Namun, kenyataan berbeda sudah terjadi di Gaza.
Di 'area berdarah' tersebut, Time mengatakan AI telah menyarankan target dalam kampanye balasan Israel untuk membasmi Hamas setelah serangan kelompok itu pada 7 Oktober 2023.
Sebuah program yang dikenal sebagai "The Gospel" menghasilkan saran untuk bangunan dan struktur tempat militan mungkin beroperasi. "Lavender" diprogram untuk mengidentifikasi tersangka anggota Hamas dan kelompok bersenjata lainnya untuk dibunuh, mulai dari komandan hingga prajurit infanteri.
"Where's Daddy?" dilaporkan mengikuti pergerakan target dengan melacak ponsel mereka untuk. Pelacakan seringkali berpusat ke rumah target. Serangan udara yang menyusul mungkin membunuh semua orang di keluarga target, bahkan warga di sekitar tempat tinggal target.
Pasukan Pertahanan Israel (IDF) mengaku sedang mengembangkan program-program senjata otomatis tersebut. Hal ini dapat membantu menjelaskan laju kampanye pengeboman paling dahsyat di abad ke-21, yang menewaskan lebih dari 62.000 warga Palestina.
Dalam perang-perang Gaza sebelumnya, para veteran militer Israel mengatakan serangan udara terjadi dengan tempo yang jauh lebih lambat.
"Selama saya bertugas di ruang target [antara tahun 2010 dan 2015], dibutuhkan tim yang terdiri dari sekitar 20 perwira intelijen untuk bekerja selama sekitar 250 hari guna mengumpulkan sekitar 200 hingga 250 target," ujar Tal Mimran, dosen di Universitas Ibrani di Yerusalem dan mantan penasihat hukum di IDF, kepada Time.
"Saat ini, AI akan melakukannya dalam seminggu," ia menambahkan.
(fab/fab)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Google Jual Teknologi Masa Depan ke Israel, Karyawan Bersatu Melawan
