China Makin Ganas, Amerika di Ambang Kekalahan Mutlak

Intan Rakhmayanti, CNBC Indonesia
Senin, 30/06/2025 21:00 WIB
Foto: Bendera Amerikas Serikat (AS) dan China. (REUTERS/Florence Lo/Illustration/File)

Jakarta, CNBC Indonesia - China makin ganas mengembangkan sistem kecerdasan buatan (AI), dalam perlombaan sengit dengan Amerika Serikat (AS) dalam mendominasi teknologi tersebut.

Terbaru, Baidu mengumumkan gebrakan baru. Raksasa China yang digadang-gadang sebagai 'Google ala China' tersebut membuka akses secara bertahap terhadap model bahasa besar (LLM) miliknya, ERNIE, untuk dunia.

Pada Maret lalu, Baidu mengklaim bahwa model ERNIE X1 terbarunya memiliki performa setara dengan DeepSeek R1, namun dengan harga hanya setengahnya.


Langkah ini dipandang sebagai salah satu gebrakan terbesar China dalam balapan teknologi AI, menyusul popularitas DeepSeek yang sempat menggegerkan dunia Barat.

Dengan ini, China tidak hanya memperkuat dominasi, tapi juga secara terang-terangan menantang dominasi AS di sektor AI.

"Baidu sedang menyemai dunia dengan model AI buatan China," ujar analis AI, Strasmore, dikutip dari CNBC Internasional, Senin (30/6/2025).

Ia menambahkan bahwa perubahan cepat dalam dinamika biaya dan akses model AI akan mengubah peta industri secara drastis.

Meskipun dampak yang ditimbulkan Baidu tak seheboh DeepSeek ketika pertama kali meluncur, tetapi langkah ini dikatakan bisa mengubah lanskap perlombaan AI dunia.

"Ini bukan sekadar kisah AI dari China. Setiap kali perusahaan besar membuka sumber model yang kuat, hal itu meningkatkan standar untuk seluruh industri," kata Sean Ren, profesor madya ilmu komputer di University of Southern California dan Peneliti AI Terbaik Tahun Ini dari Samsung.

Ren mengatakan langkah Baidu memberi tekanan pada penyedia tertutup seperti OpenAI dan Anthropic untuk membenarkan API yang dibatasi dan harga premium.

Pakar industri lainnya melihat Ernie yang open source berpotensi lebih mengganggu bagi pesaing AS dan China dalam hal harga.

"Baidu baru saja melemparkan bom molotov ke dunia AI," kata Alec Strasmore, pendiri konsultan AI Epic Loot.

"OpenAI, Anthropic, DeepSeek, semua orang yang mengira mereka menjual sampanye terbaik akan menyadari bahwa Baidu memberikan sesuatu yang sama hebatnya," kata Strasmore.

Menurutnya, Baidu baru saja memberi pesan bagi semua startup dunia untuk berhenti membayar tool AI dengan harga tinggi.

"Ini bukan kompetisi, ini adalah deklarasi perang terhadap harga," kata Strasmore.

CEO Baidu, Robin Li, menegaskan bahwa langkah ini dirancang untuk mempercepat inovasi global.

"Kami ingin para pengembang bisa membangun aplikasi terbaik tanpa dibatasi oleh biaya dan alat," ujarnya dalam forum teknologi April lalu di China.

Meski sebagian pengamat di AS menilai gebrakan ini tak terlalu berdampak, karena minimnya pemahaman publik terhadap Baidu, namun dampaknya ke lanskap global dinilai serius.

"Kabar Baidu menjadi open-source kemungkinan besar tidak akan berdampak besar," kata Cliff Jurkiewicz, Wakil Presiden Strategi Global di Phenom, perusahaan AI untuk sektor SDM.

"Kebanyakan orang di AS bahkan tidak tahu bahwa Baidu adalah perusahaan teknologi asal China," imbuhnya.


(fab/fab)
Saksikan video di bawah ini:

Video: Jurus Investasi Kripto Saat "Titah" Trump Bikin Gejolak Pasar