
Geger Pejabat India Bombardir Warga Pakai Deepfake

Jakarta, CNBC Indonesia - Para pejabat dan politisi India ramai membombardir warga dengan konten deepfake berbasis teknologi Artificial Intelligence (AI). Penggunaan deepfake bukan untuk menyebarkan misinformasi dan disinformasi terkait lawan politik, melainkan untuk menjangkau para pemilih saat berkampanye.
Laporan Wired menuliskan partai politik di India mulai menggunakan deepfake AI untuk berinteraksi dengan masyarakat. Mereka mengandalkan teknologi tersebut untuk menavigasi 22 bahasa resmi negara dan ribuan dialek regional untuk kampanye. Konten deepfake mereka akan dipersonalisasi pada tiap komunitas yang dituju.
Bahkan, deepfake di India menjadi bisnis yang menjanjikan. Wired mencatat peluangnya mencapai US$60 juta (Rp 960,3 miliar), dikutip dari Wired, Rabu (22/5/2024).
Penggunaannya juga cukup masif, setidaknya lebih dari 50 juta kloning suara tersebar selama dua bulan jelang pemilu bulan April. Jutaan lainnya dilakukan selama hari pemungutan suara.
Salah satu yang melakukannya adalah politisi lokal Shakti Sing Rathore. Dia menggunakan jasa salah satu penyedia teknologi bernama Divyendra Singh Jadoun untuk meyakinkan 300 ribu pemilih di sekitar Ajmer.
Jadoun merupakan pemilik Polymath Synthetic Media Solutions. Ini adalah salah satu penyedia deepfake yang muncul untuk para politisi.
Cara kerjanya, penyedia jasa deepfake akan merekam gerak-gerik, cara bicara, dan suara politisi yang ingin berkampanye. Dari rekaman tersebut, lantas identitas sang politisi akan dikloning dan dipersonalisasi untuk setiap orang yang ingin merasa lebih 'dekat' berinteraksi dengan politisi.
Jadoun telah bekerja untuk lima kampanye AI sejauh ini dengan total bayaran yang didapatkannya mencapai US$55 ribu (Rp 880,2 juta). Sementara konsultan politik lain mematok avatar digital senilai US$1.500 (Rp 24 juta) dan US$720 (Rp 11,5 juta) untuk melakukan klon suara.
Perusahaan lain yang juga mengerjakan AI untuk para politisi adalah iToConnect. Perusahaan itu mengerjakan 25 juta panggilan dipersonalisasi berbasis AI selama dua minggu jelang pemilu di Telangana dan Andhra Pradesh.
Ternyata konsep itu juga disukai banyak orang. Karena masyarakat di pedesaan merasa lebih penting mendapatkan panggilan telepon dari orang berjabatan tinggi.
"Pemilih biasanya ingin calon mendekati mereka, ingin kandidat berbicara dengan mereka. Saat kandidat tidak bisa melakukannya, panggilan AI adalah cara terbaik untuk menjangkau mereka," ujar eksekutif teknologi di iToConnect, Abhishek Pasupulety.
(fab/fab)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Studi Ungkap Ancaman Nyata yang Mengintai Tahun 2024
