
Mau IPO di AS, Startup Rp 1.032 Triliun Diobok-obok China

Jakarta, CNBC Indonesia - Badan Pengelola Ruang Siber China tengah menyelidiki keamanan siber di startup fesyen raksasa Shein. Fokus penyelidikan adalah pengelolaan data dan praktik berbagi data.
Berdasarkan laporan The Wall Street Journal yang dikutip Reuters, regulator mencari informasi tentang cara Shein mengelola informasi mitra, pemasok, dan staf mereka di China. Selain itu, regulator ingin memastikan kemampuan Shein menjaga agar data tersebut tidak bocor ke luar negeri.
Informasi lain yang dicari adalah kebijakan Shein tentang pengungkapan data ke regulator di Amerika Serikat. Pasalnya, Shein berencana menawarkan sahamnya di bursa saham New York.
Shein butuh persetujuan pemerintah Xi Jinping di Beijing untuk melanjutkan proses penawaran umum perdana saham (IPO) mereka di AS. Penyelidikan oleh regulator di China bisa membuat proses IPO Shien makin sulit. Saat ini padahal IPO Shein sudah mendapatkan perlawanan dari unsur di pemerintahan AS.
Berdasarkan data Crunchbase, valuasi Shein saat ini mencapai US$ 66 miliar (Rp 1.032 triliun). Perusahaan yang bergerak di bidang "fast fashion" tersebut telah mengajukan izin untuk IPO di AS kepada regulator China pada November.
Bermarkas di Singapura
Shein, yang bermarkas di Singapura, terakhir menggalang dana pada awal 2023. TechCrunch memperkirakan Shein bisa melepas saham perdana di valuasi perusahaan US$ 90 miliar (Rp 1.391 triliun).
Sebagai salah satu produsen dan peritel fesyen terbesar di dunia, Shein sukses mendobrak dominasi Zara dan H&M. Valuasi Shein sempat meroket menyentuh US$ 100 miliar (Rp 1.545 triliun) pada April 2022.
Perusahaan yang berdiri di China sekitar 10 tahun yang lalu tersebut adalah produsen fesyen pertama yang menggunakan analisis data untuk memprediksi permintaan konsumen. Mereka kemudian memproduksi setiap desain busana dalam jumlah terbatas untuk menekan biaya stok.
Lewat model bisnis ini, Shein bisa dengan cepat memproduksi model busana sesuai perubahan tren. Karena busana buatan Shein mengikuti tren yang bergerak cepat, mereka bisa memproduksi produk dengan kualitas pas-pasan dengan harga yang murah.
Namun, model yang sama membuat mereka banyak dihujat karena dinilai menjiplak produk brand lain. Gaya bisnis fast fashion juga dikritik oleh aktivis lingkungan karena jangka waktu penggunaan produk mereka sangat singkat sehingga banyak menghasilkan sampah.
Pesaing utama Shein saat ini adalah Temu, anak usaha Pinduoduo yang juga menawarkan barang murah dengan langsung menghubungkan konsumen dengan pabrik di China.
(dem/dem)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Startup Fesyen Rp 1.020 Triliun Mau Jual Saham di Bursa
