Ekonomi China Anjlok, Chip Amerika Kena Getahnya

Redaksi, CNBC Indonesia
23 August 2023 15:05
US President Joe Biden (R) and China's President Xi Jinping (L) meet on the sidelines of the G20 Summit in Nusa Dua on the Indonesian resort island of Bali on November 14, 2022. (Photo by SAUL LOEB / AFP)
Foto: AFP/SAUL LOEB

Jakarta, CNBC Indonesia - Ketika aktivitas ekonomi China akhirnya kembali normal pada akhir tahun ini setelah pembatasan Covid-19 ditiadakan, banyak analis dan investor yang memprediksi akan terjadi lonjakan pertumbuhan yang signfikan.

Namun, hingga kini ramalan tersebut masih jadi angan-angan. iShares MSCI China ETF (MCHI) yang mendeteksi indeks ekuitas China untuk investor internasional turun 7,93%.

Analis raksasa keuangan Barclays menurunkan ekspektasi mereka terhadap pertumbuhan ekonomi China, menyusul kondisi bursa properti yang menurun. Industri ritel China pun tumbuh di bawah ekspektasi dan menimbulkan kekhawatiran.

Lesunya perekonomian China diprediksi akan berdampak pada banyak perusahaan teknologi yang bergantung pada negara tersebut. Salah satunya industri semikonduktor yang juga terjegal oleh sanksi pembatasan ekspor dari Amerika Serikat (AS).

Raksasa chip seperti Monolithic Power Systems (MPS), Qualcomm, dan Texas Instruments, merupakan tiga dari beberapa perusahaan yang bergantung pada China.

MPS

Nama MPS selama ini kurang dikenal masyarakat luas. Namun, portofolio produknya lumayan beragam, yakni semikonduktor untuk penyimpanan dan komputasi, data enterprise, otomotif, hingga komunikasi.

MPS turut mengambil keuntungan dari popularitas AI. Sepanjang 2022, 86% pendapatan MPS disokong oleh klien dari Asia yang manyoritas berasal dari China.

Pihak MPS pun mengungkapkan beberapa risiko yang bisa dialami akibat perlambatan ekonomi China. Secara teori, perusahaan mengatakan perlu mempersiapkan diri.

Pendapatan MPS turun 17,99% dalam sebulan terakhir. Meski begitu, sejauh ini, saham MPS masih memberikan return sebesar 36,96%.

Qualcomm

Perusahaan yang fokus pada bisnis chip komunikasi perangkat seluler ini tampaknya juga mulai was-was dengan risiko perlambatan di China. Namun, kekhawatiran itu sebagian besar juga disokong masalah geopolitik yang memanas antara China dan AS.

"Sebagian besar bisnis kami terkonsentrasi di China. Kondisi ini akan memburuk dengan adanya masalah perdagangan AS dan China, serta ketegangan soal keamanan nasional," kata perwakilan Qualcomm, dikutip dari Benzinga, Rabu (23/8/2023).

Saham Qualcomm turun 16,7% sepanjang Agustus. Hal ini juga diakibatkan lesunya pasar smartphone global dalam beberapa kuartal terakhir.

Texas Instruments

Texas Instruments ini fokus melayani pasar otomotif, elektronik konsumen, dan komunikasi. Perusahaan berbasis di Dallas ini belum masuk ke chip AI.

Dalam tiga kuartal terakhir, pendapatan perusahaan merosot di tengah booming AI dan pertumbuhan ekonomi yang melambat. Dalam sebulan terakhir, sahamnya turun 8,68%.

Texas Instruments mengatakan pendapatan dari klien di China mewakili 25% dari pendapatan total. Perusahaan juga mengakui adanya risiko atas ketegangan politik yang terjadi saat ini antara AS dan China.


(fab/fab)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Biden Ikut Jejak Xi Jinping Atur ChatGPT, Ini Pesannya

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular