Eks Pegawai Google Ungkap Kebohongan Raksasa Teknologi

Tech - Novina Putri Bestari, CNBC Indonesia
13 March 2023 20:00
FILE PHOTO: A logo is pictured at Google's European Engineering Center in Zurich, Switzerland July 19,  2018   REUTERS/Arnd Wiegmann/File Photo Foto: REUTERS/Arnd Wiegmann

Jakarta, CNBC Indonesia - Raksasa teknologi kerap disebut sebagai pengontrol kehidupan manusia. Melalui algoritma yang mereka kembangkan, warganet disuguhkan beragam iklan dan konten yang katanya 'sesuai selera' masing-masing.

Nyatanya, raksasa teknologi tak punya kontrol atas teknologi yang mereka ciptakan. Hal ini diungkap mantan engineer Google dan Microsoft, David Auerbach, dalam sebuah wawancara. 

Ia mengatakan banyak orang menyalahkan raksasa teknologi karena membuat hidup lebih sengsara. Misalnya saja media sosial yang dituduh membuat orang kecanduan, konsumtif, dan memicu rasa iri-dengki satu sama lain.

Padahal, menurut Auerbach, raksasa teknologi juga tak punya kontrol sebesar itu untuk mengatur bagaimana teknologinya berkembang dan mempengaruhi kehidupan manusia.

"Ada sebuah memo internal Facebook yang bocor. Dalam memo itu, tertulis bahwa Facebook tidak mau orang-orang tahu bahwa mereka tak punya kontrol atas sistem yang mereka buat," kata dia.

"Raksasa teknologi lebih memilih disebut evil (jahat), ketimbang orang tahu fakta sebenarnya bahwa mereka tak punya kontrol atas teknologi yang diciptakan," ia menambahkan. 

Menurut dia, algoritma pada media sosial dan semua layanan teknologi dikendalikan oleh sistem. Sistem terbentuk dan membentuk orang-orang yang menggunakannya. Pemerintah maupun raksasa teknologi tak bisa mengontrol algoritma. 

Jika algoritma kemudian membuat hidup manusia sengsara, maka ada yang salah dari sistem yang dibentuk oleh manusia itu sendiri. 

"Efek sistem algoritma saat ini berkontribusi pada perpecahan masyarakat, di mana kita semua tidak bisa memahami satu sama lain. Kita semua terpecah menjadi kelompok-kelompok yang punya kebulatan suara dan keseragaman, sehingga mencegah adanya konsensus masyarakat berskala besar," ia menjelaskan, dikutip dari Guardian, Senin (13/3/2023).

Kesadaran Auerbach soal algoritma teknologi yang menghancurkan ini dimulai saat media sosial menjadi populer. Ia melihat bagaimana manusia bereaksi terhadap algoritma dan sebaliknya algoritma bereaksi terhadap manusia. 

Hubungan timbal balik itu bergulir terus dan dampaknya makin buruk. "Butuh waktu bagi saya untuk sadar bahwa kita semua tak punya kontrol pada sistem, dan bahkan para pencipta sistem ini punya kontrol yang sangat kecil dibandingkan yang kita bayangkan," ia menerangkan.

Sistem algoritma yang menjadi besar di media sosial kemudian dijadikan tulang punggung untuk semua teknologi yang ada saat ini, mulai dari mata uang kripto hingga Metaverse dan penerapan AI lebih lanjut.

Auerbach diketahui baru saja merampungkan bukunya Meganets: How Digital Forms Beyond Our Control Commander Our Daily Lives and Inner Reality. Dalam kesempatan itu, dia juga mencoba mendefinisikan meganet.

Meganet merupakan jaringan data yang berkembang terus dan arahnya menjadi buram, namun punya kekuatan besar untuk mempengaruhi cara umat manusia melihat dunia.


[Gambas:Video CNBC]
Artikel Selanjutnya

Secandu Narkoba, Amerika Atur Ketat Instagram-Facebook-TikTok


(tib)

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT

Terpopuler
    spinner loading
LAINNYA DI DETIKNETWORK
    spinner loading
Features
    spinner loading