Google-Spotify Babak Belur, Startup RI Bisa Bertahan?
Jakarta, CNBC Indonesia - Selama satu tahun terakhir, dunia dihadapkan dengan sejumlah startup hingga perusahaan besar yang babak belur dihantam ekonomi yang tak menentu. Lalu apa kabar startup di dalam negeri?
Ekonom Indef, Nailul Huda menjelaskan, kenaikan suku bunga yang dilakukan The Fed membuat cost of fund dan investment untuk venture capital meningkat. Dia mengartikan keadaan ini membuat investasi di dalam negeri semakin berkurang.
"Makanya kita lihat investasi berdasarkan luar negeri itu menurun tajam, dari Amerika 23%, Asia menurun 82%. Ini yang artinya biaya berinvestasi di startup ini akan semakin mahal. Pasti akan berkurang investasi ke startup Indonesia," jelas Nailul dalam program Profit CNBC Indonesia,
(20/1/2023).
Sementara itu, startup juga akan mengalami seleksi alam. Yakni akan terlihat mana perusahaan rintisan yang layak didanai atau enggak.
Dia juga mengakui jika suku bunga masih terus dinaikkan The Fed, maka akan berdampak pada banyak hal termasuk startup. Karena The Fed disebut sebagai penentu arah investasi ke depannya.
Wakil Ketua IV Amvesindo, Rama Mamuaya menjelaskan jika sekarang ini adalah waktu normalisasi. Menurutnya, mengutip sejumlah ahli, valuasi startup telah menuju tidak sehat dan saat ini merupakan koreksi pada market.
"Secara umum aku merasa jadi segmentasi lumayan normalisasi. Karena banyak expert yang bilang memang permainan valuasi startup-startup tidak sehat dan bisa dibilang koreksi ke market yang lebih normal saat ini tahun 2022," kata Rama.
Dengan keadaan saat ini, Nailul mengingatkan untuk para startup bisa menarik dana dari investor dalam negeri. Mengingat saat ini sebagian besar pendanaan berasal dari luar negeri.
"Ketika ada gejolak di Asia, Amerika pasti akan mempengaruhi investasi ke startup digital. Harus kita waspadai bersama. Kita kuatkan lagi dari domestik, masih menunjukkan positif," ungkapnya.
(tib)