Pendiri Google Tiba-tiba Turun Gunung, Respons 'Kode Merah'

Demis Rizky Gosta, CNBC Indonesia
24 January 2023 11:55
Google CEO Larry Page speaks during a press announcement at Google's headquarters in New York, May 21, 2012. REUTERS/Eduardo Munoz
Foto: Larry Page CEO Alphabet (perusahaan yang memiliki Google). (REUTERS/Eduardo Munoz)

Jakarta, CNBC Indonesia - Larry Page dan Sergey Brin, dua pendiri Google, tiba-tiba muncul di markas Google. CEO Alphabet Sundar Pichai dikabarkan mengirim "red code" untuk meminta bantuan mereka soal OpenAI.

New York Times melaporkan bahwa Pichai kelabakan berhadapan dengan ChatGPT, program chat milik OpenAI yang dinilai mampu menjawab segala macam pertanyaan lebih baik dari Google Search.

Saking paniknya, Pichai meminta Page dan Brin untuk membantu mempertahankan dominasi mesin pencari Google. Keduanya padahal sudah tiga tahun tidak terlibat dalam manajemen Google, meskipun masih menempati posisi di dewan komisaris Alphabet.

Page dan Brin dikabarkan telah beberapa kali rapat bersama para petinggi Google untuk menyusun strategi AI. Mereka juga telah menyetujui rencana untuk mengintegrasikan fitur chatbot di mesin pencari Google.

Nicole Shanahan dan Sergey Brin (Getty Images  for Breakthrough P/Ian Tuttle)Foto: Nicole Shanahan dan Sergey Brin (Getty Images for Breakthrough P/Ian Tuttle)
Nicole Shanahan dan Sergey Brin (Getty Images for Breakthrough P/Ian Tuttle)

Biasanya, Page dan Brin hanya mampir di markas Google untuk meninjau perkembangan proyek "mimpi" Google yang disebut sebagai moonshot.

Kepada New York Times, mantan VP di Google yang bernama Vic Gundotra, mengatakan bahwa Page dan Brin punya perhatian besar terhadap AI. Bahkan, Page dilaporkan sempat sinis dengan fitur baru Gmail pada 2008 dan mengatakan,"Kenapa email tidak bisa ditulis otomatis saja."

Chatbot ChatGPT yang dikembangkan oleh OpenAI menarik 1 juta pengguna hanya dalam 5 hari. Program ini bisa melaksanakan perintah kompleks seperti menulis buku anak, menulis resume, hingga tugas kuliah.

Namun, ChatGPT juga menimbulkan kecemasan soal berita bohong. Business Insider menyatakan bahwa ahli AI menilai ChatGPT tidak bisa melakukan pengecekan fakta atas informasi yang mereka panen, sehingga tidak bisa memverifikasi antara fakta dan hoaks. Bloomberg menyatakan ChatGPT juga banyak merilis respons yang rasis dan seksis.


(dem)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Ratusan Triliun Lenyap, Ini Miliarder Paling 'Menderita" 2022

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular