
4 Penyebab Tunggakan Utang di Pinjol Makin Menumpuk

Jakarta, CNBC Indonesia - Ketua Cluster Multiguna AFPI yang juga CEO Maucash, Rina Apriana, mengatakan data peminjam yang bermasalah di pinjaman online (pinjol) tidak terintegrasi dengan SLIK atau Sistem Layanan Informasi Keuangan.
Hal ini menjadi salah satu penyebab penurunan kinerja fintech lending. Dia menjelaskan data konsumen bermasalah yang tidak terintegrasi dengan SLIK membuat tidak ada efek jera.
"Data bad customer di fintech tidak terintegrasi dengan SLIK sehingga tidak ada efek jera apabila bad [buruk] di fintech," kata Rina, dalam keterangan yang diterima CNBC Indonesia, dikutip Rabu (14/12/2022).
SLIK sendiri merupakan sistem yang menyimpan informasi debitur. Pengganti BI Checking ini berisi riwayat kelancaran kredit atau pembiayaan mereka yang melakukan peminjam.
Laman OJK menuliskan SLIK bisa dimanfaatkan untuk penilaian kualitas debitur. Selain itu juga memperlancar proses penyediaan dana, penerapan manajemen risiko kredit atau pembiayaan, pengelolaan sumber daya manusia pada Pelapor SLIK, verifikasi untuk kerja sama Pelapor SLIK dengan pihak ketiga, dan meningkatkan disiplin industri keuangan.
Selain masalah integrasi dengan SLIK, Rina menjelaskan kondisi global dan pandemi juga bisa jadi alasan pinjaman macet. Kedua masalah tersebut mempengaruhi kenaikan suku bunga dan harga BBM dan berdampak pada keuangan peminjam.
"Tak sedikit customer atau peminjam terdampak ekonomi sehingga gagal bayar di cicilan selanjutnya, sebetulnya pada saat akuisisi awal kondisi customer masih baik".
Selain itu, ada juga karena proses restrukturisasi pinjaman tidak berjalan optimal. Rina menjelaskan hal tersebut akibat persetujuan berada di tangan penyedia dana [lender].
Alasan berikutnya adalah tidak bisa melakukan optimalisasi penagihan karena pinjol tidak mengambil jaminan dari peminjam
"Proses restrukturisasi pinjaman tidak berjalan optimal karena persetujuan ada di pihak lender... Optimalisasi penagihan tidak dapat dilakukan karena tidak ada collateral," kata Rina.
AFPI juga telah melakukan sejumlah antisipasi dan upaya guna menjaga kualitas kredit yang disalurkan oleh para anggotanya. Salah satunya adlaah mengembangkan Fintech Data Center (FDC) yang mengintegrasikan data antara penyelenggara fintech lending satu dengan lainnya.
Rina menjelaskan bahwa FDC ini bisa digunakan untuk menghindari fraud, pinjaman berlebih yaitu satu orang melakukan peminjaman di banyak penyelenggara fintech lending. Lewat FDC, anggota AFPI juga bisa mengetahui status kelancaran pinjaman.
Keberadaan FDC diharapkan membantu platform fintech lending untuk melakukan pertimbangan ulang dalam menyetujui permohonan pinjaman dari peminjam yang memiliki catatan pembayaran yang tidak baik.
"Dengan proses electronic know your customer (e-KYC) diharapkan bisa mengurangi tingkat fraud atau penipuan yang terjadi di masyarakat. Dengan demikian, bisa memperkecil potensi terjadinya kredit macet atau TWP90," kata Rina.
Hal lain yang sedang AFPI lakukan adalah mempersiapkan algoritme kecerdasan buatan atau artificial intelligence (AI). AI dimanfaatkan untuk dapat meningkatkan kualitas penilaian kredit atau credit scoring, guna mengukur risiko kredit dari calon peminjam yang sebelumnya tidak memiliki riwayat pinjaman kredit.
(dem)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Kredit Macet Fintech Pinjol Ini Tembus 60%, Gimana Nih OJK?
